Banyak orang yang memandang gereja sebagai gedung. Ini bukanlah pengertian Alkitab mengenai gereja. Kata gereja berasal dari kata bahasa Yunani "Ekklesia" yang didefinisikan sebagai "perkumpulan" atau "orang-orang yang dipanggil keluar." Akar kata dari "gereja" bukan berhubungan dengan gedung, namun dengan orang. Adalah ironis bahwa saat Anda bertanya kepada orang mereka pergi ke gereja apa, biasanya mereka akan mengatakan Baptis, Metodis, atau denominasi lainnya. Banyak kali mereka menunjuk pada denominasi atau pada bangunan. Baca Roma 16:5: "Salam juga kepada jemaat di rumah mereka..." Paulus menunjuk pada gereja di rumah mereka, bukan pada gedung gereja, namun kumpulan orang-orang percaya.
Gereja adalah Tubuh Kristus. Efesus 1:22-23 mengatakan, "Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu." Tubuh Kristus terdiri dari semua orang percaya mulai dari saat Pentakosta sampai saat Pengangkatan. Tubuh Kristus terdiri dari dua aspek:
(1) Gereja universal/sedunia yaitu gereja yang terdiri dari semua orang yang memiliki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. 1 Korintus 12:13-14 mengatakan "Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota." Kita melihat bahwa siapapun yang percaya adalah bagian dari tubuh Kristus. Gereja Tuhan yang sebenarnya bukanlah bangunan gereja atau denominasi tertentu. Gereja Tuhan yang universal/sedunia adalah semua orang yang telah menerima keselamatan melalui beriman di dalam Yesus Kristus.
(2) Gereja lokal digambarkan dalam Galatia 1:1-2, "Dari Paulus, seorang rasul, ... dan dari semua saudara yang ada bersama-sama dengan aku, kepada jemaat-jemaat di Galatia." Di sini kita melihat bahwa di propinsi Galatia ada banyak gereja " apa yang kita sebut sebagai gereja lokal. Gereja Baptis, gereja Lutheran, gereja Katolik, dll bukanlah Gereja sebagaimana gereja universal, namun adalah gereja lokal. Gereja universal/sedunia terdiri dari mereka-mereka yang telah percaya pada Yesus untuk keselamatan mereka. Anggota-anggota gereja universal/sedunia ini sepatutnya mencari persekutuan dan pembinaan dalam gereja lokal.
Secara ringkas, gereja bukanlah bangunan atau denominasi. Menurut Alkitab, gereja adalah Tubuh Kristus " setiap mereka yang telah menempatkan iman mereka pada Yesus Kristus untuk keselamatan (Yohanes 3:16; 1 Korintus 12:13). Dalam gereja-gereja lokal terdapat anggota-anggota dari gereja universal/sedunia (Tubuh Kristus).
Kisah Rasul 2:42 dapat dianggap sebagai pernyataan tujuan gereja, "Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." Dengan demikian, menurut Kitab Suci, tujuan/kegiatan gereja adalah: (1) mengajarkan pengajaran-pengajaran yang Alkitabiah, (2) menyediakan tempat bagi orang-orang percaya untuk bersekutu, (3) menjalankan Perjamuan Kudus, dan (4) berdoa.
Gereja perlu mengajarkan dasar-dasar pengajaran dari Alkitab supaya iman kita memiliki dasar yang kokoh. Efesus 4:14 memberitahu kita, "Sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan." Gereja adalah tempat untuk bersekutu, tempat di mana orang Kristen dapat mengasihi dan menghormati satu dengan yang lain (Roma 12:10), saling menasihati (Roma 15:14), penuh kasih mesra dan saling mengampuni (Efesus 4:32), saling menasihati dan membangun (1 Tesalonika 5:11), dan yang paling penting, saling mengasihi (1 Yohanes 3:11).
Gereja adalah tempat di mana orang-orang percaya dapat melakukan Perjamuan Kudus, memperingati kematian Kristus, dan bagaimana Kristus telah mencucurkan darah untuk kita (1 Korintus 11:23-26). Konsep "memecahkan roti" (Kisah Rasul 2:42) juga berarti menikmati hidangan bersama-sama. Ini adalah contoh lain mengenai persekutuan. Tujuan yang terakhir menurut Kisah Rasul 2:42 adalah berdoa. Gereja ada tempat yang mengutamakan doa, mengajar orang berdoa, dan mempraktekkan doa. Filipi 4:6-7 mendorong kita, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus."
"Pengutusan" lain yang diberikan kepada gereja adalah untuk memproklamirkan Injil keselamatan melalui Yesus Kristus (Matius 28:18-20; Kisah Rasul 1:8). Gereja dipanggil untuk setia dalam memberitakan Injil melalui kata-kata dan perbuatan. Gereja adalah "mercusuar" masyarakat " yang mengarahkan orang kepada Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus. Gereja dipanggil untuk memberitakan Injil dan untuk menyiapkan anggota-anggotanya untuk memberitakan Injil (1 Petrus 3:15).
Beberapa tujuan akhir dari gereja diberikan dalam Yakobus 1:27, " Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia." Gereja ada untuk melayani orang-orang yang dalam kekurangan. Ini bukan saja dalam pekabaran Injil, namun juga dalam menyediakan kebutuhan fisik (makanan, pakaian, tempat berteduh) sebagaimana dibutuhkan dan sepantasnya. Gereja perlu mempersiapkan orang-orang yang percaya di dalam Kristus dengan perlengkapan-perlengkapan untuk mengalahkan dosa dan untuk bebas dari pengaruh kotor dunia ini. Hal ini dilakukan dengan prinsip-prinsip yang sudah diberikan di atas " pengajaran yang Alkitabiah dan persekutuan Kristiani.
Setelah mengatakan semua itu, jadi apa tujuan gereja? Saya suka dengan ilustrasi dalam 1 Korintus 12:12-27. Gereja adalah "tubuh" Allah " kita adalah tangan, mulut dan kakiNya dalam dunia ini. Kita melakukan apa yang Kristus akan lakukan kalau saja Dia hadir secara fisik di bumi ini. Gereja perlu menjadi "Kristen" " "menjadi serupa dengan Kristus" dan mengikuti Kristus.
Barangkali tidak ada isu yang lebih diperdebatkan dalam gereja sekarang ini dibanding dengan isu mengenai perempuan yang melayani sebagai Pendeta/pengkhotbah. Karena itu sangat penting untuk tidak memandang isu ini sebagai laki-laki melawan perempuan. Ada perempuan-perempuan yang percaya bahwa perempuan tidak sepatutnya melayani sebagai Pendeta dan bahwa Alkitab membatasi pelayanan dari para perempuan, dan ada pula laki-laki yang percaya bahwa perempuan dapat melayani sebagai Pendeta dan tidak ada batasan bagi perempuan yang melayani. Ini bukan soal chauvinisme atau diskriminasi. Isu ini adalah soal penafsiran Alkitab.
1 Timotius 2:11-12 mengatakan, "Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri." Dalam gereja Allah menetapkan fungsi yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Ini adalah karena cara umat manusia diciptakan (1 Timotius 2:13) dan cara dosa masuk ke dalam dunia (2 Timotius 2:14). Allah, melalui tulisan dari Rasul Paulus, membatasi perempuan dari pelayanan pengajaran rohani yang memberikan dia otoritas atas laki-laki. Hal ini membatasi perempuan dari pelayanan sebagai Pendeta, yang meliputi berkhotbah, mengajar dan memiliki otoritas rohani atas laki-laki.
Pandangan terhadap pendeta perempuan dalam pelayanan yang seperti ini mendapatkan banyak "keberatan." Keberatan yang umum adalah bahwa Paulus membatasi perempuan dari mengajar karena pada abad pertama perempuan biasanya tidak berpendidikan. Namun demikian, 1 Timotius 2:11-14 sama sekali tidak menyinggung status pendidikan. Kalau pendidikan menjadi kualifikasi untuk pelayanan, mayoritas murid Yesus mungkin sekali tidak akan memenuhi syarat. Keberatan kedua yang sering diutarakan adalah bahwa Paulus hanya membatasi perempuan-perempuan Efesus dari pelayanan (1 Timotius ditulis kepada Timotius yang adalah Pendeta dari gereja di Efesus). Kota Efesus terkenal dengan kuil Artemis, seorang dewi Roma/Yunani. Dalam penyembahan kepada Artemis, perempuan adalah pemegang kekuasaan. Namun demikian, kitab 1 Timotius sama sekali tidak menyinggung tentang Artemis. Paulus juga tidak menyinggung penyembahan pada Artemis sebagai dalih dari larangan dalam 1 Timotius 2:11-12.
Keberatan ketiga adalah Paulus hanya merujuk pada suami dan isteri, bukan laki-laki dan perempuan secara umum. Kata-kata Bahasa Yunani dalam 1 Timotius 2:11-14 dapat merujuk pada suami dan isteri. Namun demikian, arti dasar dari kata-kata tsb. adalah laki-laki dan perempuan. Lebih lanjut lagi, kata-kata bahasa Yunani tsb juga digunakan dalam ayat 8-10. Apakah hanya suami-suami yang boleh berdoa dengan menadahkan tangan yang suci tanpa marah dan perselisihan (ayat 8)? Apakah hanya para isteri yang yang harus berpakaian dengan sopan, melakukan perbuatan baik dan beribadah kepada Allah (ayat 9-10)? Tentu tidak. Jelas bahwa ayat 8-10 merujuk pada laki-laki dan perempuan secara umum dan bukan hanya suami dan isteri. Tidak ada sesuatupun dalam konteksnya yang mengindikasikan adalah peralihan kepada suami dan isteri dalam ayat 11-14.
Keberatan lain yang sering diutarakan terhadap pendeta/pengkhotbah perempuan adalah dalam hubungannya dengan Miryam, Debora, Hulda, Priskila, Phebe, dll " para perempuan yang memegang posisi kepemimpinan dalam Alkitab. Keberatan ini lalai memperhatikan beberapa faktor penting. Debora adalah satu-satunya hakim perempuan di antara 13 hakim-hakim laki-laki. Hulda adalah satu-satunya nabiah yang disebutkan dalam Alkitab di antara sekian banyak nabi-nabi laki-laki. Satu-satunya koneksi Miryam kepada kepemimpinan adalah karena dia adalah saudara perempuan dari Musa dan Harun. Kedua perempuan yang paling tekenal dalam zaman Raja-Raja adalah Atalya dan Izebel dan mereka tidak dapat disebut sebagai teladan perempuan yang rohani.
Dalam kitab Kisah Para Rasul pasal 18 Priskila dan Akwila diperkenalkan sebagai hamba-hamba Kristus yang setia. Nama Priskila disebut lebih dahulu, kemungkinan besar mengindikasikan bahwa dalam pelayanan dia lebih "utama/penting" dibanding dengan suaminya. Sekalipun demikian, Priskila sama sekali tidak dikatakan berpartisipasi dalam aktifitas pelayanan yang bertolak belakang dengan 1 Timotius 2:11-14. Priskila dan Akwila membawa Apolos ke rumah mereka dan mereka berdua memuridkan dia dan menjelaskan Firman Tuhan kepada Apolos dengan lebih akurat (Kisah Rasul 18:26).
Dalam Roma 16:1, bahkan jika Phebe dianggap sebagai "diaken perempuan" dan bukan "hamba," ini tidak mengindikasikan bahwa Phebe adalah guru dalam jemaat. "Dapat mengajar" adalah salah satu persyaratan penatua dan bukan diaken (1 Timotius 3:1-13; Titus 1:6-9). Penatua/penilik jemaat/diaken digambarkan sebagai "suami dari satu isteri," "disegani dan dihormati oleh anak-anaknya," dan "mempunyai nama baik." Lebih dari itu, dalam 1 Timotius 3:1-13 dan Titus 1:6-9, kata ganti maskulin digunakan secara eksklusif untuk menunjuk pada para penatua/penilik jemaat./diaken.
Struktur 1 Timotius 2:11-14 membuat "alasannya" menjadi sangat jelas. Ayat 13 dimulai dengan "karena" dan memberikan "penyebab" dari apa yang Paulus uraikan dalam ayat 11-12. Mengapa perempuan tidak bileh mengajar atau memiliki otoritas atas laki-laki? Karena "Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa" (1 Timotius 2:13-14). Inilah alasannya. Tuhan terlebih dahulu menciptakan Adam baru kemudian menciptakan Hawa sebagai "penolong" bagi Adam. Urut-urutan penciptaan ini memiliki penerapan universal dalam keluarga (Efesus 5:22-33) dan gereja. Fakta bahwa Hawa tergoda juga diberikan sebagai alasan mengapa perempuan tidak melayani sebagai pendeta atau memiliki otoritas rohani atas laki-laki. Hal ini menyebabkan beberapa orang yang percaya bahwa perempuan lebih gampang tegoda dan tertipu. Ini adalah anggapan yang bisa diperdebatkan " namun jika perempuan lebih gampang tergoda dan ditipu, mengapa mereka diizinkan untuk mengajar anak-anak (yang muda ditipu) dan perempuan lainnya (yang seharusnya juga lebih mudah ditipu)? Ini bukanlah yang dikatakan oleh ayat tsb. Perempuan tidak boleh mengajar atau memiliki otoritas rohani atas laki-laki karena Hawa tergoda. Sebagai akibatnya, Allah memberi kepada laki-laki otoritas utama untuk mengajar di gereja.
Perempuan memiliki kelebihan dalam karunia keramah-tamahan, kemurahan, mengajar dan menolong. Sering kali pelayanan gereja tergantung pada para perempuan. Perempuan dalam gereja tidak dibatasi hanya kepada doa di depan umum atau bernubuat (1 Korintus 11:5), namun hanya dibatasi dari memiliki otoritas rohani atas laki-laki. Alkitab tidak pernah membatasi perempuan dari mempraktekkan karunia-karunia Roh Kudus (1 Korintus 12). Perempuan, sama seperti laki-laki, dipanggil untuk melayani orang-orang lain, menyatakan buah Roh (Galatia 5:22-23), dan untuk memproklamirkan Injil kepada mereka yang terhilang (Matius 28:18-20; Kisah Rasul 1:8; 1 Petrus 3:15).
Tuhan telah menentukan bahwa hanya laki-laki yang melayani dalam posisi yang memberi otoritas untuk pengajaran rohani dalam gereja. Hal ini bukan karena laki-laki lebih bisa mengajar atau karena perempuan lebih rendah derajatnya atau kurang pintar. Ini sekedar adalah cara Tuhan mengatur bagaimana gereja untuk berfungsi. Laki-laki dipanggil untuk menjadi teladan dalam kepemimpinan rohani, dalam hidup dan kata-kata mereka. Perempuan diberi peranan yang otoritasnya lebih rendah. Perempuan didorong untuk mengajar sesama perempuan (Titus 2:3-5). Alkitab juga tidak melarang perempuan dari mengajar anak-anak. Satu-satunya aktifitas yang perempuan dibatasi adalah mengajar atau memiliki otoritas rohani atas laki-laki. Secara logis ini membatasi perempuan dari pelayanan sebagai pendeta/pengkhotbah. Ini sama sekali tidak berarti perempuan kurang penting, tapi ini justru memberikan para perempuan fokus pelayanan yang lebih sesuai dengan karunia yang Tuhan sudah berikan pada mereka.
Menurut Alkitab, baptisan Kristen adalah kesaksian dari apa yang terjadi di dalam kehidupan orang percaya. Baptisan Kristen melukikan identifikasi orang percaya dengan kematian Kristus, penguburanNya dan kebangkitanNya. Alkitab menyatakan, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru (Roma 6:3-4). Dalam baptisan Kristen, dimasukkan ke dalam air menggambarkan dikuburkan dengan Kristus. Keluar dari air menggambarkan kebangkitan Kristus.
Dalam baptisan Kristen ada dua persyaratan sebelum seseorang dibaptiskan: (1) orang yang dibaptis harus sudah percaya pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat, dan (2) orang itu harus mengerti apa makna dari baptisan. Jikalau seseorang mengenal Yesus sebagai Juruselamat, memahami bahwa baptisan Kristen adalah langkah ketaatan dalam memperkenalkan imannya kepada Kristus secara terbuka, dan ingin dibaptiskan, maka tidak ada alasan untuk menghalangi orang percaya tsb dari menerima baptisan. Menurut Alkitab, baptisan Kristen adalah langkah ketaatan, pernyataan iman seseorang secara terbuka bahwa dia percaya kepada Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Baptisan Kristen adalah sesuatu hal penting karena itu adalah langkah ketaatan, pernyataan iman kepada Kristus secara terbuka dan komitmen kepadaNya, dan menyamakan diri dengan kematian, penguburan dan kebangkitan Kristus.
Kamus menawarkan defiinisi berikut ini untuk "agama" " "kepercayaan kepada Allah atau illah yang biasanya diwujudkan dalam perbuatan dan upacara; suatu sistim kepercayaan, penyembahan, dll., seringkali dengan kode etik tertentu." Dalam terang definisi ini, Alkitab ada berbicara mengenai agama yang diatur, dan dalam banyak kasus, tujuan dan dampak dari "agama yang diatur" bukanlah sesuatu yang menyenangkan Tuhan. Berikut ini adalah beberapa contoh di mana agama yang diatur dicantumkan.
Kejadian 11:1-9: Barangkali ini adalah contoh yang paling awal mengenai agama yang diatur, para keturunan Nuh mengorganisasikan diri mereka untuk membangun menara karena percaya bahwa jikalau mereka dapat membangun menara yang cukup tinggi mereka dapat diselamatkan. Mereka percaya bahwa kesatuan mereka lebih penting daripada hubungan mereka dengan Allah. Allah turun tangan dan mengacaukan bahasa mereka sehingga memecahkan agama ini.
Keluaran 6 dan seterusnya: Allah telah menjanjikan Abram (Abraham) hubungan yang khusus antara keturunannya dan Allah. Namun kita melihat bahwa hal ini "diatur" untuk sebuah bangsa diawali pada saat keluaran dan terus berlanjut sepanjang sejarah orang-orang Israel. Sepuluh Hukum, Tabernakel, sistim korban, dll, semua diatur oleh Allah untuk diikuti oleh orang-orang Israel. Studi lebih lanjut terhadap Perjanjian Baru memperjelas bahwa tujuan akhir dari agama ini adalah untuk membawa para pengikutnya kepada Kristus (Galatia 3; Roma 7). Namun demikian, banyak yang salah mengerti dan menyembah elemen-elemennya dan bukannya Allah yang sejati.
Hakim-Hakim dan seterusnya: Banyak konflik yang dialami oleh orang-orang Israel melibatkan konflik dari agama yang diatur. Contoh-contohnya meliputi Baal (Hakim-Hakim 6; 1 Raja-Raja 18); Dagon (1 Samuel 5), Molekh (2 Raja-Raja 23:10). Allah menggunakan agama-agama ini untuk menyatakan kuasaNya dengan mengalahkan mereka.
Kitab-Kitab Injil: Orang-orang Farisi dan Saduki mewakili agama yang diatur pada zaman Kristus. Yesus terus menerus menegur kesalahan pengajaran mereka dan kemunafikan cara hidup mereka. Banyak dari antara mereka yang bertobat dari agama yang diatur ini " Paulus adalah salah satu contoh.
Surat-surat: Ada kelompok-kelompok yang mencampur-adukkan Injil dengan tuntutan-tuntutan perbuatan-perbuatan baik tertentu. Mereka juga mendesak dan menekan orang-orang percaya untuk mengubah dan menerima agama baru ini. Jemaat-jemaat di Galatia dan Kolose diperingatkan soal ini.
Wahyu: Bahkan pada zaman akhir agama yang diatur akan memiliki dampak yaitu saat Antikristus mendirikan satu agama untuk seluruh dunia.
Pada umumnya hasil dari "agama yang diatur" adalah mengacaukan orang dari rencana Allah. Namun demikian, Alkitab juga berbicara mengenai orang-orang Kristen yang diorganisir (orang-orang percaya) yang adalah merupakan bagian dari rencanaNya. Dia menyebut mereka gereja-gereja. Penggambaran dalam Kitab Kisah Rasul dan Surat-Surat memberi petunjuk bahwa gereja perlu diatur dan saling bergantung satu dengan yang lain. Organisasi menghasilkan perlindungan, produktifitas dan kemampuan untuk menjangkau keluar (Kisah Rasul 2:41-47).
Dalam hal ini gereja lebih tepat disebut "relasi yang diatur." Tidak ada kemauan untuk mencari Allah (Allahlah yang telah menjangkau mereka). Tidak ada kesombongan (semua diterima karena anugerah). Sepantasnyalah tidak ada percekcokan mengenai kepemimpinan (Kristus adalah Kepala " Kolose 1:18). Seharusnya tidak ada prasangka (Kita semua satu di dalam Kristus " Galatia 3:28). Masalahnya bukanlah soal diatur. Yang menjadi masalah adalah sekedar mengikuti agama.
Sering dikatakan bahwa "Allah menetapkan Sabat di Eden" karena hubungan antara Sabat dan penciptaan dalam Keluaran 20:11. Sekalipun berhentinya Allah bekerja pada hari ke tujuh (Kejadian 2:3) memberi pertanda untuk hukum mengenai Sabat di kemudian hari, tidak ada catatan Alkitab mengenai Sabat sebelum umat Israel meninggalkan Mesir. Dalam Alkitab tidak ada indikasi bahwa memelihara hari Sabat dilakukan pada zaman Adam sampai Musa.
Firman Tuhan jelas bahwa memperingati Sabat adalah tanda khusus antara Allah dan Israel. "Lalu naiklah Musa menghadap Allah, dan TUHAN berseru dari gunung itu kepadanya: "Beginilah kaukatakan kepada keturunan Yakub dan kauberitakan kepada orang Israel: Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi." (Keluaran 19:3-5).
"Maka haruslah orang Israel memelihara hari Sabat, dengan merayakan sabat, turun-temurun, menjadi perjanjian kekal. Antara Aku dan orang Israel maka inilah suatu peringatan untuk selama-lamanya, sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja untuk beristirahat." (Keluaran 31:16-17).
Dalam Ulangan 5 Musa mengulangi sepuluh hukum kepada generasi yang baru dari bangsa Israel. Di sini, setelah memerintahkan untuk memperingati Sabat dalam ayat 12-14, Musa memberikan alasan mengapa Sabat diberikan kepada bangsa Israel, "Sebab haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat" (Ulangan 5:15).
Perhatikan kata itulah sebabnya. Maksud Allah dalam memberi Sabat kepada orang-orang Israel bukan supaya mereka dapat mengingat penciptaan, namun supaya mereka mengingat perbudakan mereka di Mesir dan pembebasan dari Tuhan. Perhatikan peraturan untuk memelihara Sabat: Seseorang yang berada di bawah hukum Sabat tidak boleh meninggalkan rumahnya pada hari Sabat (Keluaran 16:29), tidak boleh menyalakan api (Keluaran 35:3), dan tidak boleh membuat orang lain bekerja (Ulangan 5:14). Orang yang melanggar Sabat dijatuhi hukuman mati (Keluaran 31:15; Bilangan 15:32-35).
Perjanjian Baru memperlihatkan empat hal penting kepada kita: 1) Setiap kali Tuhan Yesus menampakkan diri dalam tubuh kebangkitanNya dan harinya disebut, selalu adalah hari pertama dalam minggu itu (Matius 28:1, 9, 10; Markus 16:9; Lukas 24:1, 13, 15; Yohanes 20:19, 26). 2). Satu-satunya waktu di mana Sabat disebut dari Kisah Rasul sampai Wahyu, selalu adalah untuk maksud penginjilan kepada orang-orang Yahudi dan biasanya berlokasi di sinagog (Kisah Rasul 13-18). Paulus menulis, " Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat" (1 Korintus 9:20). Paulus tidak pergi ke sinagog untuk bersekutu dan membangun orang-orang suci, tapi untuk memenangkan dan menyelamatkan yang terhilang. 3) Begitu Paulus mengatakan, "Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain" (Kisah 18:6) Sabat tidak pernah lagi disinggung. Dan 4) sebagai ganti menasihatkan ketaatan pada hari Sabat, bagian-bagian lain dari Pejanjian Baru justru mengindikasikan sebaliknya (termasuk satu kekecualiaan pada point ke 3 yang ditemukan dalam Kolose 2:16).
Memperhatikan lebih lanjut point ke 4 di atas akan memperlihatkan bahwa tidak ada kewajiban bagi orang-orang Kristen Perjanjian Baru untuk memelihara Sabat, dan juga memperlihatkan bahwa hari Minggu sebagai hari "Sabat Kristen" tidaklah Alkitabiah. Sebagaimana didiskusikan sebelumnya, hanya satu kali Sabat disebutkan setelah Paulus mulai menfokuskan diri pada orang-orang kafir, "Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus" (Kolose 2:16-17). Sabat orang Yahudi telah dihapuskan di atas salib ketika Kristus "menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita" (Kolose 2:14).
Ide ini diulangi lebih dari satu kali dalam Perjanjian Baru: "Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri. Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah" (Roma 14:5-6). "Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? Kamu dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun" (Galatia 4:9-10).
Ada beberapa yang mengklaim bahwa perintah dari Konstantinus pada A.D. 321 "mengubah" Sabat dari hari Sabtu ke hari Minggu. Pada hari apakah gereja mula-mula berkumpul untuk beribadah? Alkitab tidak pernah menyebut orang-orang percaya berkumpul untuk bersekutu atau beribadah pada hari Sabat (Sabtu) manapun. Namun demikian, ada ayat-ayat yang dengan jelas menyebut hari pertama dalam minggu itu. Contohnya, Kisah Rasul 20:7 menjelaskan bahwa "Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti" (Kisah 20:7). Dalam 1 Korintus 16:2 Paulus menasihati orang-orang percaya di Korintus "Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing"sesuai dengan apa yang kamu peroleh"menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah" (1 Korintus 16:2). Karena Paulus menyebut persembahan ini sebagai "pelayanan" dalam 2 Korintus 9:12, pengumpulan ini pastilah berhubungan dengan ibadah Minggu dari jemaat Kristen. Secara historis, Minggu, bukan Sabtu, adalah hari di mana biasanya orang-orang Kristen berkumpul di gereja, dan kebiasaan ini dapat ditelusuri kembali sampai abad pertama.
Hari Sabat diberikan kepada Israel, bukan kepada gereja. Hari Sabat tetap adalah hari Sabtu, bukan hari Minggu dan tidak pernah diubah. Namun Sabat adalah bagian dari Hukum Taurat Perjanjian Lama, dan orang-orang Kristen bebas dari belenggu Hukum Taurat (Galatia 4:1-26; Roma 6:14). Orang Kristen tidak perlu memelihara Sabat " baik itu Sabtu ataupun Minggu. Hari pertama dalam minggu itu, hari Minggu, hari Tuhan (Wahyu 1:10) memperingati ciptaan baru di mana Kristus adalah Pemimpin kita yang sudah bangkit. Kita tidak perlu mengikuti Sabat dari Musa " beristirahat, namun kita sekarang bebas mengikuti Kristus yang bangkit " melayani. Rasul Paulus mengatakan bahwa masing-masing orang Kristen harus memutuskan apakah akan beristirahat pada hari Sabat, "Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri" (Roma 14:5) Kita beribadah kepada Tuhan setiap hari, bukan hanya pada hari Sabtu atau Minggu.
Mempelajari Perjamuan Kudus adalah pengalaman yang menyentuh sanubari karena dalamnya makna yang dikandung. Adalah pada saat merayakan Pasah pada malam menjelang kematianNya Yesus menetapkan sebuah perjamuan baru yang bermakna yang kita peringati sampai saat ini, dan yang merupakan pengungkapan tertinggi dalam ibadah Kristiani. Perjamuan Kudus adalah "khotbah dalam perbuatan," memperingati kematian dan kebangkitan Tuhan kita, dan memandang ke masa yang akan datang di mana Dia akan datang kembali dalam kemuliaan.
Hari Pasah adalah perayaan yang paling suci dalam kalender agama Yahudi. Perayaan itu memperingati tulah terakhir di Mesir ketika anak-anak sulung orang Mesir mati dan anak-anak sulung orang Israel selamat karena darah dari anak domba yang dipercikkan di ambang pintu mereka. Anak domba dipanggang dan dimakan bersama dengan roti tidak beragi. Allah memerintahkan bahwa sepanjang masa hari raya itu harus diperingati. Kisah ini dicatat dalam Keluaran 12.
Dalam perayaan itu, Yesus dan murid-muridnya menyanyi satu atau beberapa Mazmur Pujian (Mazmur 111-118). Yesus, mengambil roti, mengucap syukur kepada Allah. Sambil memecahkan roti itu dan memberikannya kepada mereka, Dia berkata, "Ambil, makanlah, inilah tubuhKu yang diserahkan bagi kamu." Demikian pula Dia mengambil cawan sesudah makan dan memberikannya kepada mereka untuk diminum. Dia berkata, "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!" Dia mengakhiri perjamuan itu dengan menyanyikan nyanyian rohani dan kemudian mereka keluar menuju ke Bukit Zaitun. Di sanalah Yesus dikhianati, sebagaimana telah dinubuatkan, oleh Yudas. Pada keesokan harinya Yesus disalibkan.
Kisah mengenai Perjamuan Kudus terdapat dalam Matius 26:26-29, Markus 14:17-25, Lukas 22:7-22, dan Yohanes 13:21-30. Dengan pewahyuan illahi, Rasul Paulus menulis mengenai Perjamuan Kudus dalam 1 Korintus 11:23-29. (Hal ini karena Paulus tidak berada di ruang atas saat Perjamuan Kudus ditetapkan). Paulus memasukkan kata-kata yang tidak terdapat dalam kitab-kitab Injil, "Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya" (1 Korintus 11:27-29).
Kita mungkin bertanya apa maksudnya makan roti dan minum cawan dengan "cara yang tidak layak." Itu mungkin berarti kita tidak menghiraukan makna sebenarnya dari roti dan cawan, dan melupakan harga yang begitu mahal yang harus dibayar oleh Juruselamat kita untuk keselamatan kita. Atau itu mungkin berarti membiarkan perayaan itu menjadi upacara yang mati dan formal, atau datang ke Meja Perjamuan dengan dosa yang masih belum diakui. Sesuai dengan instruksi Paulus, setiap orang harus memeriksa dirinya sendiri sebelum makan roti dan minum dari cawan itu.
Pernyataan lain yang dibuat oleh Paulus yang tidak terdapat dalam kitab-kitab Injil adalah " Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang" (1 Korintus 11:26). Kalimat ini membatasi jangka waktu dari Perjamuan Kudus " sampai Tuhan kita datang. Dari kisah yang singkat ini, kita belajar bagaimana Yesus menggunakan dua unsur yang paling rapuh sebagai simbol dari tubuh dan darahNya, dan menjadikan keduanya sebagai peringatan untuk kematianNya. Itu bukan sebuah monumen yang terbuat dari marmer atau logam, namun terbuat dari roti dan anggur.
Dia menyatakan bahwa roti adalah mengenai tubuhNya yang dipecah-pecahkan, - tidak ada satupun tulangNya yang patah, namun tubuhnya disiksa sedemikian rupa sehingga sulit untuk dikenali (Mazmur 22:13-18, Yesaya 53:4-7). Anggur menyatakan darahNya, menunjukkan kematian yang mengerikan yang akan segera dialamiNya. Dia, sang Anak Allah yang sempurna, menjadi penggenapan dari begitu banyaknya nubuatan dalam Perjanjian Lama mengenai sang Penebus (Kejadian 3:15; Mazmur 22; Yesaya 53, dll). Ketika Dia berkata, "Lakukanlah ini untuk menjadi peringatan akan Aku," hal ini mengindikasikan bahwa upacara ini harus diteruskan di hari-hari yang akan datang. Ini juga menyatakan bahwa Pasah, yang menuntut pengorbanan seekor domba dan yang menantikan kedatangan sang Anak Domba Allah yang akan mengangkat dosa isi dunia, sekarang sudah usang. Perjanjian Baru mulai berlaku ketika Kristus, sang Anak Domba Paskah (1 Korintus 5:7), dikorbankan (Ibrani 8:8-13). Sistim korban binatang tidak lagi dibutuhkan (Ibrani 9:25-28).
Alkitab memberi tahu kita bahwa kita perlu mengikuti kebaktian supaya kita dapat beribadah kepada Tuhan bersama dengan orang-orang percaya lainnya dan untuk mempelajari Firman Tuhan bagi pertumbuhan rohani kita (Kisah Rasul 2:42; Ibrani 10:25). Gereja adalah tempat di mana orang-orang percaya dapat mengasihi satu dengan yang lain (1 Yohanes 4:12), menasihati satu dengan yang lain (Ibrani 3:13), "mendorong" satu dengan yang lain (Ibrani 10:24), melayani satu dengan yang lain (Galatia 5:13), mengajar satu dengan yang lain (Roma 15:14), saling menghormati (Roma 12:10), dan ramah serta penuh kasih mesra satu dengan yang lain (Efesus 4:32).
Ketika seseorang percaya kepada Yesus untuk keselamatannya, dia menjadi anggota Tubuh Kristus (1 Korintus 12:27). Agar tubuh gereja dapat berfungsi sebagaimana mestinya, semua "anggota tubuh" harus ada (1 Korintus 12:14-20). Demikian pula seorang percaya tidak dapat mencapai kedewasaan penuh secara rohani tanpa bantuan dan dorongan dari orang-orang percaya lainnya (1 Korintus 12:21-26). Oleh karena itu, mengkuti kebaktian, berpartisipasi dan bersekutu di gereja patutlah menjadi bagian dari kehidupan seorang percaya. Mengikuti kebaktian setiap minggu bukanlah sesuatu yang merupakan keharusan bagi orang-orang percaya, namun seseorang yang telah percaya pada Kristus seharusnya memiliki keinginan untuk menyembah Allah, belajar FirmanNya, dan bersekutu dengan orang-orang percaya lainnya.
Pemisahan Alkitabiah adalah pengakuan bahwa Allah telah memanggil orang-orang percaya keluar dari dunia dan untuk mempertahankan kesucian pribadi dan bersama di tengah budaya yang berdosa. Pemisahan Alkitabiah biasanya dipertimbangkan dalam dua bagian: pribadi dan gerejawi.
Pemisahan pribadi meliputi komitmen individu tsb. pada cara hidup yang saleh. Daniel mempraktekkan pemisahan pribadi ketika dia "berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja" (Daniel 1:8). Apa yang dilakukannya adalah pemisahan Alkitabiah karena standarnya adalah berdasarkan penyataan Allah dalam hukum Musa.
Contoh modern dari pemisahan pribadi misalnya adalah keputusan untuk menolak undangan pesta di mana alkohol disajikan. Keputusan semacam ini mungkin dilakukan untuk mencegah pencobaan (Roma 13:14), untuk menjauhi "segala jenis kejahatan" (1 Tesalonika 5:22), atau untuk tetap konsisten dengan keyakinan pribadi (Roma 14:5).
Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa anak Allah harus terpisah dari dunia, "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya? Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: "Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku. Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:14-17; lihat juga 1 Petrus 1:14-16).
Pemisahan gerejawi mencakup keputusan dari suatu gereja dalam kaitan hubungannya dengan organisasi lainnya, berdasarkan pada teologia atau praktek gereja. Pemisahan tersirat dalam kata "gereja." Kata Yunani ekklesia berarti "kumpulan yang dipanggil keluar." Dalam surat Yesus kepada jemaat Pergamus, Dia memperingatkan untuk tidak bertoleransi dengan mereka yang mengajarkan doktrin yang salah (Wahyu 2:14-15). Gereja harus terpisah, memutuskan hubungan dengan ajaran sesat. Contoh modern dari pemisahan gerejawi adalah sikap denominasi yang menolak kesatuan oikumenis untuk menghindari kesatuan dengan mereka yang murtad.
Pemisahan Alkitabiah tidak mengharuskan orang-orang Kristen untuk tidak berhubungan dengan orang-orang tidak percaya. Sama seperti Yesus, kita harus berteman dengan orang-orang berdosa tanpa ambil bagian dalam dosa (Lukas 7:34). Paulus mengungkapkan pandangan yang seimbang soal pemisahan: "Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini "karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini" (1 Korintus 5:9-10). Dengan kata lain, kita ada di dalam dunia, namun bukan dari dunia.
The Pilgrim"s Progress karya John Bunyan menyediakan contoh yang indah mengenai pemisahan Alkitabiah: Kristen dan Setiawan berjalan bersama melalui Kota Kesia-siaan, di mana ada sebuah Pasar, karena "jalan menuju Kota Surgawi harus melalui kota ini " orang yang menuju ke Kota itu, namun belum melalui kota ini harus keluar dari dunia." Di Pasar itu orang-orang Kesia-siaan terheran-heran dengan kata-kata, pakaian dan nilai kehidupan sang Musafir. Fakta bahwa mereka adalah "orang-orang asing dan pendatang" (Ibrani 11:13) memisahkan mereka dari orang dunia.
Pengucilan adalah seseorang secara resmi dikeluarkan dari daftar keanggotaan gereja dan secara tidak resmi memisahkan diri dari individu tsb. Matius 18:15-20 memberikan prosedur dan otoritas kepada gereja untuk melakukan hal ini. Kita diinstruksikan bahwa seorang individu (biasanya pihak yang tersinggung) datang kepada individu yang menyinggung. Kalau dia tidak menyesalinya, maka dua atau tiga orang akan pergi untuk mengkonfirmasikan situasinya dan penolakan untuk bertobat. Kalau tetap tidak ada pertobatan, masalah itu dibawa di depan gereja. Ini bukanlah proses yang "disukai," sama seperti orangtua tidak pernah senang kalau harus mendisiplin anak-anak mereka. Namun sering ini dibutuhkan. Tujuannya bukan untuk bersikap tegaan atau untuk menunjukkan sikap "saya lebih suci." Sebaliknya hal ini dilakukan karena kasih terhadap yang individu itu, dalam ketaatan dan hormat kepada Allah, dan dalam rasa takut kepada Allah demi untuk orang-orang lain dalam gereja.
Alkitab memberi contoh perlunya pengucilan dalam gereja setempat, gereja di kota Korintus (1 Korintus 5:1-13). Dalam bagian Alkitab ini, Rasul Paulus juga memberikan beberapa maksud dari pengucilan dalam Alkitab. Salah satu alasan (tidak ditemukan secara langsung dalam bagian Alkitab tsb.) adalah demi untuk kesaksian Kristus Yesus (dan gerejaNya) di hadapan orang-orang yang belum percaya. Sesudah Daud berdosa dengan Betsyeba, salah satu konsekwensi dari dosanya yang disebutkan oleh Allah adalah bahwa nama dari Allah yang sejati dan esa akan dihina oleh musuh-musuh Allah (2 Samuel 12:14). Alasan kedua adalah bahwa dosa itu seperti kanker; kalau dibiarkan, akan menjalar kepada mereka yang berada di sekitarnya sebagaimana sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan (1 Korintus 5:6-7). Lagipula, Paulus menjelaskan bahwa Yesus telah menyelamatkan kita sehingga kita terpisah dari dosa, bahwa kita harus "tidak beragi" atau bebas dari hal-hal yang secara rohani mencemarkan (1 Korintus 5:7-8). Keinginan Kristus bagi pengantin perempuannya, Gereja, adalah agar gereja suci dan tak bernoda (Efesus 5:25-27). Pengucilan juga dimaksudkan untuk kebaikan jangka panjang dari orang yang didisiplin oleh gereja. Paulus dalam 1 Korintus 5:5 mengatakan bahwa pengucilan adalah cara untuk "serahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan." Ini berarti bahwa dalam pengucilan Allah menggunakan Iblis (atau salah satu dari pengikutnya) sebagai alat disiplin untuk bekerja dalam hidup orang berdosa secara fisik untuk menghasilkan pertobatan yang sejati dalam hatinya.
Kadang tindakan disiplin gereja berhasil menimbulkan kesedihan rohani dan pertobatan sejati. Ketika ini terjadi orang tsb. dapat dikembalikan kepada persekutuan. Orang yang terlibat dalam 1 Korintus 5 bertobat dan Paulus menasihati gereja untuk memulihkan dia kepada persekutuan gereja (2 Korintus 2:5-8). Sayangnya, tindakan pendisiplinan, sekalipun dilakukan dalam kasih dan dengan cara yang benar, tidak selalu berhasil membawa pemulihan seperti itu, namun tetap dibutuhkan untuk menghasilkan tujuan-tujuan lain yang disebutkan di atas.
Kemungkinan kita semua sudah pernah menyaksikan kelakuan seorang anak yang dibiarkan melakukan apa yang saja yang diinginkan dengan disiplin yang amat rendah atau sama sekali tidak ada. Itu bukanlah suatu pemandangan yang menarik. Cara mendidik anak semacam ini bukanlah kasih karena akan mencelakakan masa depan anak. Kelakuan semacam ini mencegah anak membentuk hubungan yang bermakna dan untuk berhasil dalam keadaan apapun, baik secara sosial maupun dalam pekerjaan. Demikian pula, disiplin dalam gereja, sekalipun tidak menyenangkan atau mudah, bukan hanya diperlukan, namun juga adalah kasih. Lebih dari itu, itu adalah perintah Allah.
Dalam FirmanNya, adalah jelas sekali bagaimana Tuhan menginginkan gerejanya diorganisir dan dijalankan dalam dunia ini. Pertama-tama, Kristus adalah Kepala gereja dan otoritas tertinggi (Efesus 1:22, 4:15, Kolose 1:18). Kedua, gereja setempat berdiri sendiri, bebas dari kuasa dan pengaturan pihak luar, dengan hak untuk mengatur diri sendiri dan bebas dari campur tangan pribadi ataupun organisasi manapun (Titus 1:5). Ketiga, gereja diatur oleh kepemimpinan rohani yang terdiri dari dua jabatan utama " penatua dan diaken.
"Penatua" adalah dewan kepemimpinan di antara orang-orang Israel sejak zaman kitab-kitab Musa (Pentateukh). Kita mendapatkan mereka membuat keputusan-keputusan politik (2 Sameul 5:3; 2 Samuel 17:4, 15), menasihati raja (1 Raja-Raja 20:7) dan mewakili rakyat dalam kaitannya dengan hal-hal rohani (Keluaran 7, 17:5-6, 24:1, 9; Bilangan 11:16, 24-25). Terjemahan mula-mula Perjanjian Lama dalam Bahasa Yunani (LXX) menggunakan presbuteros untuk penatua. Ini adalah kata bahasa Yunani yang sama yang dalam Perjanjian Baru juga diterjemahkan sebagai "penatua."
Perjanjian Baru berkali-kali merujuk pada penatua yang melayani dalam peranan sebagai pemimpin gereja (Kisah 14:23; 15:2; 20:17;Titus 1:5; Yakobus 5:14) dan nampaknya setiap gereja memiliki lebih dari satu penatua karena biasanya kata tsb. dijumpai dalam bentuk jamak. Satu-satunya kekecualian merujuk pada kasus-kasus di mana seorang penatua disebut secara khusus karena alasan-alasan tertentu (1 Timotius 5:1; 1 Timotius 5:19). Di Gereja Yerusalem, mereka adalah bagian dari kepemimpinan bersama-sama dengan para Rasul (Kisah 15:2-16:4).
Zodhiates, dalam karyanya The Complete Word Study Dictionary: NewTestament, mendefinisikan kelompok penatua sbb: "Para penatua dari gereja-gereja Kristen, para presbiter, yang kepadanya dipercayakan arah dan pemerintahan dari tiap gereja, setara dengan episkopos, penilik jemaat, bishop (Kisah 11:30; 1 Timotius 5:17)." Jadi Zodhiates menyamakan "penatua" dengan penilik jemaat atau bishop (episkopos diterjemahkan dengan istilah itu). Dia memandang istilah "penatua" sebagai rujukan pada wibawa dari jabatan tsb, sementara bishop atau penilik jemaat merujuk pada otoritas dan kewajiban (1 Petrus 2:25; 5:1; 2, 4). Dia mencatat bahwa dalam Filipi 1:1 Paulus menyapa para bishop dan diaken, namun tidak mencantumkan para penatua (karena penatua adalah satu dan sama dengan bishop). Demikian pula 1 Timotius 3:2, 8 memberi kualifikasi para bishop dan diaken, namun tidak menyinggung para penatua karena alasan yang sama. Titus 1:5 dan 1:7 kelihatannya juga menghubungkan kedua istilah ini.
Sehubungan dengan kata "gembala" (poimen), dalam kaitannya dengan manusia sebagai pemimpin gereja, hanya ditemukan satu kali dalam Perjanjian Lama dalam Efesus 4:11, "Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar." Kebanyakan orang menghubungkan kedua istilah "gembala dan pengajar" sebagai rujukan kepada satu pribadi yang sama dengan dua pembawaan. Dalam definisinya mengenai poimen, Zodhiates menjelaskan bahwa istilah "gembala" merujuk pada "pembimbing rohani dari gereja tertentu."
Ada dua bagian Alkitab (Kisah 20:28 dan 1 Petrus 5:1-2) yang menghubungkan ketiga istilah ini bersama-sama dan nampaknya mengindikasikan ketiga istilah ini sebagai rujukan pada satu jabatan yang sama. Sebagaimana dikatakan sebelumnya, diaken adalah kelompok yang berbeda dalam gereja dan memiliki daftar kualifikasi yang dalam banyak hal serupa dengan bishop (1 Timotius 3:8-13). Mereka membantu gereja sebagaimana diperlukan seperti dapat dilihat dalam Kisah 6.
Dari ayat-ayat di atas, nampaknya selalu ada pluralitas penatua, namun hal ini tidak menyangkal Allah memberi penatua tertentu karunia khusus untuk mengajar dan memberi penatua-penatua lainnya karunia administrasi, dll (Roma 12:3-8, Efesus 4:11), juga tidak menutup kemungkinan Dia memanggil mereka ke dalam pelayanan di mana mereka dapat menggunakan karunia-karunia itu (Kisah 13:1). Karena itu seorang penatua bisa saja muncul sebagai "gembala," yang lainnya melakukan kebanyakan dari visitasi anggota karena dia memiliki karunia berbelas kasihan, yang lain dapat "mengatur" dalam pengertian menangani detil-detil organisasi, dll. Banyak gereja yang diorganisir dengan sistim gembala dan diaken menjalankan fungsi pluralitas penatua dengan cara membagi beban pelayanan (diaken mengajar kelas Sekolah Minggu, dll) dan bekerja sama dalam pengambilan keputusan. Dalam Alkitab Anda juga akan mendapatkan bahwa ada banyak masukan dari jemaat dalam pengambilan keputusan. Karena itu seorang pemimpin "diktator" sebagai pengambil keputusan (baik disebut penatua, bishop atau gembala) adalah tidak Alkitabiah (Kisah 1:23, 26; 6:3, 5; 15:22, 30; 2 Korintus 8:19). Sama halnya dengan gereja dengan jemaat sebagai pengambil keputusan tertinggi yang tidak memperhatikan masukan dari para penatua atau pemimpin gereja.
Secara ringkas, Alkitab mengajarkan kepemimpinan terdiri dari pluralitas penatua bersama dengan sekelompok diaken yang melayani sebagai pelayan gereja. Namun bukanlah bertentangan dengan pluralitas penatua kalau satu dari antara penatua tsb. melayani lebih utama dalam peran "penggembalaan." Allah memanggil beberapa menjadi "gembala/pengajar" (sambil memanggil beberapa menjadi misionari dalam Kisah 13) dan memberi mereka sebagai hadiah untuk gereja (Efesus 4:11). Karena itu gereja bisa saja memiliki banyak penatua, namun tidak semua penatua itu dipanggil untuk melayani dalam peranan penggembalaan. Namun sebagai bagian dari penatua, gembala atau "penatua pengajar" tidak memiliki otoritas lebih tinggi dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan penatua-penatua lainnya.
Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kita mesti membedakan antara 1) denominasi dalam tubuh Kristus dan 2) bidat-bidat dan ajaran-ajaran sesat bukan Kristen. Presbiterian dan Lutheran adalah denominasi Kristen; Mormon dan Saksi-Saksi Yehovah adalah ajaran sesat (kelompok-kelompok yang mengakui Kristen namun menolak satu atau lebih inti iman Kristen); Islam dan Shintoisme adalah agama yang sama sekali berbeda.
Bangkitnya denominasi dalam iman Kristen dapat ditelusuri kembali kepada Reformasi Protestan, gerakan untuk "mereformasi" gereja Katolik Roma pada abad 16, di mana dari gerakan ini lahir empat bagian atau tradisi utama Protestanisme: Lutheran, Reformed, Anabaptis dan Anglikan. Dari keempat tradisi ini, denominasi lainnya bertumbuh dalam abad-abad berikutnya. Denominasi Lutheran dinamai menuruti Martin Luther dan mengikuti pengajarannya. Metodis mendapat nama mereka karena pendiri mereka, John Wesley, terkenal dengan "metode-metode" untuk pertumbuhan rohani. Presbiterian dinamakan berdasarkan pandangan mereka soal kepemimpinan gereja " kata Yunani untuk penatua adalah presbuteros. Orang-orang Baptis mendapatkan nama mereka karena mereka selalu menekankan pentingnya baptisan. Setiap denominasi memiliki doktrin atau penekanan yang sedikit berbeda dari yang lainnya, seperti misalnya, cara baptisan, Perjamuan Kudus bagi semua orang atau hanya bagi mereka yang kesaksiannya dapat diteguhkan oleh para pemimpin gereja, kedaulatan Allah vs. kehendak bebas dalam soal keselamatan; masa depan Israel dan gereja; peran perbuatan baik dalam keselamatan, pengangkatan orang percaya pra-tribulasi vs pasca-tribulasi; karunia "tanda-tanda ajaib" dalam zaman modern, dan seterusnya dan seterusnya. Inti dari perpecahan ini tidak pernah soal Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, melainkan perbedaan yang tulus dari orang-orang yang saleh, sekalipun bukan tanpa cacat, orang-orang yang berusaha menghormati Allah dan mempertahankan kemurnian doktrin berdasarkan hati nurani mereka dan pemahaman mereka akan FirmanNya.
Zaman sekarang ada banyak dan beraneka denominasi. Denominasi "utama" yang mula-mula sebagaimana yang disebutkan di atas telah menetaskan berbagai cabang seperti Sidang Jemaat Allah, Kemah Injil, Nazarene, Evangelical Free, gereja-gereja Alkitabiah yang bersifat berdiri sendiri, dan lain-lainnya. Beberapa denominasi menekankan perbedaan kecil dalam doktrin, namun yang lebih sering mereka hanya berbeda dalam pola ibadah demi untuk memuaskan selera dan preferensi yang berbeda di antara orang-orang Kristen. Namun jangan salah, kita, sebagai orang-orang percaya, harus sehati dalam hal-hal yang mendasar dalam iman kita, namun di luar itu ada kebebasan mengenai bagaimana orang Kristen beribadah bersama. Kebebasan ini menyebabkan begitu banyak "rasa" keKristenan. Gereja Presbiterian Mbale, Uganda memiliki pola ibadah yang berbeda dari Gereja Presbiterian Denver, namun sikap doktrin mereka adalah serupa. Keanekaragaman adalah hal yang baik, bercerai berai bukanlah hal yang baik. Kalau dua gereja berbeda secara doktrin, dialog dan diskusi mengenai Firman Allah mungkin dibutuhkan. Cara "besi menajamkan besi" (amsal 27:17) seperti ini menguntungkan semua. Kalau ada perbedaan dalam hal gaya dan bentuk, tidak ada masalah kalau keduanya tetap terpisah. Pemisahan semacam ini tidak menyingkirkan tanggung jawab orang-orang Kristen untuk saling mengasihi (1 Yohanes 4:11-12) dan pada dasarnya dipersatukan dalam Kristus (Yohanes 17:21-22).
Ketika mencari gereja, orang percaya seharusnya mulai dengan Pernyataan Iman dari gereja itu. Apa yang dipercaya dan dipraktekkan oleh gereja harus sejalan dengan doktrin yang dijabarkan oleh Alkitab. Apa yang kita cari adalah kumpulan orang-orang percaya di mana Injil Kristus diberitakan, otoritas Alkitab sebagai kebenaran yang mengatur, kesempurnaan Alkitab diakui, di mana kita bisa bertumbuh dalam hubungan kita dengan Tuhan, di mana kita dapat saling melayani dengan karunia-karunia rohani kita, mengabarkan Injil dan memuliakan Allah. Gereja penting adanya dan semua orang percaya harus menjadi bagian dari kelompok yang memenuhi kriteria tsb. di atas. Kita membutuhkan relasi yang hanya dapat ditemukan dalam kumpulan orang-orang percaya, kita membutuhkan dukungan yang hanya dapat ditawarkan oleh gereja, dan kita perlu melayani Allah dalam masyarakat dan juga secara pribadi.
Sekalipun Alkitab tidak secara khusus membicarakan pertumbuhan gereja, prinsip pertumbuhan gereja adalah pemahaman bahwa Yesus mengatakan, "Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya" (Matius 16:18). Paulus meneguhkan bahwa gereja berdasar pada Yesus Kristus (1 Korintus 3:11). Yesus Kristus juga adalah Kepala gereja (Efesus 1:18-23) dan hidup gereja (Yohanes 10:10). Setelah mengatakan demikian, patut diingat bahwa "pertumbuhan" adalah istilah yang relatif. Ada berbagai macam pertumbuhan, dan beberapa di antaranya sama sekali tidak berhubungan dengan angka.
Gereja bisa saja hidup dan bertumbuh sekalipun angka keanggotaan/kehadiran tidak berubah. Kalau orang-orang dalam gereja itu bertumbuh dalam kasih karunia dan pengenalan akan Tuhan Yesus, tunduk pada kehendakNya dalam kehidupan mereka, baik secara pribadi maupun bersama-sama, itulah gereja yang mengalami pertumbuhan yang sejati. Pada saat yang sama, gereja dapat menambah kegiatan setiap minggu, memiliki jumlah yang besar dan tetap mati secara rohani.
Semua jenis pertumbuhan mengikuti pola tertentu. Sebagaimana makhluk yang bertumbuh, gereja setempat memiliki orang-orang yang menanamkan benih (penginjil) dan yang menyiram (pendeta/pengajar), dan mereka yang menggunakan karunia-karunia rohani mereka bagi pertumbuhan rohani mereka di gereja setempat. Namun perhatikan bahwa adalah Allah yang memberi pertumbuhan (1 Korintus 3:7). Mereka yang menanam dan mereka yang menyiram sama-sama akan mendapat pahala, masing-masing menurut jerih lelah mereka (1 Korintus 3:8).
Haruslah ada keseimbangan antara menanam dan menyiram supaya gereja setempat dapat bertumbuh, dan ini berarti bahwa dalam gereja yang sehat setiap orang harus mengenali karunia rohaninya sehingga dia dapat berfungsi sepenuhnya dalam tubuh Kristus. Kalau menanam dan menyiram tidak lagi seimbang, gereja tidak akan berhasil sesuai dengan rencana Allah. Tentunya harus ada ketergantungan dan ketaatan pada Roh Kudus setiap hari sehingga kuasaNya dapat disalurkan dalam diri mereka yang menanam dan menyiram sehingga pertumbuhan dari Allah dapat terwujud.
Akhirnya, gambaran dari gereja yang hidup dan bertumbuh ditemukan dalam Kisah 2:42-47 di mana dikatakan bahwa orang-orang percaya, "bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." Kemudian dikatakan pula bahwa mereka saling melayani satu dengan yang lainnya dan menjangkau mereka yang perlu mengenal Tuhan, dan "tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." Ketika hal-hal ini ada, gereja akan mengalami pertumbuhan rohani, tanpa memperdulikan apakah bertambah atau tidak secara angka.
Alkitab mengatakan bahwa ada "satu Tuhan, satu iman, satu baptisan," (Efesus 4:5). Ayat ini menekankan kesatuan yang seharusnya ada dalam Tubuh Kristus karena kita didiami oleh "satu Roh" (ayat 4). Dalam ayat 3 Paul menyerukan kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran dan kasih " semuanya adalah hal yang diperlukan untuk mempertahankan kesatuan. Menurut 1 Korintus 2:10-13, Roh Kudus mengetahui pikiran Allah (ayat 11), yang diungkapkanNya (ayat 10) dan diajarkanNya (ayat 13) kepada orang-orang yang didiamiNya. Pekerjaan Roh Kudus yang demikian disebut pencerahan.
Dalam dunia yang sempurna, setiap orang percaya akan dengan sungguh-sungguh mempelajari Alkitab (2 Timotius 2:15) dengan sikap doa dan bergantung pada pencerahan Roh Kudus. Sayangnya, ini bukan dunia yang sempurna. Tidak setiap orang yang memiliki Roh Kudus betul-betul mendengarkan Roh Kudus. Ada orang-orang Kristen yang mendukakanNya (Efesus 4:30). Tanyakan kepada pendidik " bahkan guru yang paling baikpun memiliki sejumlah murid yang suka membangkang yang tidak mau belajar apapun yang dilakukan oleh guru tsb. Jadi salah satu penyebab mengapa orang memiliki penafsiran yang berbeda terhadap Alkitab adalah karena ada orang-orang yang tidak mau mendengarkan sang Guru. Berikut ini adalah beberapa alasan lain mengenai perbedaan yang luas antara mereka yang mengajarkan Alkitab:
1. Ketidakpercayaan. Faktanya adalah banyak yang mengklaim sebagai orang Kristen belum pernah dilahirkan kembali. Mereka mengenakan label "Kristen," namun tidak pernah ada perubahan hati. Banyak yang mengajarkan Alkitab tanpa percaya bahwa Alkitab itu benar adanya. Mereka mengaku berbicara bagi Allah, namun hidup dalam keadaan tidak percaya. Kebanyakan penafsiran salah timbul dari sumber-sumber ini.Adalah tidak mungkin untuk seorang yang tidak percaya untuk menafsirkan Alkitab secara benar. "Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah," dan ia tidak dapat memahaminya," (1 Korintus 2:14). Seorang yang belum diselamatkan (seseorang yang tidak memiliki Roh Kudus) tidak dapat memahami kebenaran Alkitab. Dia tidak memiliki pencerahan. Selanjutnya, menjadi pendeta atau teologpun tidak menjamin keselamatan seseorang.
Sebuah contoh kekacauan yang dihasilkan oleh ketidakpercayaan dapat dilihat dalam Yohanes 12:28-29. "Bapa, muliakanlah nama-Mu!" Maka terdengarlah suara dari sorga: "Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi!" Orang banyak yang berdiri di situ dan mendengarkannya berkata, bahwa itu bunyi guntur. Ada pula yang berkata: "Seorang malaikat telah berbicara dengan Dia." Setiap orang mendengar hal yang sama, -pernyataan yang jelas dari surga- namun setiap orang mendengarkan apa yang mereka mau dengar.
2. Tidak adanya pelatihan. Rasul Petrus memperingatkan mereka yang "memutarbalikkan" kitab Suci. Dia mengatakan bahwa pengajaran mereka yang salah terjadi, salah satunya karena mereka "tidak memahaminya" (2 Petrus 3:16). Timotius diberitahu untuk "Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu" (2 Timotius 2:15). Tidak ada jalan pintas untuk penafsiran yang tepat, kita harus belajar. 3. Hermeneutika yang salah. Banyak kesalahan disebarluaskan hanya gara-gara gagal menerapkan hermeneutik (ilmu penafsiran Alkitab) yang tepat. Tidak mempertimbangkan konteks langsung dari suatu ayat dapat sama sekali merusak maksud dari ayat tsb. Mengabaikan konteks yang lebih luas dari pasal dan kitab, atau tidak memahami konteks historis/budaya juga dapat menimbulkan masalah. 4. Mengabaikan keseluruhan Firman Allah. Apollos adalah seorang pengajar yang berkuasa dan fasih, namun dia hanya mengenal baptisan Yohanes. Dia tidak tahu mengenai Yesus dan keselamatan yang tersedia sehingga berita yang dikabarkannya tidak lengkap. Akwila dan Priskila "dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah" (Kisah 18:24-28). Beberapa kelompok dan pribadi saat ini memiliki berita yang tidak lengkap karena mereka memusatkan perhatian pada bagian-bagian tertentu dari Firman Allah dan mengabaikan yang lain. Mereka gagal membandingkan ayat yang satu dengan ayat lainnya. 5. Mementingkan dan membanggakan diri. Patut disayangkan, banyak penafsiran Alkitab adalah berdasarkan prasangka pribadi dan doktrin-doktrin kesayangan. Beberapa orang menemukan kesempatan untuk mempromosikan diri sendiri dengan mempromosikan "perspektif baru" mengenai Alkitab. Coba lihat gambaran para pengajar palsu dalam surat Yudas. 6. Tidak dewasa. Ketika orang-orang Kristen tidak menjadi dewasa sebagaimana seharusnya, cara mereka menangani Firman Tuhan terpengaruh. " Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, " Karena kamu masih manusia duniawi" (1 Korintus 3:2-3). Orang Kristen yang tidak dewasa tidak siap untuk "makanan keras" Firman Allah. Perhatikan bahwa bukti dari keduniawian orang-orang Korintus adalah perpecahan dalam gereja mereka (ayat 4). 7. Penekanan yang berlebihan kepada tradisi. Beberapa gereja mengaku percaya pada Alkitab, namun penafsiran mereka selalu disaring melalui doktrin yang sudah diterima oleh gereja mereka. Ketika tradisi dan pengajaran bertentangan, tradisi dimenangkan. Ini secara efektif menghapuskan otoritas Firman Allah dan mengagungkan kepemimpinan gereja.Untuk hal-hal yang hakiki, Alkitab sudah amat jelas. Tidak ada yang perlu diragukan mengenai keillahian Kristus, realita surga dan neraka, keselamatan oleh anugrah melalui iman. Pada hal-hal yang kurang penting, pengajaran Alkitab tidak sejelas itu, dan hal ini menghasilkan perbedaan penafsiran. Misalnya, kita tidak memiliki perintah langsung dari Alkitab mengenai frekwensi perjamuan kudus atau struktur pemerintahan gereja atau jenis musik apa yang digunakan. Orang-orang Kristen yang jujur dan tulus dapat memiliki penafsiran yang berbeda mengenai ayat-ayat yang berhubungan dengan hal-hal sepele.
Yang penting adalah bersikap dogmatik ketika Alkitab dogmatik dan jangan menjadi dogmatik ketika Alkitab tidak dogmatik. Gereja seharusnya mengikuti teladan yang ditinggalkan kepada kita oleh gereja mula-mula di Yerusalem. "Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa" (Kisah 2:42). Ada kesatuan dalam gereja mula-mula karena mereka bertekun dalam pengajaran para rasul. Ketika kita kembali kepada pengajaran pada rasul, dan meninggalkan doktrin-doktrin lain, serta kepalsuan dan tipu muslihat yang sudah menyusup ke dalam gereja, akan ada lagi kesatuan dalam gereja.
Pertama-tama, adalah penting untuk melihat bahwa "begitu banyak" bukanlah merupakan penggambaran yang tepat. Dapat saja kelihatan bahwa banyak pemuka Kristen injili yang terlibat dalam skandal, namun hal ini adalah karena tingkat perhatian yang diberikan kepada skandal-skandal ini. Ada ribuan pemuka Kristen injili, pendeta, profesor, misionari, penulis dan para penginjil yang tidak pernah terlibat dalam hal-hal yang "dapat menimbulkan skandal." Mayoritas utama dari para pemuka Kristen injili adalah laki-laki dan perempuan yang mencintai Allah, yang setia pada pasangan dan keluarga mereka, dan menangani kegiatan-kegiatan mereka dengan kejujuran dan integritas yang paling tinggi. Kegagalan dari beberapa orang tidak seharusnya digunakan untuk menyerang karakter dari semua.
Sesudah mengatakan itu, tetap ada masalah di mana skandal kadang-kadang timbul di antara mereka yang mengaku sebagai Kristen injili. Ada pemuka-pemuka Kristen yang ternama yang kemudian ketahuan bahwa mereka berzinah atau melacur. Beberapa orang Kristen terbukti menggelapkan pajak dan keuangan. Mengapa hal ini terjadi? Ada tiga penjelasan utama: (1) Beberapa dari mereka yang mengaku sebagai orang Kristen injili sebetulnya palsu, (2) Beberapa pemuka Kristen injili ini membiarkan posisi mereka menjadikan mereka sombong, (3) Iblis dan pengikut-pengikutnya menyerang dan mencobai mereka yang duduk dalam kepemimpinan karena mereka tahu bahwa skandal yang menyangkut seorang pemimpin akan mendatangkan akibat yang dahsyat, baik pada orang Kristen maupun bukan Kristen.
(1) Beberapa orang-orang "Kristen injili" yang terlibat dalam skandal adalah para nabi palsu dan penipu. Yesus mengingatkan, "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. ... Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka" (Matius 7:15-20). Para nabi palsu berpura-pura menjadi laki-laki dan perempuan yang saleh, dan kelihatan sebagai pemuka Kristen yang baik. Namun, "buah" (skandal) mereka mengungkapkan mereka dengan cara bertentangan dari klaim mereka sendiri. Dalam hal ini mereka mengikuti contoh dari Iblis, "Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang. Jadi bukanlah suatu hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka" (2 Korintus 11:14-15).
(2) Sudah jelas dalam Alkitab bahwa "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan" (Amsal 16:18). Yakobus 4:6 mengingatkan kita, "" Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." Alkitab berulang kali memperingatkan kita akan kecongkakan. Banyak pemimpin Kristen yang memulai pelayanan dengan rendah hati dan bersandar kepada Allah, namun setelah pelayanan ini bertumbuh dan berhasil, adalah mudah bagi para pemimpin ini untuk tergiur dan mengambil kemuliaan untuk diri sendiri. Pada akhirnya beberapa pemimpin Kristen injili ini, dengan berbasa basi kepada Allah, berusaha mendirikan dan membangun pelayanan mereka berdasarkan kekuatan dan hikmat mereka sendiri. Kebanggaan semacam ini berakhir pada kejatuhan. Allah, melalui nabi Hosea, memperingatkan, "Ketika mereka makan rumput, maka mereka kenyang; setelah mereka kenyang, maka hati mereka meninggi; itulah sebabnya mereka melupakan Aku." (Hosea 13:6).
(3) Iblis tahu bahwa dengan mempengaruhi pemuka Kristen injili untuk terlibat dalam skandal, Iblis dapat memperoleh dampak yang dahsyat. Sebagaimana perzinahan raja Daud dengan Betsyeba dan pembunuhan Uria yang diatur akhirnya mengakibatkan kerusakan besar dalam keluarga Daud dan segenap bangsa Israel " demikian pula banyak gereja atau pelayanan telah dirusakkan oleh kegagalan dari pemimpinnya. Banyak orang Kristen yang imannya menjadi lemah sebagai akibat kejatuhan pemimpinnya. Banyak orang bukan Kristen yang menggunakan kegagalan para pemimpinnya "Kristen" sebagai alasan mengapa mereka menolak keKristenan. Iblis dan para pengikutnya tahu akan hal ini, dan karena itu lebih mengarahkan serangan mereka kepada orang-orang dalam posisi kepemimpinan ini. Alkitab memperingati kita semua, "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8 TB)
Bagaimana kita menanggapi ketika seorang pemuka Kristen dituduh atau terjatuh dalam skandal? (1) Jangan dengarkan atau terima tuduhan yang tidak berdasar (Amsal 18:8, 17; 1 Timotius 5:19). (2) Gunakan cara-cara Alkitab untuk menegur mereka yang berdosa (Matius 18:15-17; 1 Timotius 5:20). Kalau dosa itu terbukti dan parah, pemimpin yang bersangkutan harus diminta melepaskan jabatannya (1 Timotius 3:1-13). (3) Ampuni mereka yang berdosa (Efesus 4:32; Kolose 3:13) dan ketika penyesalan terbukti, pulihkan mereka kepada persekutuan (Galatia 6:1; 1 Petrus 4:8). (4). Berdoa dengan setia untuk para pemimpin kita. Mengetahui masalah yang mereka harus hadapi, pencobaan yang mereka alami dan tekanan yang membebani mereka, kita harus berdoa untuk para pemimpin kita, mohon Allah menguatkan, melindungi dan menghibur mereka. (5) Yang paling penting, ambil kegagalan dari pemimpin Kristen injili sebagai peringatan untuk menempatkan iman kita kepada Allah, dan hanya kepada Allah. Allah tidak pernah gagal, tidak pernah berdosa dan tidak berdusta. ""Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!" (Yesaya 6:3).
Sejarah krKristenan pada dasarnya adala sejarah peradaban Barat. KeKristenan memiliki pengaruh yang luas dalam masyarakat umum " kesenian, bahasa, politik, hukum, kehidupan keluarga, penanggalan, musik, dan cara berpikir kita semua ini telah diwarnai oleh pengaruh keKristenan hampir 2000 tahun lamanya. Karena itu kisah tentang Gereja adalah sesuatu yang penting untuk diketahui.
Sejarah KeKristenan " Permulaan GerejaPetobat-petobat pertama kepada keKristenan adalah orang-orang Yahudi atau peganut-penganut Yudaisme, dan gereja berpusat di Yerusalem. Karena itu keKristenan pada mulanya dipandang sebagai sekte Yahudi, sama seperti orang-orang Farisi, Saduki, atau Essenes. Namun demikian, apa yang dikhotbahkan para Rasul berbeda secara radikal dari apa yang diajarkan oleh kelompok-kelompok Yahudi lainnya. Yesus adalah Mesias orang Yahudi (Raja yang Diurapi) yang datang untuk menggenapi Hukum Taurat (Matius 5:17) dan mendirikan Perjanjian Baru yang berdasarkan pada kematianNya (Markus 14:24). Berita ini, dan tuduhan bahwa mereka telah membunuh Mesias mereka sendiri, membuat banyak pemuka Yahudi menjadi marah, dan beberapa orang, seperti Saul dari Tarsus, mengambil tindakan untuk memusnahkan "Jalan" itu (Kisah 9:1-2).
Adalah amat tepat untuk mengatakan bahwa keKristenan berakar pada Yudaisme. Perjanjian Lama meletakkan landasan bagi Perjanjian Baru dan tidak mungkin untuk memahami keKristenan secara penuh tanpa pengetahuan akan Perjanjian Lama (lihat kitab Matius dan Ibrani). Perjanjian Lama menjelaskan kebutuhan akan seorang Mesias, mengandung sejarah umat kepunyaan Mesias, dan menubuatkan kedatangan Mesias. Perjanjian Baru adalah mengenai datangnya Mesias dan karyaNya untuk menyelamatkan kita dari dosa. Dalam hidupNya, Yesus menggenapi lebih dari 300 nubuat yang terinci, membuktikan bahwa Dialah yang dinanti-nantikan oleh Perjanjian Lama.
Sejarah KeKristenan " Pertumbuhan Gereja Mula-MulaPada tahun 70, tahun di mana Yerusalem dihancurkan, kitab-kitab Perjanjian Baru telah lengkap dan beredar di antara gereja-gereja. Untuk 240 tahun berikutnya, orang-orang Kristen dianiaya oleh Roma, kadang secara acak, kadang atas perintah pemerintah.
Pada abad kedua dan ketiga, kepemimpinan gereja mejadi makin hirakhis seiring dengan peningkatan jumlah. Beberapa ajaran sesat diungkapkan dan ditolak pada zaman ini, dan kanon Perjanjian Baru disepakati. Penganiayaan terus meningkat.
Sejarah KeKristenan " Bangkitnya Gereja RomaSetelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka "bertobat" kepada keKristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana. Kira-kira pada saat yang hampir sama, beberapa orang Kristen meninggalkan Roma dan memilih untuk tinggal secara terpencil sebagai biarawan, dan baptisan bayi diperkenalkan sebagai cara untuk menyucikan dosa asal.
Dalam abad-abad berikutnya, berbagai konsili gereja dilakukan untuk menentukan doktrin resmi gereja, untuk mengecam perlakuan salah terhadap para pelayan Tuhan, dan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Dengan makin melemahkan Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Bishop Roma bahkan mulai menyebut diri "Paus" (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima dengan baik oleh Gereja Timur (Gerika) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada 1054 di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.
Sejarah KeKristenan " Abad PertengahanPara Reformator, termasuk Luther, Calvin, and Zwingli, berbeda dalam banyak detil teologia, namun mereka konsisten dalam penekanan mereka akan Alkitab sebagai otoritas tertinggi yang melampaui tradisi gereja dan fakta bahwa orang-orang berdosa diselamatkan oleh anugrah melalui iman semata, bukan karena pekerjaan (Efesus 2:8-9).
Sekalipun Katolisisme muncul kembali di Eropah, dan serangkai peperangan antara Protestan dan Katolik terjadi, Reformasi berhasil meruntuhkan kekuasaan Gereja KaIolik Roma dan membantu membuka pntu kepada abad modern.
Sejarah KeKristenan " Abad MisiSaat ini ada banyak gereja, namun hanya satu injil. Itu adalah "mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus." (Yudas 3). Mari kita dengan hati-hati mempertahankan iman itu dan meneruskannya tanpa mengubahnya. Dan kiranya Tuhan terus memenuhi janjiNya untuk membangun gerejaNya.
Ada 3 kemungkinan penafsiran "suami dari satu istri" dalam 1 Timotius 3:2. (1) Ini berarti seorang yang berpoligami tidak memenuhi syarat menjadi penatua/diaken/pendeta. Ini adalah penafsiran yang paling harafiah dari frasa ini, namun kelihatannya tidak mungkin karena pada waktu Paulus menuliskan ini poligami sangat jarang. (2) Frasa ini dapat juga diterjemahkan "pria dengan satu perempuan." Ini mengindikasikan bahwa seorang penilik jemaat (bishop) harus setia kepada perempuan yang dinikahinya. Penafisran ini lebih menfokuskan pada kemurnian moral daripada status pernikahan. (3) Frasa ini juga dapat dipahami sebagai mengatakan bahwa yang agar dapat menjadi penatua/diaken/pendeta, seseorang hanya dapat menikah satu kali, kecuali kalau dia adalah seorang duda.
Penafsiran (2) dan (3) adalah yang paling banyak diterima sekarang ini. Saya sendiri cenderung kepada penafsiran (2), khususnya karena Alkitab nampaknya mengijinkan perceraian dalam keadaan-keadaan khusus (Matius 19:9; 1 Korintus 7:12-16). Juga amat penting untuk membedakan seseorang yang bercerai dan menikah kembali sebelum dia menjadi menjadi Kristen dengan orang yang bercerai dan menikah kembali setelah menjadi Kristen. Saya tidak merasa bahwa seseorang yang memenuhi syarat tidak boleh menjadi pengurus gereja karena tindakan yang dilakukannya sebelum dia mengenal Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya. Meskipun saya tidak menganggap 1 Timotius 3:2 secara khusus mengenyampingkan orang yang sudah bercerai atau menikah kembali dari pelayanan sebagai penatua/diaken/pendeta, ada hal-hal lain yang harus dipertimbangkan.
Kualifikasi pertama seorang penatua/diaken/pendeta adalah "tak bercacat" (1 Timotius 3:2). Kalau perceraian dan/atau pernikahan kembali mengakibatkan kesaksian buruk di gereja atau dalam masyarakat, maka mungkin persyaratan "tak bercacat" itu yang membuat dia tidak memenuhi syarat dan bukannya persyaratan "suami dari satu istri." Seorang penatua/diaken/pendeta harus menjadi seseorang yang dapat dijadikan teladan untuk keserupaan dengan Kristus dan kepemimpinan yang rohani. Kalau perceraian dan/atau pernikahan kembali mencegah dia dari tujuan ini, maka mungkin dia tidak seharusnya duduk dalam posisi penatua/diaken/pendeta. Adalah penting untuk diingat bahwa sekalipun seseorang tidak layak melayani sebagai penatua/diaken/pendeta, hal ini bukan berarti bahwa dia bukan anggota yang berharga dari Tubuh Kristus. Setiap orang Kristen memiliki karunia rohani (1 Korintus 12:4-7) dan dipanggil untuk ambil bagian dalam membangun orang-orang percaya lainnya dengan karunia-karunia itu (1 Korintus 12:7). Seseorang yang tidak layak menjadi penatua/diaken/pendeta masih dapat mengajar, berkhotbah, melayani, berdoa, beribadah dan memainkan peran kepemimpinan yang penting dalam gereja.
Jawaban yang paling sederhana untuk pertanyaan ini ditemukan dalam arti kata "baptis." Kata ini berasal dari kata Yunani yang berarti "dimasukkan ke dalam air." Karena itu baptisan dengan percik atau dengan menyiram adalah merupakan oksimoron, sesuatu yang bertentangan dengan diri sendiri. Baptisan dengan percik jadinya berarti "memasukkan seseorang ke dalam air dengan memercikkan air kepada mereka." Baptisan, berdasarkan definisi yang terkandung di dalamnya harus merupakan tindakan menyelam.
Baptisan menggambarkan identifikasi orang percaya dengan kematian, penguburan dan kebangkitan Kristus. "Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:3-4). Diselam di dalam air menggambarkan dikuburkan bersama Kristus. Keluar dari dalam air menggambarkan kebangkitan Kristus. Dengan demikian, baptisan selam adalah satu-satunya metode baptisan yang menggambarkan dikuburkan bersama Kristus dan bangkit bersama Dia. Baptisan dengan percik atau disiram muncul karena praktek baptisan bayi yang tidak Alkitabiah. Untuk informasi lebih lanjut mengenai baptisan bayi, lihat "Apa kata Alkitab mengenai baptisan bayi?"
Baptisan selam, sekalipun adalah merupakan cara yang paling Alkitabiah untuk mengidentifikasikan diri dengan Kristus, bukanlah (sebagaimana dipercaya oleh beberapa orang) syarat untuk keselamatan. Baptisan adalah penyataan ketaatan kepada perintah untuk bertobat dan dibaptiskan" (Kisah 2:38). Mereka yang percaya pada baptisan kelahiran kembali gagal untuk memahami bahwa adalah pertobatan yang merupakan syarat untuk keselamatan, bukan cara kita menyatakan pertobatan tsb. kepada dunia.
Dalam Kolose 2:16-17 Rasul Paulus menyatakan, "Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus." Demikian pula Roma 14:5 mengatakan, "Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri." Ayat-ayat ini amat jelas bahwa bagi orang-orang Kristen memelihara Sabat adalah soal kebebasan rohani, bukanlah perintah Allah. Memelihara Sabat adalah hal yang Allah perintahkan untuk kita tidak saling menghakimi. Memelihara Sabat adalah soal yang setiap orang Kristen perlu yakini secara penuh dalam benak mereka masing-masing.
Dalam pasal-pasal permulaan kitab Kisah Para Rasul, orang-orng Kristen mula-mula didominasi oleh orang-orang Yahudi. Ketika orang-orang bukan Yahudi mulai menerima anugrah keselamatan melalui Yesus Kristus, orang-orang Kristen menghadapi dilema. Aspek mana dari Hukum Musa dan tradisi Yahudi yang harus diajarkan kepada orang-orang bukan Yahudi untuk mereka taati? Para rasul berkumpul dan membicarakan soal itu dalam persidangan Yerusalem (Kisah 15). Keputusannya adalah, "Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah, tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah" (Kisah 15:19-20). Memelihara Sabat bukanlah salah satu perintah yang menurut para Rasul perlu untuk diterapkan kepada orang-orang percaya yang bukan orang Yahudi. Tidak dapat dibayangkan bahwa para Rasul akan lalai memasukkan memelihara Sabat kalau itu masih merupakan perintah Allah kepada orang-orang Kristen.
Kesalahan umum dalam perdebatan soal memelihara Sabat adalah konsep bahwa Sabat adalah hari untuk beribadah. Kelompok-kelompok seperti Adven Hari Ketujuh percaya bahwa Allah menuntut ibadah gereja dilakukan pada hari Sabtu, hari Sabat. Ini bukanlah perintah Sabat. Perintah Sabat adalah jangan bekerja pada hari Sabat (Keluaran 20:8-11). Tidak pernah ada dalam Alkitab hari Sabat diperintahkan sebagai hari untuk beribadah. Ya, orang-orang Yahudi dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan zaman modern menggunakan hari Sabtu sebagai hari untuk beribadah, namun itu bukanlah hakekat dari perintah Sabat. Dalam kitab Kisah Rasul, ketika suatu pertemuan dikatakan dilakukan pada hari Sabtu, pertemuan itu adalah orang-orang Yahudi, bukan Kristen.
Kapan orang-orang Kristen mula-mula berkumpul? Kisah 2:46-47 memberi jawabannya, " Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." Kalau ada hari di mana orang-orang Kristen berkumpul secara rutin, itu adalah hari pertama dalam minggu itu (hari Minggu kita), bukan pada hari Sabat (Kisah 20:7,1 Korintus 16:2). Untuk menghormati kebangkitan Kristus pada hari Minggu, orang Kristen mula-mula memperingati hari Minggu, bukan sebagai "hari Sabat Kristen," namun sebagai hari khusus untuk beribadah dan untuk memuliakan Yesus Kristus.
Apakah ada sesuatu yang salah dengan beribadah pada hari Sabtu, hari Sabat? Sama sekali tidak! Kita harus menyembah Allah setiap hari, bukan hanya pada hari Sabtu atau Minggu! Banyak gereja sekarang ini memiliki kebaktian baik pada hari Sabtu maupun Minggu. Di dalam Kristus ada kebebasan (Roma 8:21; 2 Korintus 3:17; Galatia 5:1). Apakah orang Kristen perlu memelihara hari Sabat, yaitu tidak bekerja pada hari Sabtu? Kalau seorang Kristen merasa dipanggil untuk melakukan itu, tentu saja (Roma 14:5). Namun demikian, mereka yang memilih untuk memelihara Sabat tidak boleh menghakimi mereka yang tidak memelihara Sabat (Kolose 2:16). Lebih lanjut lagi, mereka yang tidak memelihara Sabat harus berhati-hati, jangan menjadi batu sandungan (1 Korintus 8:9) bagi mereka yang memelihara Sabat. Galatia 5:13-15 meringkaskan soal ini: "Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan."
Untuk memahami perbedaan antara gereja setempat dan gereja universal orang harus memahami definisi dasar dari masing-masing. Gereja setempat adalah kelompok orang-orang percaya dalam Yesus Kristus yang berkumpul di tempat tertentu secara teratur. Gereja universal terdiri dari orang-orang yang percaya dalam Yesus Kristus di seluruh dunia. Istilah gereja berasal dari paling sedikit dua kata. Salah satu kata tsb. berhubungan dengan berkumpul bersama atau "jemaat" (1 Tesalonika 2:14; 2 Tesalonika 1:1). Kata ini adalah kata yang berhubungan dengan karya Allah dalam menyelamatkan dan menyucikan orang-orang percaya sebagai "orang-orang yang dipanggil keluar." Ketika kata gereja ditemukan di dalam Alkitab Bahasa Inggris kata inilah yang digunakan. Kata kedua adalah kata yang berbicara mengenai kepemilikan dan secara harafiah berarti "kepunyaan Allah." Ini adalah kata yang kemudian berubah menjadi "gereja." Kata bahasa Yunani ini hanya digunakan dua kali dalam Perjanjian Baru dan tidak pernah digunakan secara langsung untuk menamakan gereja (1 Korintus 11:20; Wahyu 1:10).
Gereja setempat biasanya didefinisikan seabgai perkumpulan setempat dari orang-orang yang mengakui iman dan kesetiaan kepada Kristus. Paling sering kata bahasa Yunani, ekklesia, digunakan untuk merujuk pada jemaat setempat (1 Tesalonika 1:1; 1 Korintus 4:17; 2 Korintus 11:8). Ini tidak berarti hanya ada satu gereja tertentu di satu daerah. Ada banyak gereja setempat di kota-kota yang besar.
Gereja universal adalah nama yang diberikan kepada gereja di seluruh dunia. Dalam hal ini konsep gereja bukanlah perkumpulan, namun orang-orang di dalamnya., Gereja adalah gereja sekalipun tidak ada pertemuan yang resmi. Dalam Kisah pasal 8 dan ayat 3 orang dapat menyaksikan bahwa gereja adalah gereja bahkan ketika mereka ada di rumah. Ketika menganalisa teks sebenarnya dari Kisah 9:31, orang dapat memperhatikan bahwa kata gereja-gereja sesuai terjemahan Alkitab King James seharusnya diterjemahkan sebagai gereja, yang menggambarkan gereja universal, dan bukan sekedar gereja-gereja setempat. Ada orang yang mencoba menggambarkan gereja universal sebagai gereja yang tidak kelihatan. Berhati-hati, jangan lakukan hal ini. Gereja universal tidak pernah digambarkan dalam Alkitab sebagai tidak kelihatan dan tidak dimaksudkan sebagai tidak kelihatan. Berikut ini adalah ayat-ayat Alkitab lainnya yang berbicara mengenai gereja universal: (1 Korintus 12:28; 15:9; Matius 16:18; Efesus 1:22-23; Kolose 1:18).