Ketika orang mengenal Kristus sebagai Juruselamat mereka, mereka dibawa masuk ke dalam hubungan dengan Allah yang menjamin keselamatan mereka. Yudas 24 mengatakan "Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya." Kuasa Tuhan mampu untuk menjaga orang percaya jangan sampai jatuh. Adalah tergantung pada Tuhan, bukan kita, untuk membawa kita ke hadapan kemuliaanNya. Jaminan keselamatan kita adalah hasil dari perlindungan Tuhan dan bukan dari usaha kita menjaga keselamatan kita.
Tuhan Yesus Kristus memproklamirkan, "Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa" (Yohanes 10:28-29). Baik Yesus maupun Bapa memegang kita dalam tanganNya dengan teguh. Siapa yang dapat memisahkan kita dari genggaman Bapa dan Anak?
Efesus 4:30 memberitahu kita bahwa orang-orang percaya dimeteraikan untuk "hari penyelamatan" (Efesus 4:30). Jikalau orang-orang percaya tidak memiliki jaminan keselamatan, pemeteraian itu tidak akan berlaku sampai hari penyelamatan, tetapi hanya sampai kepada hari berdosa, murtad atau tidak percaya. Yohanes 3:15-16 mengatakan bahwa barangsiapa percaya kepada Yesus Kristus akan "memiliki hidup kekal." Jikalau seseorang dijanjikan hidup kekal namun diambil kembali, itu bukan sesuatu yang "kekal." Jikalau jaminan keselamatan tidak benar, janji hidup kekal di dalam Alkitab adalah salah.
Salah satu penjelasan paling kuat mengenai jaminan keselamatan adalah dalam Roma 8:38-39 "Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita" (Roma 8:38-39). Jaminan keselamatan kita adalah berdasarkan kasih Allah kepada mereka yang telah ditebusNya. Jaminan keselamatan kita telah dibayar lunas oleh Kristus, dijanjikan oleh Bapa dan dimeteraikan oleh Roh Kudus.
Menjawab apa yang terjadi setelah kematian dapat membingungkan. Alkitab tidak secara eksplisit berbicara mengenai kapan seseorang akan masuk ke dalam tempat tujuan terakhir dalam kekekalan. Alkitab memberitahu kita bahwa, setelah saat kematian, seseorang masuk ke Surga atau Neraka berdasarkan apakah orang tsb sudah menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya atau tidak. Bagi orang-orang percaya, kematian adalah peralihan dari tubuh ini untuk tinggal bersama-sama dengan Tuhan (2 Korintus 5:6-8; Filipi 1:23). Bagi orang-orang yang tidak percaya, kematian berarti penghukuman kekal di Neraka (Lukas 16:22-23).
Mengenai apa yang terjadi sesudah ini tidaklah jelas. Wahyu 20:11-15 menggambarkan bahwa semua yang ada dalam Neraka dibuang ke dalam lautan api. Wahyu 21-22 menggambarkan langit dan bumi yang baru. Oleh sebab itu, nampaknya, sebelum kebangkitan yang terakhir, orang yang meninggal berdiam di Surga dan Neraka yang "sementara." Nasib orang tsb dalam kekekalan tidak akan berubah, namun "tempat" di mana orang tsb akan melewati nasibnya dalam kekekalan, itu yang akan berubah. Suatu saat, setelah kematian, orang-orang percaya akan berada di langit dan bumi yang baru (Wahyu 21:1). Suatu saat, setelah kematian, orang-orang yang tidak percaya akan dilemparkan ke dalam lautan api (Wahyu 20:11-15). Ini adalah tempat-tempat terakhir dalam kekekalan bagi setiap orang berdasarkan apakah orang tsb sudah percaya kepada Yesus sebagai satu-satunya Penyelamat dari dosa-dosa mereka atau tidak.
Begitu seseorang diselamatkan, apakah keselamatannya tetap? Ketika orang datang kepada Kristus sebagai Juruselamatnya, mereka masuk ke dalam hubungan dengan Allah dan ini merupakan jaminan bahwa keselamatan mereka terjamin untuk selamanya. Berbagai ayat Alkitab mengungkapkan hal ini.
(a) Roma 8:30 mengatakan, "Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya" (Roma 8:30). Ayat ini memberitahukan kita bahwa dari sejak saat Allah memilih kita, kita seperti dipermuliakan di hadapanNya di surga. Tidak ada yang dapat mencegah orang percaya dipermuliakan karena Tuhan sudah terlebih dahulu merencanakannya. Sekali seseorang dibenarkan, keselamatannya terjamin, sama terjaminnya seperti dia sudah dipermuliakan di surga.
(b) Dalam Roma 8:33-34 Paulus menanyakan dua pertanyaan penting, "Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?" (Roma 8:33-34). Siapa yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Tidak ada seorangpun, karena Kristus adalah Pembela kita. Siapa yang akan menghukum? Tidak ada seorangpun, karena Kristus, Dia yang telah mati bagi kita, Dialah yang akan menghukum. Kita mempunyai Pembela dan Sang Hakim sebagai Juruselamat kita.
(c) Orang-orang percaya dilahirkan kembali ketika mereka percaya (Yohanes 3:3; Titus 3:5). Kalau orang Kristen kehilangan keselamatannya, itu sama seperti lahir kembalinya dibatalkan. Tidak ada bukti dalam Alkitab bahwa lahir baru dapat diambil kembali.
(d) Roh Kudus mendiami semua orang percaya (Yohanes 14:17; Roma 8:9) dan membaptiskan orang percaya ke dalam Tubuh Kristus (1 Korintus 12:13). Untuk seorang percaya kehilangan keselamatannya, itu berarti Roh Kudus harus dikeluarkan dan orang itu diputuskan dari Tubuh Kristus.
(e) Yohanes 3:15 menjelaskan bahwa barang siapa percaya dalam Kristus Yesus akan "memperoleh hidup kekal." Jika Anda pecaya kepada Yesus hari ini dan mendapatkan hidup kekal, dan kemudian hilang di hari berikutnya, itu bukanlah hidup "kekal." Karena itu kalau ada orang kehilangan keselamatannya, janji hidup kekal dalam Alkitab adalah suatu kesalahan.
(f) Argumen yang paling menentukan dikatakan oleh Alkitab sendiri, "Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita" (Roma 8:38-39). Ingat bahwa Allah yang menyelamatkan engkau juga adalah Allah yang akan memelihara engkau. Sekali selamat tetap selamat. Keselamatan kita terjamin dalam kekekalan.
Jawaban terhadap pertanyaan ini bergantung kepada apa yang dimaksud dengan "Allah yang sama." Tidak dapat disangkal bahwa pandangan Islam terhadap Allah dan pandangan Kristen terhadap Allah memiliki banyak kesamaan. Kedua-duanya memandang Allah sebagai Yang Berdaulat, Mahakuasa, Mahatahu, Mahahadir, suci, adil, benar. Baik Islam maupun keKristenan percaya kepada Allah yang esa yang adalah Pencipta segalanya. Jadi, dalam pengertian ini, ya, benar, orang-orang Kristen dan Islam menyembah Allah yang sama.
Pada saat yang sama ada perbedaan-perbedaan penting antara pandangan Kristen dan Islam terhadap Allah. Walaupun kaum Muslimin memandang Allah sebagai Allah yang memiliki atribut kasih, pemurah dan penuh rahmat, Allah tidak mengungkapkan atribut-atribut ini sebagaimana Allah Kristen. Namun demikian, perbedaan paling menyolok dalam pandangan Islam dan Kristen mengenai Allah adalah konsep inkarnasi. Orang-orang Kristen percaya bahwa Allah telah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Orang-orang Islam memandang konsep ini sebagai penghujatan terbesar. Kaum Muslimin tidak pernah dapat menerima pemikiran bahwa Allah mau mnejadi manusia untuk mati bagi dosa-dosa dunia ini. Kepercayaan terhadap Allah yang berinkarnasi dalam Pribadi Yesus Kristus adalah sangat mendasar dalam kepercayaan Kristen mengenai Allah. Allah telah menjadi manusia sehingga Dia dapat berempati dengan manusia, dan yang lebih penting, sehingga Dia dapat menyediakan keselamatan, pengampunan dosa.
Jadi apakah orang-orang Kristen dan Islam menyembah Allah yang sama? Ya dan tidak. Barangkali pertanyaan yang lebih baik adalah, "Apakah orang-orang Kristen dan Islam sama-sama memiliki pengertian yang benar tentang seperti apakah Allah itu?" Jawabannya jelas adalah tidak. Ada perbedaan-perbedaan yang sangat krusial antara konsep Kristen dan Islam mengenai Allah. Kita percaya bahwa keKristenan memiliki pandangan yang benar terhadap Allah karena tidak akan bisa ada keselamatan kecuali kalau dosa dibayar lunas. Hanya Allah yang dapat membayar harga seperti itu. Hanya dengan menjadi manusia Allah dapat mati untuk dosa kita dan melunasi hutang dosa kita (Roma 5:8; 2 Korintus 5:21).
Menurut Alkitab, bunuh diri tidak menentukan apakah seseorang masuk surga atau tidak. Jika orang yang belum selamat bunuh diri, apa yang dia lakukan hanya "mempercepat" dia masuk ke lautan api. Pada akhirnya orang yang bunuh diri itu akan masuk neraka karena menolak keselamatan dalam Kristus, bukan karena bunuh dirinya. Alkitab secara khusus mencatat empat orang yang bunuh diri: Saul (1 Samuel 31:4); Ahitofel (2 Samuel 17:23); Zimri (1 Raja-Raja 16:18) dan Yudas (Matius 27:5). Setiap mereka adalah orang yang jahat dan berdosa. Alkitab memandang bunuh diri sama dengan pembunuhan, yaitu membunuh diri sendiri. Allah adalah yang menentukan kapan dan bagaimana seseorang harus mati. Mengambil hak itu dari tangan Tuhan, menurut Alkitab, adalah penghujatan terhadap Tuhan.
Apa kata Alkitab mengenai orang Kristen yang bunuh diri? Saya tidak percaya bahwa orang Kristen yang bunuh diri akan kehilangan keselamatannya dan masuk neraka. Alkitab mengajarkan bahwa mulai dari saat seseorang percaya kepada Kristus, keselamatannya terjamin (Yohanes 3:16). Menurut Alkitab, orang Kristen dapat mengetahui dengan pasti bahwa mereka tetap memiliki hidup yang kekal, apapun yang terjadi. "Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal" (1 Yohanes 5:13). Tidak ada yang dapat memisahkan seorang Kristen dari kasih Allah! "Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita" (Roma 8:38-39). Jikalau tidak ada "sesuatu makhluk" yang dapat memisahkan seorang Kristen dari kasih Allah, dan orang Kristen yang bunuh diri adalah "sesuatu makhluk," maka bunuh diripun tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Yesus sudah mati untuk semua dosa-dosa kita " dan jika seorang yang benar-benar Kristen, dalam saat kelemahan dan serangan rohani, sampai bunuh diri, itupun adalah dosa yang untuknya Yesus telah mati.
Ini tidak berarti bahwa bunuh diri bukanlah sebuah dosa yang serius. Menurut Alkitab, bunuh diri adalah pembunuhan dan itu selalu salah. Saya memiliki keraguan yang serius terhadap kesejatian iman dari seseorang yang mengaku Kristen tapi bunuh diri. Tidak ada keadaan apapun yang memperbolehkan seseorang, khususnya orang Kristen, untuk menghabiskan nyawanya sendiri. Orang-orang Kristen dipanggil untuk hidup bagi Tuhan, keputusan mengenai kapan dan bagaimana seseorang mati ada dan hanya dalam tangan Tuhan. Mungkin cara yang baik untuk menggambarkan bunuh diri bagi orang Kristen adalah dengan mengambil dari Kitab Ester. Di Persia, mereka memiliki hukum bahwa barangsiapa yang datang menghadap raja tanpa diundang akan dihukum mati, kecuali kalau raja mengulurkan tongkatnya kepada orang tsb untuk menunjukkan kemurahan. Bunuh diri bagi orang Kristen adalah seperti memaksakan diri untuk menghadap raja dan bukan menunggu dipanggil. Dia akan mengulurkan tongkatnya kepada engkau, namun tidak berarti dia merasa senang dengan Anda. Walaupun bukan menggambarkan bunuh diri, ayat Alkitab dalam 1 Korintus 3:15 barangkali dapat memberikan gambaran yang bagus mengenai apa yang terjadi pada seorang Kristen yang bunuh diri: "Ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api" (1 Korintus 3:15).
Barangkali tidak ada isu yang lebih diperdebatkan dalam gereja sekarang ini dibanding dengan isu mengenai perempuan yang melayani sebagai Pendeta/pengkhotbah. Karena itu sangat penting untuk tidak memandang isu ini sebagai laki-laki melawan perempuan. Ada perempuan-perempuan yang percaya bahwa perempuan tidak sepatutnya melayani sebagai Pendeta dan bahwa Alkitab membatasi pelayanan dari para perempuan, dan ada pula laki-laki yang percaya bahwa perempuan dapat melayani sebagai Pendeta dan tidak ada batasan bagi perempuan yang melayani. Ini bukan soal chauvinisme atau diskriminasi. Isu ini adalah soal penafsiran Alkitab.
1 Timotius 2:11-12 mengatakan, "Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri." Dalam gereja Allah menetapkan fungsi yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Ini adalah karena cara umat manusia diciptakan (1 Timotius 2:13) dan cara dosa masuk ke dalam dunia (2 Timotius 2:14). Allah, melalui tulisan dari Rasul Paulus, membatasi perempuan dari pelayanan pengajaran rohani yang memberikan dia otoritas atas laki-laki. Hal ini membatasi perempuan dari pelayanan sebagai Pendeta, yang meliputi berkhotbah, mengajar dan memiliki otoritas rohani atas laki-laki.
Pandangan terhadap pendeta perempuan dalam pelayanan yang seperti ini mendapatkan banyak "keberatan." Keberatan yang umum adalah bahwa Paulus membatasi perempuan dari mengajar karena pada abad pertama perempuan biasanya tidak berpendidikan. Namun demikian, 1 Timotius 2:11-14 sama sekali tidak menyinggung status pendidikan. Kalau pendidikan menjadi kualifikasi untuk pelayanan, mayoritas murid Yesus mungkin sekali tidak akan memenuhi syarat. Keberatan kedua yang sering diutarakan adalah bahwa Paulus hanya membatasi perempuan-perempuan Efesus dari pelayanan (1 Timotius ditulis kepada Timotius yang adalah Pendeta dari gereja di Efesus). Kota Efesus terkenal dengan kuil Artemis, seorang dewi Roma/Yunani. Dalam penyembahan kepada Artemis, perempuan adalah pemegang kekuasaan. Namun demikian, kitab 1 Timotius sama sekali tidak menyinggung tentang Artemis. Paulus juga tidak menyinggung penyembahan pada Artemis sebagai dalih dari larangan dalam 1 Timotius 2:11-12.
Keberatan ketiga adalah Paulus hanya merujuk pada suami dan isteri, bukan laki-laki dan perempuan secara umum. Kata-kata Bahasa Yunani dalam 1 Timotius 2:11-14 dapat merujuk pada suami dan isteri. Namun demikian, arti dasar dari kata-kata tsb. adalah laki-laki dan perempuan. Lebih lanjut lagi, kata-kata bahasa Yunani tsb juga digunakan dalam ayat 8-10. Apakah hanya suami-suami yang boleh berdoa dengan menadahkan tangan yang suci tanpa marah dan perselisihan (ayat 8)? Apakah hanya para isteri yang yang harus berpakaian dengan sopan, melakukan perbuatan baik dan beribadah kepada Allah (ayat 9-10)? Tentu tidak. Jelas bahwa ayat 8-10 merujuk pada laki-laki dan perempuan secara umum dan bukan hanya suami dan isteri. Tidak ada sesuatupun dalam konteksnya yang mengindikasikan adalah peralihan kepada suami dan isteri dalam ayat 11-14.
Keberatan lain yang sering diutarakan terhadap pendeta/pengkhotbah perempuan adalah dalam hubungannya dengan Miryam, Debora, Hulda, Priskila, Phebe, dll " para perempuan yang memegang posisi kepemimpinan dalam Alkitab. Keberatan ini lalai memperhatikan beberapa faktor penting. Debora adalah satu-satunya hakim perempuan di antara 13 hakim-hakim laki-laki. Hulda adalah satu-satunya nabiah yang disebutkan dalam Alkitab di antara sekian banyak nabi-nabi laki-laki. Satu-satunya koneksi Miryam kepada kepemimpinan adalah karena dia adalah saudara perempuan dari Musa dan Harun. Kedua perempuan yang paling tekenal dalam zaman Raja-Raja adalah Atalya dan Izebel dan mereka tidak dapat disebut sebagai teladan perempuan yang rohani.
Dalam kitab Kisah Para Rasul pasal 18 Priskila dan Akwila diperkenalkan sebagai hamba-hamba Kristus yang setia. Nama Priskila disebut lebih dahulu, kemungkinan besar mengindikasikan bahwa dalam pelayanan dia lebih "utama/penting" dibanding dengan suaminya. Sekalipun demikian, Priskila sama sekali tidak dikatakan berpartisipasi dalam aktifitas pelayanan yang bertolak belakang dengan 1 Timotius 2:11-14. Priskila dan Akwila membawa Apolos ke rumah mereka dan mereka berdua memuridkan dia dan menjelaskan Firman Tuhan kepada Apolos dengan lebih akurat (Kisah Rasul 18:26).
Dalam Roma 16:1, bahkan jika Phebe dianggap sebagai "diaken perempuan" dan bukan "hamba," ini tidak mengindikasikan bahwa Phebe adalah guru dalam jemaat. "Dapat mengajar" adalah salah satu persyaratan penatua dan bukan diaken (1 Timotius 3:1-13; Titus 1:6-9). Penatua/penilik jemaat/diaken digambarkan sebagai "suami dari satu isteri," "disegani dan dihormati oleh anak-anaknya," dan "mempunyai nama baik." Lebih dari itu, dalam 1 Timotius 3:1-13 dan Titus 1:6-9, kata ganti maskulin digunakan secara eksklusif untuk menunjuk pada para penatua/penilik jemaat./diaken.
Struktur 1 Timotius 2:11-14 membuat "alasannya" menjadi sangat jelas. Ayat 13 dimulai dengan "karena" dan memberikan "penyebab" dari apa yang Paulus uraikan dalam ayat 11-12. Mengapa perempuan tidak bileh mengajar atau memiliki otoritas atas laki-laki? Karena "Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa" (1 Timotius 2:13-14). Inilah alasannya. Tuhan terlebih dahulu menciptakan Adam baru kemudian menciptakan Hawa sebagai "penolong" bagi Adam. Urut-urutan penciptaan ini memiliki penerapan universal dalam keluarga (Efesus 5:22-33) dan gereja. Fakta bahwa Hawa tergoda juga diberikan sebagai alasan mengapa perempuan tidak melayani sebagai pendeta atau memiliki otoritas rohani atas laki-laki. Hal ini menyebabkan beberapa orang yang percaya bahwa perempuan lebih gampang tegoda dan tertipu. Ini adalah anggapan yang bisa diperdebatkan " namun jika perempuan lebih gampang tergoda dan ditipu, mengapa mereka diizinkan untuk mengajar anak-anak (yang muda ditipu) dan perempuan lainnya (yang seharusnya juga lebih mudah ditipu)? Ini bukanlah yang dikatakan oleh ayat tsb. Perempuan tidak boleh mengajar atau memiliki otoritas rohani atas laki-laki karena Hawa tergoda. Sebagai akibatnya, Allah memberi kepada laki-laki otoritas utama untuk mengajar di gereja.
Perempuan memiliki kelebihan dalam karunia keramah-tamahan, kemurahan, mengajar dan menolong. Sering kali pelayanan gereja tergantung pada para perempuan. Perempuan dalam gereja tidak dibatasi hanya kepada doa di depan umum atau bernubuat (1 Korintus 11:5), namun hanya dibatasi dari memiliki otoritas rohani atas laki-laki. Alkitab tidak pernah membatasi perempuan dari mempraktekkan karunia-karunia Roh Kudus (1 Korintus 12). Perempuan, sama seperti laki-laki, dipanggil untuk melayani orang-orang lain, menyatakan buah Roh (Galatia 5:22-23), dan untuk memproklamirkan Injil kepada mereka yang terhilang (Matius 28:18-20; Kisah Rasul 1:8; 1 Petrus 3:15).
Tuhan telah menentukan bahwa hanya laki-laki yang melayani dalam posisi yang memberi otoritas untuk pengajaran rohani dalam gereja. Hal ini bukan karena laki-laki lebih bisa mengajar atau karena perempuan lebih rendah derajatnya atau kurang pintar. Ini sekedar adalah cara Tuhan mengatur bagaimana gereja untuk berfungsi. Laki-laki dipanggil untuk menjadi teladan dalam kepemimpinan rohani, dalam hidup dan kata-kata mereka. Perempuan diberi peranan yang otoritasnya lebih rendah. Perempuan didorong untuk mengajar sesama perempuan (Titus 2:3-5). Alkitab juga tidak melarang perempuan dari mengajar anak-anak. Satu-satunya aktifitas yang perempuan dibatasi adalah mengajar atau memiliki otoritas rohani atas laki-laki. Secara logis ini membatasi perempuan dari pelayanan sebagai pendeta/pengkhotbah. Ini sama sekali tidak berarti perempuan kurang penting, tapi ini justru memberikan para perempuan fokus pelayanan yang lebih sesuai dengan karunia yang Tuhan sudah berikan pada mereka.
Perjanjian Lama memerintahkan orang-orang Israel, "Janganlah kamu menggoresi tubuhmu karena orang mati dan janganlah merajah tanda-tanda pada kulitmu; Akulah TUHAN" (Imamat 19:28). Jadi walaupun orang Kristen pada zaman sekarang tidak berada di bawah hukum Perjanjian Lama (Roma 10:4; Galatia 3:23-25; Efesus 2:15), kenyataan adanya larangan mengenai tato seharusnya menimbulkan pertanyaan bagi kita. Perjanjian Baru tidak berbicara apa-apa mengenai boleh tidaknya orang Kristen ditato.
Dalam hubungannya dengan tato dan merajah tubuh, ujian yang paling baik adalah apakah kita dapat dengan jujur, dengan hati nurani yang tulus, minta Tuhan memberkati dan menggunakan hal tsb untuk rencanaNya yang indah. "Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah" (1 Korintus 10:31). Alkitab tidak melarang tato atau rajah tubuh, namun juga tidak memberikan alasan untuk kita percaya bahwa Allah menghendaki kita mendapatkan tato atau merajah badan kita.
Isu lain yang perlu dipertimbangkan adalah soal sopan santun. Alkitab memerintahkan kita untuk berpakaian dengan sopan (1 Timotius 2:9). Salah satu aspek dari kesopan-santunan adalah memastikan bahwa bagian tubuh yang harus ditutupi oleh pakaian ditutup dengan pantas. Namun demikian, makna dasar dari sopan santu adalah tidak menarik perhatian. Orang yang berpakaian dengan sopan berpakaian sedemikian rupa sehingga tidak menarik perhatian orang terhadap diri mereka. Tato dan rajah tubuh jelas menarik perhatian. Dalam pengertian ini, tato dan rajah tubuh tidak sopan.
Prinsip Alkitabiah yang penting dalam isu-isu yang tidak secara khusus dibicarakan adalah kalau ada keragu-raguan apakah itu menyenangkan Tuhan atau tidak, lebih baik jangan lakukan. "Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa" (Roma 14:23). Kita perlu mengingat bahwa tubuh kita, sebagaimana jiwa kita, telah ditebus dan merupakan milik Allah. Sekalipun 1 Korintus 6:19-20 tidak secara khusus diterapkan pada tato dan merajah badan, ayat-ayat ini memberikan sebuah prinsip kepada kita. "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20). Kebenaran yang agung ini seharusnya mempengaruhi apa dan bagaimana kita memperlakukan tubuh kita. Kalau tubuh kita adalah milik Tuhan, kita perlu mendapatkan "izin" yang jelas sebelum "menandainya" dengan tato dan rajah.
Hukum Perjanjian Lama memerintahkan orang-orang Israel untuk tidak kawin campur dengan ras-ras lain (Ulangan 7:3-4). Alasannya adalah bahwa kaum Israel akan dibawa meninggalkan Tuhan jikalau mereka kawin campur dengan penyembah-penyembah berhala, orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan. Prinsip yang sama digariskan dalam Perjanjian Baru, namun dalam tingkat yang jauh berbeda. "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" (2 Korintus 6:14). Sama seperti orang-orang Israel (orang-orang yang percaya kepada Allah yang Esa) diperintahkan untuk tidak menikahi orang-orang yang tidak percaya, demikian pula orang-orang Kristen (orang-orang yang percaya kepada Allah yang Esa) diperintahkan untuk tidak menikahi orang-orang yang tidak percaya. Menjawab pertanyaan ini secara khusus, tidak, Alkitab tidak mengatakan bahwa pernikahan antar-ras adalah salah.
Orang harus dinilai berdasarkan karakternya dan bukan warna kulitnya. Setiap kita perlu berhati-hati jangan sampai kita memilih kasih atau berprasangka dan bersikap rasialis terhadap orang lain (Yakobus 2:1-10, perhatikan khususnya ayat 1 dan 9). Standar dari pria dan wanita Kristen dalam memilih pasangan adalah mencari tahu apakah orang-orang yang mereka tertarik adalah orang Kristen atau bukan, seseorang yang sudah lahir kembali oleh iman dalam Kristus Yesus (Yohanes 3:3-5). Iman dalam Kristus, dan bukan warna kulit, adalah standar Alkitab dalam memilih pasangan hidup. Pernikahan antar-ras bukanlah soal benar atau salah, tapi soal hikmat, kebijaksanaan dan doa.
Satu-satunya alasan pernikahan antar ras perlu dipertimbangkan dengan hati-hati adalah karena kesulitan yang mungkin dialami oleh pasangan tsb karena orang-orang lain sulit untuk menerima mereka. Banyak pasangan seperti itu yang mengalami diskriminasi dan ejekan, kadang-kadang bahkan dari keluarga mereka sendiri. Beberapa pasangan pernikahan antar-ras mengalami kesulitan karena warna kulit anak-anak mereka berbeda dari orangtua atau saudara-saudara mereka. Pasangan antar-ras perlu mempertimbangkan hal ini dan mempersiapkan diri kalau mereka memutuskan untuk menikah. Sekali lagi, satu-satunya larangan dalam Alkitab terhadap orang Kristen adalah apakah pihak yang satu adalah anggota dari tubuh Kristus atau bukan.
Alkitab tidak memberi pengajaran jelas apakah binatang peliharaan/hewan memiliki "jiwa" atau akan masuk surga atau tidak. Namun demikian kita dapat mempergunakan prinsip-prinsip umum dari Alkitab untuk memberi pencerahan pada topik ini. Allah menghembuskan nafas hidup ke dalam diri manusia (Kejadian 2:7), dan hewan-hewan (Kejadian 1:30; 6:17; 7:15, 22). Perbedaan utama antara manusia dan hewan adalah bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26-27). Hewan tidak diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Diciptakan mennurut gambar dan rupa Allah berarti bahwa manusia memiliki keserupaan dengan Allah, mampu memahami hal-hal rohani, memiliki akal budi, perasaan dan kehendak, dan memiliki bagian dari keberadaannya yang akan terus berlanjut setelah kematian. Jikalau binatang peliharaan/hewan betul-betul memiliki "jiwa"atau bagian non-materi, maka itu berbeda dari apa yang dimiliki oleh manusia dan memiliki "kualitas" yang lebih rendah. Perbedaan ini berarti kemungkinan "jiwa" binatang peliharaan/hewan tidak berlanjut setelah kematian.
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam pertanyaan ini adalah bahwa Allah menciptakan hewan sebagai bagian dari proses penciptaan dalam Kejadian. Allah menciptakan hewan dan berkata bahwa itu baik (Kejadian 1:25). Karena itu tidak ada alasan mengapa nanti dalam bumi yang baru tidak akan ada binatang (Wahyu 21:1). Jelas sekali bahwa dalam kerajaan seribu tahun akan ada hewan (Yesaya 11:6; 65:25). Tidak mungkin bagi kita untuk mengatakan apakah beberapa dari hewan-hewan ini adalah binatang-binatang peliharaan yang kita miliki dalam dunia ini. Yang kita tahu adalah bahwa Allah itu adil dan bahwa ketika kita di surga kita akan sependapat dengan Dia dalam hal ini, apapun keputusan Tuhan.
Menurut Alkitab, baptisan Kristen adalah kesaksian dari apa yang terjadi di dalam kehidupan orang percaya. Baptisan Kristen melukikan identifikasi orang percaya dengan kematian Kristus, penguburanNya dan kebangkitanNya. Alkitab menyatakan, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru (Roma 6:3-4). Dalam baptisan Kristen, dimasukkan ke dalam air menggambarkan dikuburkan dengan Kristus. Keluar dari air menggambarkan kebangkitan Kristus.
Dalam baptisan Kristen ada dua persyaratan sebelum seseorang dibaptiskan: (1) orang yang dibaptis harus sudah percaya pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat, dan (2) orang itu harus mengerti apa makna dari baptisan. Jikalau seseorang mengenal Yesus sebagai Juruselamat, memahami bahwa baptisan Kristen adalah langkah ketaatan dalam memperkenalkan imannya kepada Kristus secara terbuka, dan ingin dibaptiskan, maka tidak ada alasan untuk menghalangi orang percaya tsb dari menerima baptisan. Menurut Alkitab, baptisan Kristen adalah langkah ketaatan, pernyataan iman seseorang secara terbuka bahwa dia percaya kepada Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Baptisan Kristen adalah sesuatu hal penting karena itu adalah langkah ketaatan, pernyataan iman kepada Kristus secara terbuka dan komitmen kepadaNya, dan menyamakan diri dengan kematian, penguburan dan kebangkitan Kristus.
Perpuluhan adalah isu yang digumuli oleh banyak orang Kristen. Di banyak gereja, perpuluhan terlalu ditekankan. Pada saat yang sama, banyak orang Kristen yang menolak untuk menaati pengajaran Alkitab sehubungan dengan memberi persembahan kepada Tuhan. Perpuluhan/persembahan seharusnya merupakan hal yang menggembirakan. Sayang sekali, hal itu jarang terjadi dalam gereja pada zaman sekarang.
Perpuluhan adalah konsep Perjanjian Lama. Perpuluhan adalah peraturan Hukum Taurat di mana setiap orang Israel memberi 10% dari segala yang mereka peroleh untuk Tabernakel/Bait Suci (Imamat 27:30; Bilangan 18:26; Ulangan 14:24; 2 Tawarikh 31:5). Sebagian orang menganggap perpuluhan dalam Perjanjian Lama sebagai pajak untuk mencukupi kebutuhan dari para imam dan orang-orang Lewi dalam sistim korban. Dalam Perjanjian Baru tidak ada perintah atau rekomendasi untuk orang-orang Kristen tunduk kepada sistim perpuluhan yang legalistik. Paulus menyatakan bahwa orang-orang percaya sepatutnya menyisihkan sebagian dari penghasilan mereka untuk mendukung gereja (1 Korintus 16:1-2).
Perjanjian Baru tidak menentukan persentase penghasilan yang harus disisihkan tapi hanya mengatakan, "sesuai dengan apa yang kamu peroleh" (1 Korintus 16:2). Gereja Kristen mengambil angka 10% dari Perjanjian Lama dan menerapkannya pada "rekomendasi minimum" untuk orang Kristen dalam memberi persembahan. Namun demikian orang Kristen tidak perlu merasa wajib untuk selalu memberi perpuluhan. Orang Kristen sepatutnya memberi sesuai dengan apa yang mereka mampu, "sesuai dengan apa yang kamu peroleh." Kadang-kadang ini berarti memberi lebih dari perpuluhan, kadang-kadang kurang dari perpuluhan. Setiap orang Kristen perlu berdoa dengan sungguh-sungguh dan meminta hikmat dari Tuhan mengenai memberi atau tidak memberi perpuluhan dan/atau berapa banyak yang dia berikan (Yakobus 1:5). Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita (2 Korintus 9:7).
Hal yang paling sulit dalam konsep Kristiani mengenai Tritunggal adalah tidak adanya penjelasan yang cukup untuk itu. Tritunggal adalah konsep yang tidak mungkin dapat dimengerti secara penuh oleh manusia apalagi untuk dijelaskan. Allah jauh lebih besar dan agung dari kita karena itu jangan berharap bahwa kita dapat memahami Dia secara penuh. Alkitab mengajarkan bahwa Bapa adalah Allah, Yesus adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah. Alkitab juga mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah. Meskipun kita memahami beberapa hal mengenai hubungan antar Pribadi dalam Tritunggal, pada akhirnya kita tetap tidak dapat mengerti secara keseluruhan. Namun demikian, tidak berarti bahwa Tritunggal tidak benar atau bukan berdasarkan ajaran Alkitab.
Ketika mempelajari topik ini kita perlu ingat bahwa kata "Tritunggal (Trinitas)" tidak digunakan dalam Alkitab. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan ketritunggalan Allah, yaitu Allah yang terdiri dari tiga Pribadi yang berada bersama dalam kekekalan. Haruslah dimengerti bahwa ini TIDAK berarti ada tiga Allah. Tritunggal berarti satu Allah yang terdiri dari tiga Pribadi. Tidak ada salahnya menggunakan istilah Tritunggal atau Trinitas walaupun istilah ini tidak ditemukan dalam Alkitab. Lebih gampang mengucapkan "Tritunggal" atau "Trinitas" daripada mengatakan "Allah yang Esa yang terdiri dari tiga Pribadi yang berada bersama dalam kekekalan." Jikalau Anda keberatan dengan ini, coba pertimbangkan: kata kakek juga tidak ada dalam Alkitab walaupun kita tahu bahwa dalam Alkitab ada banyak kakek. Abraham adalah kakek dari Yakub. Jadi jangan kandas pada istilah "Tritunggal" itu sendiri. Apa yang penting adalah bahwa konsep yang DIWAKILI oleh kata "Tritunggal" ada dalam Alkitab. Setelah pendahuluan ini, kita akan melihat ayat-ayat Alkitab yang mendiskusikan Tritunggal.
1) Allah itu Esa: Ulangan 6:4; 1 Korintus 8:4; Galatia 3:20; 1 Timotius 2:5
2) Tritunggal terdiri dari tiga Pribadi: Kejadian 1:1; 1:26; 3:22; 11:7; Yesaya 6:8; 48:16; 61:1; Matius 3:16-17; Matius 28:19; 2 Korintus 13:14. Untuk ayat-ayat dari Perjanjian Lama, pemahaman Bahasa Ibrani sangatlah menolong. Dalam Kejadian 1:1, kata "Elohim" adalah dalam bentuk jamak. Dalam Kejadian 1:26; 3:22; 11:7 dan Yesaya 6:8, kata jamak "kita" yang digunakan. Dalam Bahasa Inggris hanya ada dua bentuk kata, tunggal dan jamak. Dalam Bahasa Ibrani ada tiga macam bentuk kata: tunggal, dual dan jamak. Dual HANYA digunakan untuk dua. Dalam Bahasa Ibrani, bentuk dual digunakan untuk hal-hal yang berpasangan, seperti mata, telinga dan tangan. Kata "Elohim" dan kata ganti "kita" adalah dalam bentuk jamak- jelas lebih dari dua " dan menunjuk pada tiga atau lebih dari tiga (Bapa, Anak, Roh Kudus).
Dalam Yesaya 48:16 dan 61:1 sang Anak berbicara dan merujuk pada Bapa dan Roh Kudus. Bandingkan Yesaya 61:1 dengan Lukas 4:14-19 untuk melihat bahwa yang berbicara adalah Anak. Matius 3:16-17 menggambarkan peristiwa pembaptisan Yesus. Dalam peristiwa ini kelihatan bahwa Allah Roh Kudus turun ke atas Allah Anak sementara pada saat bersamaan Allah Bapa menyatakan bagaimana Dia berkenan dengan sang Anak. Matius 28:19 dan 2 Korintus 13:14 adalah contoh mengenai tiga Pribadi berbeda dalam Tritunggal.
3) Pribadi-Pribadi dalam Tritunggal dibedakan dari satu dengan yang lainnya dalam berbagai ayat. Dalam Perjanjian Lama, "TUHAN" berbeda dari "Tuhan" (Kejadian 19:24; Hosea 1:4). TUHAN memiliki "Anak" (Mazmur 2:7; 12; Amsal 30:2-4). Roh Kudus dibedakan dari "TUHAN" (Bilangan 27:18) dan dari "Allah" (Mazmur 51:12-14). Allah Anak dibedakan dari Allah Bapa (Mazmur 45:7-8; Ibrani 1:8-9). Dalam Perjanjian Baru, Yohanes 14:16-17, Yesus berbicara kepada Bapa tentang mengutus Sang Penolong, yaitu Roh Kudus. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus tidak memandang diriNya sebagai Bapa atau Roh Kudus. Perhatikan pula saat-saat lain dalam kitab-kitab Injil ketika Yesus berbicara kepada Bapa. Apakah Dia berbicara kepada diri sendiri? Tidak. Dia berbicara kepada Pribadi lainnya dalam Tritunggal, - Sang Bapa.
4) Setiap Pribadi dalam Tritunggal adalah Allah. Bapa adalah Allah: Yohanes 6:27; Roma 1:7; 1 Petrus 1:2. Anak adalah Allah: Yohanes 1:1, 14; Roma 9:5; Kolose 2:9; Ibrani 1:8; Yohanes 5:20. Roh Kudus adalah Allah: Kisah Rasul 5:3-4; 1 Korintus 3:16 (Yang mendiami adalah Roh Kudus " Roma 8:9; Yohanes 14:16-17; Kisah Rasul 2:1-4).
5) Subordinasi dalam Tritunggal: Alkitab memperlihatkan bahwa Roh Kudus tunduk (subordinasi) kepada Bapa dan Anak, dan Anak tunduk (subordinasi) kepada Bapa. Ini adalah relasi internal dan tidak mengurangi atau membatalkan keillahian dari setiap Pribadi dalam Tritunggal. Ini mungkin adalah bagian dari Allah yang tidak terbatas yang tidak dapat dimengerti oleh pikiran kita yang terbatas. Mengenai Anak, lihat Lukas 22:42; Yohanes 5:36; Yohanes 20:21; 1 Yohanes 4:14. Mengenai Roh Kudus lihat Yohanes 14:16; 14:26; 15:26; 16:7, dan khususnya Yohanes 16:13-14.
6) Pekerjaan dari setiap Pribadi dalam Tritunggal: Bapa adalah Sumber utama atau Penyebab utama dari a) alam semesta (1 Korintus 8:6; Yohanes 1:3; Kolose 1:16-17); b) pewahyuan illahi (Yohanes 1:1; Matius 11:27; Yohanes 16:12-15; Wahyu 1:1); c) keselamatan (Yohanes 3:16-17); dan d) pekerjaan Yesus sebagai manusia (Yohanes 5:17; 14:10). Bapa MEMULAI semua ini.
Anak adalah agen yang melaluiNya Bapa melakukan karya-karya sbb: 1) penciptaan dan memelihara alam semesta (1 Korintus 8:6; Yohanes 1:3; Kolose 1:16-17); 2) pewahyuan illahi (Yohanes 1:1; Matius 11:27; Yohanes 16:12-15; Wahyu 1:1); 3) keselamatan (2 Korintus 5:19; Matius 1:21; Yohanes 4:42). Bapa melakukan semua ini melalui Anak yang berfungsi sebagai Agen Allah.
Roh Kudus adalah alat yang dipakai Bapa untuk melakukan karya-karya berikut ini: 1) penciptaan dan memelihara alam semesta (Kejadian 1:2; Ayub 26:13; Mazmur 104:30); 2) pewahyuan illahi (Yohanes 16:12-15; Efesus 3:5; 2 Petrus 1:21); dan 3) keselamatan (Yohanes 3:6; Titus 3:5; 1 Petrus 1:2); dan pekerjaan-pekerjaan Yesus (Yesaya 61:1; Kisah Rasul 10:38). Bapa melakukan semua ini dengan kuasa Roh Kudus.
Tidak ada ilustrasi-ilustrasi yang sering dipakai yang dapat dengan akurat menjelaskan Tritunggal. Telur (atau apel) tidak tepat karena kulit telur, putih telur dan kuning telur, semua adalah bagian dari telur dan bukan secara sendirinya telur. Bapa, Anak dan Roh Kudus bukanlah bagian dari Allah namun setiap mereka adalah Allah. Ilustrasi yang menggunakan air sedikit lebih bagus dalam menjelaskan Tritunggal, namun tetap tidak cukup. Cairan, uap dan es adalah bentuk-bentuk dari air. Bapa, Anak dan Roh Kudus bukanlah bentuk-bentuk dari Allah, setiap Pribadi itu adalah Allah. Dengan demikian, walaupun ilustrasi-ilustrasi ini memberi gambaran mengenai Tritunggal, gambaran yang diberikan tidak selalu akurat. Allah yang tidak terbatas tidak dapat digambarkan secara penuh dengan ilustrasi yang terbatas. Daripada menfokuskan diri pada Tritunggal, cobalah fokuskan diri pada kebesaran Allah dan bahwa Dia jauh lebih agung dari kita. "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?" (Roma 11:33-34).
Bahasa lidah pertama kali terjadi pada Hari Pentakosta dalam Kisah Rasul 2:1-4. Para rasul keluar dan membagikan Injil dengan orang banyak dan berbicara kepada mereka dalam bahasa mereka masing-masing, "kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah!" (Kisah Rasul 2:11). Kata Bahasa Yunani yang dalam Bahasa Inggris diterjemahkan sebagai "lidah" secara harafiah berarti "bahasa" sebagaimana diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Karena itu, karunia berbahasa lidah adalah karunia untuk berbicara dalam bahasa yang si pembicara tidak kuasai supaya orang yang mengerti bahasa tsb dapat dilayani. Dalam 1 Korinuts 12-14 di mana Paulus mendiskusikan karunia-karunia yang ajaib, dia berkomentar bahwa "Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran?" Menurut Rasul Paulus, dan sesuai dengan bahasa lidah dalam kitab Kisah Rasul, bahasa lidah berguna bagi orang yang mendengar berita dari Tuhan dalam bahasa mereka sendiri, namun tidak ada artinya bagi orang lain, kecuali kalau dijelaskan/diterjemahkan.
Orang yang memiliki karunia untuk menafsirkan bahasa lidah (1 Korintus 12:30) dapat mengerti apa yang dikatakan orang dalam bahasa lidah sekalipun dia tidak mengerti bahasa itu sendiri. Penafsir bahasa lidah kemudian akan menjelaskan berita yang disampaikan dalam bahasa lidah itu kepada orang-orang lain sehingga semua orang bisa mengerti. "Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya" (1 Korintus 14:13). Konklusi Paulus mengenai bahasa lidah yang tidak ditafsirkan sangat kuat. "Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh" (1 Korintus 14:19).
Apakah karunia berbahasa lidah berlaku untuk zaman sekarang? 1 Korintus 13:8 mengatakan bahwa karunia bahasa lidah sudah berakhir, walaupun berakhirnya itu dihubungkan dengan datangnya "yang sempurna" dalam 1 Korintus 13:10. Sebagian orang melihat berkurangnya nubuat dan berhentinya bahasa lidah sebagai bukti bahwa bahasa lidah akan berakhir sebelum "yang sempurna" itu datang. Walaupun ini mungkin, namun hal ini tidak jelas dalam ayat ini. Sebagian orang menunjuk pada ayat-ayat seperti Yesaya 28:11 dan Yoel 2:28-29 sebagai bukti bahwa bahasa lidah adalah tanda dari datangnya penghakiman Tuhan. 1 Korintus 14:22 menjelaskan bahwa bahasa lidah adalah "tanda bagi yang tidak percaya." Menurut jalan pikiran ini, karunia bahasa lidah adalah peringatan bagi orang-orang Yahudi bahwa Allah akan menghakimi Israel karena penolakan mereka terhadap Mesias. Karena itu waktu Tuhan betul-betul menghakimi Israel (dengan hancurnya Yerusalem pada tahun 70 AD di tangan Roma), karunia bahasa lidah tidak lagi diperlukan. Walapun pandangan ini mungkin, terpenuhinya maksud utama dari bahasa lidah tidak berarti bahasa lidah harus berakhir. Alkitab tidak pernah secara konklusif menyatakan bahwa karunia berbahasa lidah telah berakhir.
Pada saat yang sama, kalau karunia bahasa lidah masih aktif dalam gereja zaman ini, karunia itu harus dilakukan sesuai dengan Kitab Suci. Bahasa lidah harusnya merupakan bahasa yang sebenarnya dan bisa dimengerti (1 Korintus 14:10). Bahasa lidah dimaksudkan untuk mengkomunikasikan Firman Tuhan dengan orang dari bahasa yang berbeda (Kisah Rasul 2:6-12). Bahasa lidah harus sesuai dengan perintah yang Tuhan berikan melalui Rasul Paulus, "Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya. Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah" (1 Korintus 14:27-28). Bahasa lidah juga harus tunduk kepada 1 Korintus 14:33, "Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera" (1 Korintus 14:33).
Sudah tentu Allah dapat memberi orang karunia berbahasa lidah untuk memampukan orang tsb berkomunikasi dengan orang yang berbahasa lain. Roh Kudus memiliki kedaulatan dalam membagikan karunia-karunia Roh (1 Korintus 12:11). Bayangkan saja bagaimana produktifnya para missionari kalau mereka tidak perlu ke sekolah bahasa dan dapat secara langsung berbicara kepada orang-orang dalam bahasa-bahasa mereka sendiri. Namun nampaknya Tuhan tidak bekerja seperti ini. Bahasa lidah tidak terjadi pada hari ini dengan cara yang sama dalam Perjanjian Baru sekalipun kalau terjadi itu akan sangat berguna. Kebanyakan orang-orang percaya yang mengaku berbahasa lidah tidak melakukannya sesuai dengan pengajaran Kitab Suci sebagaimana disebutkan di atas. Hal ini menghasilkan kesimpulan bahwa bahasa lidah sudah berakhir atau paling tidak jarang terjadi dalam gereja zaman sekarang.
Mereka yang percaya pada bahasa lidah sebagai "bahasa doa" untuk membangun diri sendiri mendapatkan pandangan itu dari 1 Korintus 14:4 dan/atau 14:28, "Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat" (1 Korintus 14:4). Dalam pasal 14, Paulus menekankan pentingnya bahasa lidah ditafsirkan (diterjemahkan), lihat 14:5-12. Apa yang Paulus katakan dalam ayat 4 adalah "Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat" (1 Korintus 14:4). Dalam Perjanjian Baru tidak diberikan instruksi untuk "berdoa dalam bahasa lidah." Perjanjian Baru sama sekali tidak memberikan instruksi yang spesifik mengenai "berdoa dalam bahasa lidah," atau secara khusus menggambarkan seseorang "berdoa dengan bahasa lidah." Selanjutnya jika "berdoa dalam bahasa lidah" adalah untuk membangun diri sendiri, bukankah itu tidak adil untuk mereka yang tidak punya karunia itu dan karenanya tidak dapat membangun diri mereka? 1 Korintus 12:29-30 jelas mengindikasikan bahwa tidak semua orang memiliki karunia berbahasa lidah.
Sama dengan berbagai percabulan seks sebelum menikah berulangkali dicela dalam Alkitab (Kisah Rasul 15:20; 1 Korintus 5:1; 6:13; 18; 7:2; 10:8, 2 Korintus 12:21; Galatia 5:19; Efesus 5:3; Kolose 3:5; 1 Tesalonika 4:3; Yudas 7). Alkitab mendorong untuk tidak berhubungan seks sebelum menikah. Seks sebelum menikah sama salahnya dengan perzinahan dan bentuk-bentuk percabulan lainnya karena semua itu bersangkut paut dengan berhubungans seks bukan dengan orang yang dinikahi. Seks antara suami dan istri adalah satu-satunya bentuk hubungan seks yang Tuhan restui (Ibrani 13:4).
Seks sebelum menikah menjadi begitu umum karena berbagai sebab. Terlalu sering kita memusatkan perhatian pada aspek "rekreasi" dari seks tanpa memperhatikan aspek "re-kreasi" dari seks. Benar, seks itu menyenangkan. Allah mendesain seks untuk itu. Dia menghendaki laki-laki dan perempuan menikmati aktifitas seksual (dalam lingkup pernikahan). Namun demikian, tujuan utama dari seks bukanlah kesenangan, namun reproduksi. Allah melarang hubungan seks sebelum pernikahan bukan dengan maksud supaya kita tidak mendapat kesenangan, tapi untuk melindungi kita dari kehamilan yang tidak dikehendaki dan anak-anak yang lahir pada orangtua yang menolak mereka atau tidak siap untuk punya anak. Bayang, betapa dunia kita akan menjadi lebih baik jikalau model seks dari Allah diikuti: penyakit kelamin akan berkurang, ibu yang tidak menikah akan berkurang, aborsi akan berkurang, dll. Tidak berhubungan seks sebelum menikah adalah satu-satunya jalan Tuhan. Abstinensi (tidak berhubungan seks sebelum menikah) menyelamatkan nyawa, melindungi para bayi, memberi hubungan seks nilai yang sebenarnya, dan yang paling penting: menghormati Tuhan.
1 Petrus 3:18-19 memaparkan, "Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara."
Frasa "menurut Roh" dalam ayat 18 memiliki konstruksi yang persis sama dengan frasa "dalam keadaannya sebagai manusia." Karena itu nampaknya paling tepat kalau menempatkan kata "roh" dalam lingkup yang sama dengan kata "manusia (daging)." Roh dan daging adalah tubuh dan Roh Kristus. Kata "dibangkitkan menurut Roh" menunjuk pada fakta bahwa karena Dia menanggung dosa kita dan mati maka rohnya sebagai manusia terpisah dari Bapa (Matius 27:46). Kontrasnya adalah antara daging dan roh, sebagaimana dalam Matius 27:41 dan Roma 1:3-4, dan bukan antara tubuh Kristus dan Roh Kudus. Ketika Kristus telah selesai menebus dosa, rohNya kembali kepada persekutuan yang tadinya terputus itu.
1 Petrus 3:18-22 menggambarkan pentingnya kaitan antara penderitaan Kristus (ayat 18) dan kemuliaanNya (ayat 22). Hanya Petrus yang memberi informasi yang spesifik mengenai apa yang terjadi di antara kedua peristiwa itu. Kata "memberitakan" dalam ayat 19 bukan kata yang biasa dipakai dalam Perjanjian Baru untuk menjelaskan pemberitaan Injil. Secara harafiah kata tsb, berarti membawa berita. Yesus menderita dan mati di salib, tubuhNya menderita kematian, dan rohNya mati ketika Dia dibuat menjadi dosa. Namun rohNya dihidupkan kembali dan Dia serahkan itu kepada sang Bapa. Menurut Petrus, dalam saat-saat antara kematian dan kebangkitanNya, Yesus melakukan pemberitaan khusus kepada "roh-roh yang di dalam penjara."
Dalam merujuk pada orang, Petrus menggunakan istilah "jiwa" dan bukannya "roh" (3:200. Dalam Perjanjian Baru, kata "roh-roh" digunakan untuk menggambarkan para malaikat atau roh-roh jahat, bukan manusia; dan ayat 22 kelihatannya memiliki makna ini. Dalam Alkitab, Yesus tidak pernah dikatakan berkunjung ke neraka. Kata "Hades" menunjuk kepada alam maut, sebuah tempat sementara untuk menantikan kebangkitan. Wahyu 20:11-13, dalam versi Alkitab New American Standard Bible (NASB) dan New International Version (NIV), membedakan keduanya dengan jelas. Neraka adalah tempat yang permanen dan merupakan tempat di mana orang-orang yang tidak percaya dihakimi. Hades adalah tempat yang sementara.
Tuhan kita menyerahkan nyawanya kepada Bapa, mati, dan suatu ketika, di antara kematian dan kebangkitanNya, mengunjungi dunia orang mati di mana Dia membawa berita kepada roh-roh (kemungkinan para malaikat yang jatuh; lihat Yudas 6) yang entah bagaimana ada hubungannya dengan zaman sebelum banjir di zaman Nuh. Ayat 20 menyatakan hal ini dengan jelas. Petrus tidak mengatakan apa yang Yesus beritakan kepada roh-roh yang dipenjarakan ini, tapi jelas bukan berita penebusan karena malaikat tidak diselamatkan (Ibrani 2:16). Kemungkinan ini adalah pernyataan kemenangan atas Iblis dan pengikut-pengikutnya (1 Petrus 3:22; Kolose 2:15). Efesus 4:8-10 juga mengindikasikan bahwa Yesus pergi ke "Firdaus" (Lukas 16:20; 23:43) dan membawa ke surga mereka yang percaya kepadaNya sebelum Dia mati. Bagian Alkitab ini tidak memberi banyak detil mengenai apa yang terjadi, namun kebanyakan para sarjana Alkitab sepakat bahwa inilah artinya "Ia membawa tawanan-tawanan."
Jadi, yang dapat dikatakan adalah bahwa Alkitab tidak memberitahukan dengan jelas apa yang Yesus lakukan dalam tiga hari antara kematian dan kebangkitanNya. KelihatanNya, Dia memberitakan berita kemenangan kepada para malaikat yang jatuh dan/atau mereka yang tidak percaya. Apa yang kita tahu dengan pasti adalah bahwa Yesus tidak memberi kesempatan kedua untuk diselamatkan. Alkitab memberitahukan kita bahwa setelah mati kita dihakimi (Ibrani 9:27) dan bukan mendapat kesempatan kedua. Tidak ada jawaban yang jelas apa yang Yesus lakukan di antara saat kematian dan kebangkitanNya. Barangkali ini adalah salah satu misteri yang kita baru dapat mengerti saat kita masuk ke dalam kemuliaan.
Judi dapat didefinisikan sebagai "mempertaruhkan uang dalam usaha untuk melipatgandakan uang tsb untuk sesuatu yang kemungkinannya kecil." Alkitab tidak secara khusus mencela perjudian, pertaruhan atau lotto. Namun Alkitab memperingatkan kita untuk menjauhkan diri dari cinta uang (1 Timotius 6:10; Ibrani 13:5). Alkitab juga menasehati kita untuk menjauhkan diri dari usaha "mendapat kekayaan dengan cepat" (Amsal 13:11; 23:5; Pengkhotbah 5:10). Judi jelas sekali berfokus pada cinta uang dan menggoda orang dengan janji untuk mendapatkan kekayaan secara cepat dan mudah.
Apa masalahnya dengan judi? Judi adalah isu yang sulit karena kalau dilakukan dengan tidak berlebihan dan hanya sesekali, itu adalah menghamburkan uang, namun tidak berarti itu adalah sesuatu yang "jahat." Orang menghamburkan uang dalam berbagai macam aktifitas. Judi tidak menghamburkan lebih banyak atau lebih sedikit uang dibanding dengan menonton film (dalam banyak hal), makan makanan yang mewah/mahal, membeli barang yang tidak perlu. Namun demikian, fakta bahwa uang juga dihamburkan dalam hal-hal lain tidak lalu membenarkan judi. Uang tidak seharusnya dihambur-hamburkan. Uang yang lebih seharusnya ditabung untuk supaya nanti dapat diberikan untuk pekerjaan Tuhan, bukan untuk dihabiskan dengan berjudi.
Judi dalam Alkitab: Walaupun Alkitab tidak secara eksplisit mencantumkan judi, Alkitab ada menyebut permainan "untung-untungan." Contohnya, melempar undi digunakan dalam Imamat untuk memilih antara domba yang akan dikorbankan dan domba yang akan dilepaskan. Yosua membuang undi untuk membagi tanah kepada berbagai suku. Nehemia membuang undi untuk menentukan siapa yang akan tinggal di Yerusalem dan siapa yang tidak. Para rasul membuang undi untuk menentukan pengganti Yudas. Amsal 16:33 mengatakan, "Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN." Dalam Alkitab judi atau "untung-untungan" tidak pernah digunakan sebagai hiburan atau sebagai kebiasaan yang pantas bagi para pengikut Tuhan.
Kasino dan lotto: Kasino menggunakan segala bentuk pemasaran untuk menarik penjudi mempertaruh uang sebanyak mungkin. Mereka sering menawarkan minuman keras secara murah atau bahkan tanpa bayar, yang mengakibatkan kemabukan dan menurunnya kemampuan untuk membuat keputusan secara bijaksana. Segala sesuatu dalam kasino ditata sedemikian rupa untuk mendapatkan uang dalam jumlah besar dan tidak mengembalikan apa-apa, kecuali kesenangan yang singkat dan kosong. Lotto berusaha melukiskan dirinya sebagai cara untuk mendanai pendidikan dan/atau program-program sosial. Namun demikian studi memperlihatkan bahwa orang yang bermain lotto biasanya adalah orang-orang yang justru tidak mampu untuk mengeluarkan uang untuk memasang lotto. Bagi mereka yang sudah kehabisan akal, daya tarik untuk "cepat kaya" sering merupakan godaan yang terlalu sulit untuk ditahan. Kesempatan untuk menang begitu kecilnya sehingga akibatnya banyak yang hidupnya dihancurkan.
Mengapa keuntungan dari lotto tidak menyenangkan Tuhan? Banyak orang mengklaim bahwa mereka pasang lotto atau berjudi supaya mereka dapat memberi uang kepada gereja atau untuk pekerjaan amal lainnya. Walaupun ini adalah motif yang baik, kenyataannya hanya sedikit yang menggunakan keuntungan dari judi untuk maksud-maksud rohani. Studi memperlihatkan bahwa mayoritas dari mereka yang menang lotto justru berada dalam situasi keuangan yang lebih parah beberapa tahun setelah menang jackpot dibanding sebelumnya. Hanya sedikit, kalaupun ada, yang memberi untuk pekerjaan amal. Lebih dari itu, Allah tidak membutuhkan uang kita untuk mendanai pekerjaanNya dalam dunia ini. Amsal 13:11 mengatakan, "Harta yang cepat diperoleh akan berkurang, tetapi siapa mengumpulkan sedikit demi sedikit, menjadi kaya." Allah berdaulat dan akan menyediakan segala kebutuhan gereja melalui cara-cara yang jujur. Apakah Tuhan akan dipermuliakan melalui uang hasil penjualan narkoba, atau uang yang dirampok dari bank? Demikian pula Tuhan tidak menghendaki uang yang "dicuri" dari orang-orang miskin melalui godaan untuk cepat kaya.
1 Timotius 6:10 memberitahu kita "karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." Ibrani 13:5 menyerukan, "Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."" Matius 6:24 mengatakan, "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
Beberapa ayat Alkitab menasihati orang untuk menghindar dari alkohol (Imamat 10:9; Bilangan 6:3; Ulangan 14:26; 29:6; Hakim-Hakim 13:4,7,14; 1 Samuel 1:15; Amsal 20:1;31:4,6; Yesaya 5:11,22; 24:9; 28:7; 29:9; 56:12; Mikha 2:11; Lukas 1:15). Namun demikian, Alkitab tidak melarang orang Kristen dari minum bir, anggur atau minuman lain yang beralkohol. Orang Kristen diperintahkan untuk menjauhkan diri dari kemabukan (Efesus 5:18). Alkitab mengecam kemabukan dan akibatnya (Amsal 23:29-35). Orang Kristen juga diperintahkan untuk tidak membiarkan tubuh mereka "diperbudak" oleh apapun (1 Korintus 6:12; 2 Petrus 2:19). Alkitab juga melarang seorang Kristen dari melakukan apapun yang dapat menyinggung orang atau yang dapat membuat orang jatuh dalam dosa (1 Korintus 8:9-13). Dalam terang dari prinsip-prinsip ini, sulit sekali bagi orang Kristen untuk mengatakan bahwa dengan minum alkohol mereka memuliakan Tuhan (1 Korintus 10:31).
Yesus mengubah air menjadi anggur. Bahkan nampaknya kadang-kadang Yesus minum anggur (Yohanes 2:1-11; Matius 26:29). Dalam masa Perjanjian Baru air tidak selalu bersih. Tanpa usaha sanitasi modern, air dipenuhi dengan bakteri, virus dan segala macam kontaminasi lainnya. Hal yang sama juga terjadi di banyak dunia ketiga pada zaman sekarang ini. Akibatnya orang minum anggur (atau jus buah anggur) karena kecil kemungkinan untuk minuman itu terkontaminasi. Dalam 1 Timotius 5:23 Paulus menasehati Timotius untuk berhenti minum air (yang barangkali menyebabkan dia sakit perut) dan minum anggur. Di dalam Alkitab, kata bahasa Yunani untuk anggur adalah kata yang umum dipakai sehari-hari. Pada waktu itu minuman anggur difermentasikan tapi tidak sampai ke taraf seperti yang dilakukan saat ini. Tidak benar kalau dikatakan minuman anggur pada zaman itu sama dengan jus anggur sekarang, namun juga tidak benar kalau dikatakan bahwa minuman anggur dalam Alkitab sama dengan minuman anggur sekarang. Sekali lagi Alkitab tidak melarang orang Kristen untuk minum bir, anggur atau minuman lain yang mengandung alkohol. Alkohol itu sendiri tidak dinodai oleh dosa. Yang orang Kristen harus hindari adalah kemabukan dan kecanduan alkohol (Efesus 5:18; 1 Korintus 6:12). Namun demikian, ada prinsip-prinsip Alkitab yang membuat sulit untuk meyakinkan bahwa orang Kristen yang minum Alkohol dalam jumlah apapun dapat menyenangkan Tuhan.
Pertama-tama, apapun pandangan mengenai perceraian, adalah penting untuk mengingat kata-kata Alkitab dalam Maleakhi 2:16a: "Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel." Menurut Alkitab, kehendak Allah adalah pernikahan sebagai komimen seumur hidup. "Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Matius 19:6). Meskipun demikian, Allah menyadari bahwa karena pernikahan melibatkan dua manusia yang berdosa, perceraian akan terjadi. Dalam Perjanjian Lama Tuhan menetapkan beberapa hukum untuk melindungi hak-hak dari orang yang bercerai, khususnya wanita (Ulangan 24:1-4). Yesus menunjukkan bahwa hukum-hukum ini diberikan karena ketegaran hati manusia, bukan karena rencana Tuhan (Matius 19:8).
Kontroversi mengenai apakah perceraian dan pernikahan kembali diizinkan oleh Alkitab berkisar pada kata-kata Yesus dalam Matius 5:32 dan 19:9. Frasa "kecuali karena zinah" adalah satu-satunya alasan dalam Alkitab di mana Tuhan memberikan izin untuk perceraian dan pernikahan kembali. Banyak penafsir Alkitab yang memahami "klausa pengecualian" ini sebagai merujuk pada "perzinahan" yang terjadi pada masa "pertunangan." Dalam tradisi Yahudi, laki-laki dan perempuan dianggap sudah menikah walaupun mereka masih "bertunangan." Percabulan dalam masa "pertunangan" ini dapat merupakan satu-satunya alasan untuk bercerai.
Namun demikian, kata Bahasa Yunani yang diterjemahkan "perzinahan" bisa berarti bermacam bentuk percabulan. Kata ini bisa berarti perzinahan, pelacuran dan penyelewengan seks, dll. Yesus mungkin mengatakan bahwa perceraian diperbolehkan kalau terjadi perzinahan. Hubungan seksual adalah merupakan bagian integral dari ikatan penikahan, "keduanya menjadi satu daging" (Kejadian 2:24; Matius 19:5; Efesus 5:31). Oleh sebab itu, memutuskan ikatan itu melalui hubungan seks di luar pernikahan dapat menjadi alasan untuk bercerai. Jika demikian, dalam ayat ini, Yesus juga memikirkan tentang pernikahan kembali. Frasa "kawin dengan perempuan lain" (Matius 19:9) mengindikasikan bahwa perceraian dan pernikahan kembali diizinkan dalam kerangka klausa pengecualian, bagaimanapun itu ditafsirkan. Penting untuk diperhatikan bahwa hanya pasangan yang tidak bersalah yang diizinkan untuk menikah kembali. Meskipun tidak disebutkan dalam ayat tsb, izin untuk menikah kembali setelah perceraian adalah kemurahan Tuhan kepada pasangan yang tidak bersalah, bukan kepada pasangan yang berbuat zinah. Mungkin saja ada contoh-contoh di mana "pihak yang bersalah" diizinkan untuk menikah kembali, namun konsep tsb tidak ditemukan dalam ayat ini.
Sebagian orang memahami 1 Korintus 7:15 sebagai "pengecualian" lainnya, di mana pernikahan kembali diizinkan jikalau pasangan yang belum percaya menceraikan pasangan yang percaya. Namun demikian, konteks ayat ini tidak menyinggung soal pernikahan kembali dan hanya mengatakan bahwa orang percaya tidak terikat dalam pernikahan kalau pasangan yang belum percaya mau bercerai. Orang-orang lainnya mengklaim bahwa perlakuan sewenang-wenang (terhadap pasangan yang satu atau terhadap anak) adalah alasan yang sah untuk bercerai sekalipun Alkitab tidak mencantumkan hal itu. Walaupun ini mungkin saja, namun tidaklah pantas untuk menebak Firman Tuhan.
Kadang-kadang hal yang dilupakan dalam perdebatan mengenai klausa pengecualian adalah kenyataan bahwa apapun jenis penyelewengan dalam pernikahan, itu hanyalah merupakan izin untuk bercerai dan bukan keharusan untuk bercerai. Bahkan ketika terjadi perzinahan, dengan anugrah Tuhan, pasangan yang satu dapat mengampuni dan membangun kembali pernikahan mereka. Tuhan telah terlebih dahulu mengampuni banyak dosa-dosa kita. Kita tentu dapat mengikuti teladanNya dan mengampuni dosa perzinahan (Efesus 4:32). Namun, dalam banyak kasus, pasangan yang bersalah tidak bertobat dan terus hidup dalam percabulan. Di sinilah kemungkinanan Matius 19:9 dapat diterapkan. Demikian pula banyak yang terlalu cepat menikah kembali setelah bercerai padahal Tuhan mungkin menghendaki mereka untuk tetap melajang. Kadang-kadang Tuhan memanggil orang untuk melajang supaya perhatian mereka tidak terbagi-bagi (1 Korintus 7:32-35). Menikah kembali setelah bercerai mungkin merupakan pilihan dalam keadaan-keadaan tertentu, namun tidak selalu merupakan satu-satunya pilihan.
Adalah menyedihkan bahwa tingkat perceraian di kalangan orang-orang yang mengaku Kristen hampir sama tingginya dengan orang-orang yang tidak percaya. Alkitab sangat jelas bahwa Allah membenci perceraian (Maleakhi 2:16) dan bahwa pengampunan dan rekonsiliasi seharusnya menjadi tanda-tanda kehidupan orang percaya (Lukas 11:4; Efesus 4:32). Tuhan mengetahui bahwa perceraian dapat terjadi, bahkan di antara anak-anakNya. Orang percaya yang bercerai dan/atau menikah kembali jangan merasa kurang dikasihi oleh Tuhan bahkan sekalipun perceraian dan pernikahan kembali tidak tercakup dalam kemungkinan klausa pengecualian dari Matius 19:9. Tuhan sering kali menggunakan bahwa ketidaktaatan orang-orang Kristen untuk mencapai hal-hal yang baik.
Alkitab tidak secara khusus mengatakan siapakah istri Kain. Satu-satunya kemungkinan adalah bahwa istri Kain adalah saudaranya sendiri atau keponakan perempuannya. Alkitab tidak mengatakan berapa umur Kain saat dia membunuh Habel (Kejadian 4:8). Karena keduanya adalah petani, mungkin sekali keduanya sudah dewasa, dan mungkin masing-masing telah berkeluarga. Pada waktu Habel dibunuh, Adam dan Hawa pasti punya anak-anak lain selain dari Kain dan Habel, dan jelas sekali mereka punya lebih banyak lagi anak di kemudian hari (Kejadian 5:4). Fakta bahwa Kain ketakutan setelah dia membunuh Habel (Kejadian 4:14) mengindikasikan bahwa mungkin sekali pada waktu itu ada banyak anak, dan mungkin cucu dan cicit dari Adam dan Hawa. Istri Kain (Kejadian 4:17) adalah anak atau cucu dari Adam dan Hawa.
Karena Adam dan Hawa adalah manusia-manusia pertama (dan satu-satunya), anak-anak mereka tidak punya pilihan selain selain saling menikahi. Allah tidak melarang pernikahan antar anggota keluarga sampai lama kemudian, ketika sudah cukup banyak manusia sehingga pernikahan antar anggota keluarga tidak diperlukan lagi (Imamat 18:6-18). Inses (pernikahan antar saudara) sering mengakibatkan kelainan genetika pada anak-anak karena ketika dua orang dengan gen yang sama (saudara laki-laki dan saudara perempuan) menikah, karena gen mereka sendiri sudah memiliki cacat yang sama, anak-anak merekapun akan mengalami kelainan genetika. Ketika orang berasal dari keluarga yang berbeda, sangat kecil kemungkinan bahwa kedua orangtua akan punya cacat genetika yang sama. Setelah berabad-abad, kode genetika manusia makin lama makin "terpolusi" seiring dengan berlipat gandanya cacat genetika yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Adam dan Hawa tidak memiliki cacat genetika sehingga memungkinkan mereka dan beberapa generasi mula-mula untuk memiliki kualitas kesehatan yang jauh melebihi apa yang sekarang kita miliki. Anak-anak Adam dan Hawa hanya memiliki sedikit, kalaupun ada, cacat genetika. Karena itu mereka bisa menikahi anggota keluarga dengan aman. Kelihatannya aneh, bahkan menjijikkan saat memikirkan bahwa istri Kain adalah saudara perempuannya sendiri. Pada awalnya, ketika Tuhan baru menciptakan seorang pria dan seorang wanita, generasi yang kedua tidak punya pilihan selain saling menikahi anggota keluarga.
Topik mengenai dinosaurus dalam Alkitab adalah bagian dari perdebatan dalam masyarakat Kristen mengenai umur bumi, cara yang benar untuk menafsirkan kitab Kejadian dan bagaimana menafsirkan bukti-bukti fisik yang kita temukan disekeliling kita. Mereka yang percaya pada umur bumi yang lebih tua cenderung beranggapan bahwa Alkitab tidak mencantumkan dinosaurus karena, menurut paradigma mereka, dinosaurus sudah punah jutaan tahun sebelum manusia pertama melangkahkan kaki di bumi. Orang-orang yang menulis Alkitab tidak mungkin melihat dinosaurus hidup.
Mereka yang percaya pada umur bumi yang lebih muda cenderung mengatakan bahwa Alkitab mencantumkan dinosaurus walaupun tidak pernah menggunakan kata dinosaurus. Alkitab menggunakan istilah bahasa Ibrani tanniyn. Dalam Alkitab Bahasa Inggris, tanniyn diterjemahkan dalam berbagai arti; kadang-kadang sebagai "monster laut," kadang sebagai "ular." Yang paling sering adalah diterjemahkan sebagai "naga." Tanniyn nampaknya adalah semacam reptil raksasa. Makhluk-makhluk ini dicatat hampir tiga puluh kali dalam Perjanjian Lama dan hidup di darat dan di air.
Selain lebih tiga puluh kali mencatat secara umum mengenai makhluk raksasa ini di seluruh Perjanjian Lama, Alkitab juga menyebut beberapa macam makhluk yang, menilik dari cara Alkitab menyebutnya, beberapa sarjana percaya bahwa para penulis Alkitab ini mungkin menggambarkan dinosaurus. Behemoth dikatakan adalah yang paling perkasa dari segala ciptaan Allah, makhluk raksasa yang ekornya bagaikan pohon aras (Ayub 40:15ff). Beberapa sarjana mencoba mengidentifikasikan Behemoth sebagai gajah atau kuda nil. Yang lainnya menunjuk bahwa gajah dan kuda nil memiliki ekor yang sangat tipis dan tidak dapat dibandingkan dengan pohon aras. Dinosaurus seperti Brachiosaurus dan Diplodocus memiliki ekor yang besar yang dapat dengan gampang dibandingkan dengan pohon aras.
Hampir semua peradaban kuno memiliki semacam lukisan yang menggambarkan hewan reptil raksasa. Petroglif, artefak, bahwa patung-patung kecil yang ditemukan di Amerika Utara memiliki kemiripan dengan gambaran modern mengenai dinosaurus. Lukisan di dinding batu di Amerika Selatan menggambarkan orang yang menunggangi makhluk yang mirip dengan Diplodocus dan juga melukiskan gambar dari makhluk-makhluk yang mirip sekali dengan Triceratop, Pterodactyl dan Tyrannosaurus Rex. Mosaik dari Roma, tembikar dari Maya dan tembok-tembok kota Babel menjadi saksi dari ketakjuban manusia terhadap makhluk-makhluk ini, ketakjuban yang melampaui batasan geografi dan budaya. Fakta-fakta dalam cerita seperti Il Milione oleh Marco Polo bercampur dengan kisah fantasi mengenai makhluk-makhluk raksasa yang menjaga harta karun. Penglihatan-penglihatan zaman modern terus berlanjut sekalipun biasanya disambut dengan ketidakpercayaan.
Selain sejumlah besar bukti-bukti historis dan antropis (budaya) bahwa manusia dan dinosaurus berada secara bersama, ada pula bukti-bukti fisik lainnya, seperti fosil jejak kaki manusia dan dinosaurus yang ditemukan pada tempat yang sama di Amerika Utara dan Asia Tengah bagian Barat.
Jadi, adakah dinosaurus dalam Alkitab? Soal ini masih jauh dari selesai. Hal ini tergantung pada bagaimana Anda menafsirkan bukti-bukti yang ada dan bagaimana Anda memandang dunia ini. Di GotQuestions.org kami percaya pada penafsiran bahwa umur bumi yang muda dan bahwa dinosaurus dan manusia eksis secara bersamaan. Kami percaya bahwa dinosaurus mati beberapa saat setelah air bah karena kombinasi dari perubahan lingkungan secara dramatis dan karena mereka habis-habisan diburu oleh manusia sampai punah.
Alkitab secara konsisten memberitahu kita bahwa perbuatan homoseksualitas adalah dosa (Kejadian 19:1-13; Imamat 18:22; Roma 1:26-27; 1 Korintus 6:9). Roma 1:26-27 secara khusus mengajarkan bahwa homoseksualitas adalah akibat dari penyangkalan dan penolakan terhadap Allah. Ketika seseorang terus di dalam dosa dan ketidakpercayaan, Alkitab mengatakan bahwa Allah "menyerahkan mereka" kepada hawa nafsu dan menjadi lebih jahat dan berdosa untuk menunjukkan kepada mereka kesia-siaan dari hidup yang terpisah dari Allah. 1 Korintus 6:9 mengatakan bahwa "pelaku-pelaku" homoseksualitas tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.
Allah tidak menciptakan seseorang dengan keinginan homoseks. Alkitab memberitahu kita bahwa seseorang menjadi homoseks karena dosa (Roma 1:24-27) dan pada akhirnya karena pilihan mereka sendiri. Seseorang mungkin dilahirkan dengan kecenderungan terhadap homoseksualitas, sama seperti orang dapat dilahirkan dengan kecenderungan kepada kekerasan dan dosa-dosa lainnya. Ini bukan merupakan dalih untuk hidup dalam dosa dengan mengikuti keinginan dosa mereka. Kalau seseorang lahir dengan kecenderungan untuk marah, apakah itu berarti ketika dia marah-marah lalu dianggap benar? Tentu tidak. Demikian pula dengan homoseksualitas.
Namun demikian Alkitab tidak menggambarkan homoseksualitas sebagai dosa yang "lebih besar" dibanding dosa-dosa lainnya. Semua dosa tidak menyenangkan Tuhan. Homoseksualitas hanyalah salah satu dari sekian banyak hal yang dicantumkan dalam 1 Korintus 6:9-10 yang menghalangi seseorang dari Kerajaan Allah. Menurut Alkitab, pengampunan Allah tersedia bagi kaum homoseks, sama seperti bagi orang yang berzinah, penyembah berhala, pembunuh, pencuri, dll. Allah juga menjanjuikan kekuatan untuk menang terhadap dosa, termasuk homoseksualitas, kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus untuk keselamatan mereka (1 Korintus 6:11; 2 Korintus 5:17).
Alkitab tidak pernah secara khusus mencantumkan masturbasi atau menyatakan apakah masturbasi berdosa atau tidak. Fakta bahwa Alkitab tidak berbicara apa-apa mengenai masturbasi tidak berarti bahwa masturbasi diperbolehkan. Alkitab bahkan mengajar kita untuk menghindari percabulan (Efesus 5:3). Saya tidak bisa melihat bagaimana masturbasi dapat lolos dari ujian ini. Kadang cara yang baik untuk menguji apakah sesuatu merupakan dosa atau tidak adalah apakah Anda akan bangga dan menceritakan apa yang Anda lakukan pada orang-orang lain. Jikalau itu adalah sesuatu yang Anda akan rasa malu saat orang lain mengetahuinya, besar kemungkinan itu adalah dosa. Cara lain yang bagus untuk mengujinya adalah melihat apakah Anda bisa dengan hati nurani yang tulus minta Tuhan memberkati dan menggunakan apa yang Anda lakukan itu bagi rencanaNya yang baik. Saya rasa masturbasi tidak memenuhi syarat sebagai sesuatu yang dapat kita "banggakan" atau yang bisa kita syukuri.
Alkitab mengajarkan kita, "Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah" (1 Korintus 10:31). Jikalau ada keraguan apakah itu menyenangkan Tuhan atau tidak, lebih baik tidak melakukannya. Soal masturbasi, jelas ada keragu-raguan. "Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa" (Roma 14:23). Saya tidak bisa melihat bagaimana menurut Alkitab masturbasi dapat dikatakan memuliakan Tuhan. Lebih dari itu, kita perlu mengingat bahwa tubuh kita, sebagaimana jiwa kita, telah ditebus dan menjadi milik Tuhan. "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20). Kebenaran agung ini seharusnya mempengaruhi apa yang kita lakukan dan bagaimana kita menggunakan tubuh kita. Jadi, berdasarkan prinsip-prinsip ini, saya dengan yakin mengatakan bahwa menurut Alkitab masturbasi adalah dosa. Saya tidak percaya bahwa masturbasi menyenangkan Tuhan, menghindari percabulan, atau lulus dari ujian bahwa tubuh kita adalah milik Tuhan.