Doa orang berdosa adalah doa yang didoakan orang kepada Tuhan saat mereka menyadari bahwa mereka adalah orang berdosa dan membutuhkan Juruselamat. Sekedar mengucapkan doa orang berdosa tidak akan menghasilkan apa-apa. Doa orang berdosa hanya bermanfaat jikalau doa itu dengan sungguh-sungguh mengungkapkan apa yang diketahui, dimengerti dan dipercaya oleh orang tsb mengenai dosanya dan kebutuhannya untuk diselamatkan.
Aspek pertama dari doa orang berdosa adalah pengertian bahwa kita semua adalah orang-orang berdosa. Roma 3:10 mengatakan, "Seperti ada tertulis: Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." Alkitab sangat jelas bahwa setiap kita sudah berdosa. Kita adalah orang-orang berdosa yang membutuhkan belas kasihan dan pengampunan dari Tuhan (Titus 3:5-7). Karena dosa kita, kita pantas menerima hukuman kekal (Matius 25:46). Doa orang berdosa adalah permohonan untuk mendapatkan anugrah dan bukannya penghakiman. Ini adalah doa untuk mohon belas kasihan dan bukannya murka.
Aspek kedua dari doa orang berdosa adalah mengetahui apa yang Tuhan sudah lakukan untuk memperbaiki kondisi kita yang berdosa dan terhilang. Allah datang menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus (Yohanes 1:1, 14). Yesus mengajar kita kebenaran mengenai Allah dan hidup dalam kebenaran yang sempurna dan tidak berdosa sama sekali (Yohanes 8:46, 2 Korintus 5:21). Yesus kemudian mati di salib menggantikan kita, menanggung hukuman yang sepantasnya kita tanggung (Roma 5:8). Yesus bangkit dari kematian membuktikan kemenanganNya atas dosa, kematian dan neraka (Kolose 2:15, 1 Korintus 15). Karena semua ini, dosa-dosa kita diampuni dan kita dijanjikan rumah kekal di Surga, kita kita bersedia menaruh iman kita kepada Yesus Kristus. Satu-atunya yang kita perlu lakukan adalah percaya bahwa Dia mati menggantikan kita dan bangkit kembali dari antara orang mati (Roma 10:9-10). Kita diselamatkan semata-mata karena anugerah belaka, melalui iman di dalam Yesus Kristus. Efesus 2:8 mengatakan, "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah."
Mengucapkan doa orang berdosa adalah sebuah cara untuk memberitahu Tuhan bahwa Anda bersandar pada Yesus Kristus sebagai Juruselamatmu. Di dalamnya tidak ada kata-kata "ajaib" yang dapat menghasilkan keselamatan. Hanya iman kepada kematian dan kebangkitan Yesus yang dapat menyelamatkan kita. Jika Anda mengerti bahwa Anda adalah orang berdosa dan membutuhkan keselamatan melalui Yesus Kristus, berikut ini adalah sebuah doa orng berdosa yang dapat Anda doakan kepada Tuhan, "Tuhan, saya tahu saya adalah orang berdosa. Saya tahu bahwa saya pantas menerima akibat dari dosa-dosa saya. Namun demikian, saya percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat saya. Saya percaya bahwa kematian dan kebangkitanNya menyediakan pengampunan bagi saya. Saya percaya kepada Tuhan Yesus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamatku. Tuhan, terima kasih untuk menyelamatkan dan mengampuni saya! Amin!"
Apakah Anda membuat keputusan untuk menerima Kristus karena apa yang Anda baca di sini? Jika demikian, klik pada tombol "Saya telah menerima Kristus pada hari ini" di bawah.
Mengapa berdoa? Mengapa berdoa kalau Tuhan sudah secara sempurna menguasa segala sesuatu? Mengapa berdoa kalau Tuhan telah mengetahui apa yang akan kita minta sebelum kita memintanya?
(1) Doa adalah suatu wujud pelayanan kepada Tuhan (Lukas 2:36-38). Kita berdoa karena Tuhan memerintahkan kita untuk berdoa (Filipi 4:6-7).
(2) Tuhan Yesus dan gereja mula-mula memberikan kita contoh doa (Markus 1:35; Kisah Rasul 1:14; 2:42; 3:1; 4:23-32; 6:4; 13:1-3). Jika Yesus memandang perlu untuk berdoa kita juga perlu.
(3) Tuhan menghendaki doa menjadi sarana untuk memperoleh jalan keluar untuk berbagai situasi:
a. Mempersiapkan keputusan-keputusan besar (Lukas 6:12-13)
b. Mengatasi halangan kuasa kegelapan dalam hidup (Matius 17:14-21)
c. Meminta pengerja-pengerja untuk tuaian rohani (Lukas 10:2)
d. Mendapatkan kekuatan untuk mengatasi pencobaan (Matius 26:41)
e. Cara untuk menguatkan orang lain secara rohani (Efesus 6:18-19)
(4) Kita memiliki janji Tuhan bahwa doa kita tidak akan sia-sia bahkan jika kita tidak mendapatkan apa yang secara khusus kita minta (Matius 6:6; Roma 8:26-27).
(5) Dia berjanji bahwa jika kita meminta hal-hal yang sesuai dengan kehendakNya, Dia akan memberi apa yang kita minta (1 Yohanes 5:14-15).
Kadang-kadang Dia menunda jawabanNya sesuai dengan hikmatNya dan untuk kebaikan kita. Dalam situasi-situasi ini, kita perlu dengan rajin dan bertekun dalam doa (Matius7:7; Lukas 18:1-8). Doa tidak boleh dipandang sebagai cara untuk memaksa Tuhan melakukan kemauan kita dalam dunia, tapi sebagai cara untuk menggenapi kehendak Tuhan di atas bumi ini. Hikmat Tuhan jauh melampaui hikmat kita.
Dalam situasi-situasi di mana kita tidak tahu secara persis apa yang merupakan kehendak Tuhan, doa adalah cara untuk menemukan kehendak Tuhan. Jikalau Petrus tidak meminta Yesus memanggil dia keluar dari perahu ke atas air, dia pasti sudah kehilangan kesempatan itu (Matius 14:28-29). Jikalau si wanita Siro-Fenisia yang putrinya diganggu setan tidak berdoa kepada Kristus, putrinya tidak akan sembuh (Markus 7:26-30). Jika orang buta di luar kota Yerikho tidak berseru kepada Kristus, dia akan tetap buta (Lukas 18:35-43). Tuhan telah mengatakan bahwa sering kita tidak memperoleh karena kita tidak meminta (Yakobus 4:2). Dalam pengertian tertentu, doa adalah seperti membagikan Injil dengan orang-orang lain. Kita tidak tahu siapa yang akan meresponi berita Injil sampai kita mulai membagikannya. Demikian pula dengan doa. Kita tidak akan pernah melihat hasil dari doa sampai kita berdoa.
Tidak adanya doa menyatakan tidak adanya iman dan tidak adanya kepercayaan kepada Firman Tuhan. Kita berdoa untuk menyatakan iman kita kepada Tuhan, bahwa Dia akan melakukan apa yang telah dijanjikanNya dalam FirmanNya, dan akan memberkati hidup kita dengan berlimpah lebih dari apa yang dapat kita minta atau harapkan (Efesus 3:20). Doa adalah sarana utama untuk melihat Tuhan bekerja dalam hidup orang-orang lain. Karena doa adalah cara kita untuk "bersambungan" dengan kuasa Tuhan, doa adalah cara kita untuk mengalahkan musuh dan pasukannya (Iblis dan tentara-tentaranya) yang dengan diri sendiri kita tidak akan berdaya. Karena itu kiranya Tuhan kerap kali menemukan kita di hadapan tahtaNya, sebab kita memiliki Imam Besar di surga yang dapat memahami segala yang kita alami (Ibrani 4:15-16). Kita memiliki janji bahwa doa orang benar apabila dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya (Yakobus 5:16-18). Kiranya Tuhan memuliakan namaNya dalam hidup kita saat kita percaya dan sering datang kepadanya di dalam doa.
Lukas 18:1-7 mengatakan, "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Kata-Nya: "Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun. Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku." Kata Tuhan: "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?"
Lukas 11:5-13 mengatakan, "Lalu kata-Nya kepada mereka: "Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepada saudara. Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Kedua bagian Alkitab ini mendorong kita untuk berdoa " dan terus berdoa! Tidak ada salahnya terus menerus meminta hal yang sama. Sepanjang hal itu adalah dalam kehendak Tuhan (1 Yohanes 5:14-15), mintalah terus sampai Tuhan memberikan apa yang Anda minta atau menyingkirkan hal itu dari hati Anda. Kadang-kadang Tuhan membiarkan kita menunggu untuk jawaban atas doa-doa kita untuk mengajar kita bersabar dan bertekun. Kadang-kadang kita meminta untuk apa yang bukan merupakan waktunya untuk Tuhan berikan. Kadang-kadang kita meminta untuk apa yang bukan menjadi kehendak Tuhan bagi kita, dan Dia akan terus berkata tidak. Doa bukan hanya kita mengajukan permintaan kita kepada Tuhan, namun juga kesempatan bagi Tuhan untuk menyatakan kehendakNya kepada kita. Teruslah meminta, teruslah mengetuk, teruslah mencari " sampai Tuhan mengaruniakan permohonan Anda, atau meyakinkan Anda bahwa itu bukanlah kehendakNya bagi Anda.
Banyak orang memandang "doa yang dijawab" sebagai Tuhan mengabulkan permohonan yang dipanjatkan kepadaNya. Jikalau doanya tidak dikabulkan, sering dianggap bahwa doa itu tidak dijawab. Sebetulnya ini adalah pengertian yang tidak tepat mengenai doa. Tuhan menjawab setiap doa yang dinaikkan kepadaNya. Yang harus kita ingat adalah bahwa kadang-kadang Tuhan menjawab "tidak" atau "tunggu." Tuhan hanya berjanji untuk mengabulkan doa-doa kita kalau apa yang kita minta sesuai dengan kehendakNya. 1 Yohanes 5:14-15 "Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya."
Apa artinya berdoa sesuai dengan kehendak Tuhan? Berdoa sesuai dengan kehendak Tuhan adalah berdoa untuk hal-hal yang menghormati dan memuliakan Tuhan dan/atau berdoa untuk hal-hal yang Alkitab secara jelas ungkapkan sebagai kehendak Allah. Jikalau kita berdoa untuk sesuatu yang tidak menghormati Tuhan atau yang bukan kehendak Tuhan bagi hidup kita, Tuhan tidak akan memberi apa yang kita minta. Bagaimana kita mengetahui apa yang menjadi kehendak Tuhan? Tuhan berjanji memberi kita hikmat saat kita memintanya. Yakobus 1:5 mengatakan, "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, "yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit",maka hal itu akan diberikan kepadanya." Kenali apa yang Alkitab katakan mengenai kehendak Tuhan bagi hidup Anda. Makin kita mengenal Firman Tuhan, makin kita mengetahui apa yang kita perlu doakan. Makin kita mengetahui apa yang kita perlu doakan, makin efektiflah kehidupan doa kita.
Doa Bapa Kami adalah doa yang diajarkan Yesus kepada murid-muridNya dalam Matius 6:9-13 dan Lukas 11:2-4. Matius 6:9-13 berbunyi, "Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat." Banyak orang yang salah mengerti dan mengira Doa Bapa Kami sebagai doa yang harus didoakan kata per kata. Sebagian orang memperlakukan Doa Bapa Kami seperti sebuah mantra, sepertinya kata-kata doa itu sendiri memiliki kuasa tertentu atau dapat mempengaruhi Tuhan.
Alkitab mengajar hal yang sebaliknya. Tuhan lebih tertarik kepada isi hati kita saat kita berdoa dan bukan kepada kata-kata kita. Matius 6:6 mengajar kita, "Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." Matius 6:7 lebih lanjut lagi mengatakan, "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan." Dalam doa kita mencurahkan hati kita kepada Tuhan (Filipi 4:6-7), bukan hanya sekedar mengulangi kata-kata hapalan kepada Tuhan.
Sebaliknya, Doa Bapa Kami perlu dipandang sebagai contoh mengenai bagaimana berdoa. Doa Bapa Kami mengajar kita berdoa. Doa ini memberi kita "bahan-bahan" yang perlu ada dalam doa kita. Berikut ini adalah detilnya. "Bapa kami yang di surga" mengajar kita kepada siapa kita berdoa, sang Bapa. "Dikuduskanlah namaMu" memberitahu kita untuk menyembah Tuhan dan untuk memuji Tuhan. Frasa "Datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga" mengingatkan kita bahwa kita perlu berdoa untuk rencana Tuhan dalam hidup kita dan dalam dunia, bukan rencana kita sendiri. Kita perlu berdoa agar kehendak Tuhan yang terjadi, bukan keinginan kita. Dalam "berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" kita diminta untuk meminta kepada Tuhan untuk hal-hal yang kita butuhkan. "Ampunilah kami akan segala kesalahan kami, sama seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami" mengingatkan kita untuk mengakui dosa kita kepada Tuhan dan berbalik dari dosa, dan juga mengampuni orang-orang lain sebagaimana Tuhan telah mengampuni kita. Penutup dari Doa Bapa Kami, "dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, melainkan lepaskanlah kami dari yang jahat" adalah seruan minta tolong untuk dapat mengatasi dosa dan mohon perlindungan dari serangan si jahat.
Jadi Doa Bapa Kami bukanlah doa yang kita patut hafalkan untuk Tuhan. Doa ini adalah contoh mengenai bagaimana kita patut berdoa. Apakah salah kalau kita menghapalkan Doa Bapa Kami? Tentu tidak! Apakah salah kalau kita mengulangi Doa Bapa Kami sebagai doa kita? Tidak, jika Anda sungguh-sungguh dan dengan segenap hati. Ingat, dalam doa Tuhan lebih tertarik pada persekutuan kita denganNya dan ungkapan isi hati kita daripada pada kata-kata yang kita ucapkan. Filipi 4:6-7 mengatakan, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus."
Berdoa dalam nama Yesus diajarkan dalam Yohanes 14:13-14, "Dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya." Beberapa orang dengan salah menerapkan ayat ini dan beranggapan bahwa asal mengatakan "dalam nama Yesus" pada akhir dari doa maka Tuhan akan selalu mengabulkan apasaja yang diminta. Ini pada dasarnya memperlakukan "dalam nama Yesus" seperti sebuah mantra. Hal ini sama sekali tidak Alkitabiah.
Berdoa dalam nama Yesus berarti berdoa dengan otoritas Yesus dan minta kepada Allah Bapa untuk menjawab doa kita karena kita datang dalam nama anakNya, Yesus. Berdoa dalam nama Yesus memiliki arti yang sama dengan berdoa sesuai dengan kehendak Allah. "Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya" (1 Yohanes 5:14-15). Berdoa dalam nama Yesus berarti berdoa untuk hal-hal yang menghormati dan memuliakan Yesus.
Mengucapkan "dalam nama Yesus" pada akhir dari doa bukanlah sebuah mantra. Jika apa yang Anda minta dalam doa bukanlah untuk kemuliaan Tuhan dan bukan sesuai dengan kehendakNya, mengatakan "dalam nama Yesus" tidak ada artinya. Yang penting adalah berdoa dengan sungguh-sungguh dalam nama Yesus dan bagi kemuliaanNya; bukan sekedar menempelkan kata-kata tertentu pada akhir dari doa. Dalam doa, bukan kata-katanya yang penting, tapi maksud dari doa itu. Berdoa untuk hal-hal yang sesuai dengan kehendak Tuhan pada hakekatnya adalah berdoa dalam nama Yesus.
Doa bersama adalah bagian penting dari hidup bergereja, sama halnya dengan beribadah, doktrin yang benar, perjamuan kudus dan persekutuan. Gereja mula-mula berkumpul secara rutin untuk bertekun dalam pengajaran rasul-rasul, memecahkan roti dan berdoa bersama (Kisah Rasul 2:42), dimulai sejak setelah Yesus bangkit (Kisah Rasul 1:14) dan berlanjut terus hingga hari ini. Ketika kita berdoa bersama dengan orang-orang percaya lainnya, pengaruhnya sangatlah positif. Doa bersama membangun dan menyatukan kita dalam iman yang satu. Roh Kudus yang sama yang berdiam dalam setiap orang percaya menyebabkan hati kita bersukacita saat kita mendengar pujian kepada Tuhan dan Juruselamat kita, merajut dan menyatukan kita dalam ikatan yang unik yang tidak ditemukan di tempat lain.
Bagi mereka yang kesepian dan bergumul dengan beban kehidupan, mendengarkan orang mengangkat mereka ke tahta anugrah memberi semangat yang besar. Mendoakan mereka juga membangun kasih dan perhatian terhadap orang lain. Doa bersama juga mengajar orang-orang yang baru percaya bagaimana berdoa dan membawa mereka kepada persekutuan yang intim dalam tubuh Kristus. Pada saat yang sama, doa bersama hanyalah merupakan refleksi dari hati orang-orang yang ambil bagian. Dengan rendah hati kita datang kepada Tuhan (Yakobus 4:10), dalam kebenaran (Mazmur 145:18), dan ketaatan (1 Yohanes 3:21-22), dengan ucapan syukur (Filipi 4:6) dan keyakinan (Ibrani 4:16). Sayangnya, doa bersama dapat pula menjadi sarana bagi mereka yang kata-katanya bukan ditujukan pada Tuhan, tapi pada para pendengar mereka. Dalam Matius 6:5-8 Yesus memperingatkan kita untuk berhati-hati dengan dengan sikap semacam itu saat Dia mengingatkan kita untuk tidak bersikap pamer dan bertele-tele atau munafik dalam doa-doa kita, namun berdoa secara sendiri di dalam kamar untuk menghindari cobaan semacam itu.
Tidak ada sesuatu apapun di dalam Alkitab yang mengindikasikan bahwa doa bersama adalah "lebih berkuasa" dibanding dengan doa pribadi dalam hal menggerakkan tangan Tuhan. Terlalu banyak orang Kristen yang menyamakan doa dengan "mendapatkan sesuatu dari Tuhan," dan doa bersama pada umumnya menjadi kesempatan untuk mengutarakan daftar permintaan kita. Doa yang Alkitabiah memiliki banyak sisi, termasuk keinginan untuk masuk ke dalam persekutuan yang intim dengan Tuhan kita yang kudus, sempurna dan adil. Bahwa Tuhan yang demikian bersedia mencondongkan telingaNya kepada ciptaanNya membuat pujian dan penyembahan dinyatakan dengan berlimpah (Mazmur 27:4; 63:1-8), menghasilkan penyesalan dan pengakuan yang tulus (Mazmur 51; Lukas 18:9-14), melahirkan ucapan syukur (Filipi 4:6; Kolose 1:12), dan membuahkan doa syafaat yang sungguh-sungguh untuk orang-orang lain (2 Tesalonika 1:11; 2:16).
Permohonan doa tidak ditemukan dalam doa-doa Paulus atau Yesus kecuali saat mereka mengutarakan apa yang menjadi keinginan mereka, tapi selalu dalam ketaatan pada kehendak Allah (Matius 26:39; 2 Korintus 12:7-9). Dengan demikian, doa adalah bekerja sama dengan Tuhan untuk menggenapi rencanaNya, dan bukan berusaha untuk mencondongkan Dia kepada keinginan kita. Saat kita membuang keinginan kita sendiri dan tunduk kepada Dia yang mengetahui keadaan kita lebih dari kita sendiri, dan yang "mengetahui apa yang kamu perlukan sebelum kamu minta kepadaNya (Matius 6:8) doa kita mencapai tingkat yang tertinggi. Karena itu, doa yang dinaikkan dalam ketaatan kepada kehendak Illahi selalu dikabulkan, baik didoakan oleh satu orang atau oleh seribu orang. Di sinilah terletak kuasa doa yang sebenarnya.
Pemikiran bahwa doa bersama lebih dapat menggerakkan Tuhan pada umumnya berasal dari salah penafsiran terhadap Matius 18:19-20, "Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."" Ayat-ayat ini berasal dari bagian yang lebih luas yang berbicara mengenai prosedur yang harus diikuti dalam hal disiplin gereja terhadap anggota gereja yang berdosa. Menafsirkan ayat ini sebagai kesempatan bagi orang-orang percaya untuk meminta apa saja yang mereka sepakati, tidak peduli itu berdosa atau bodoh, bukan saja tidak sesuai dengan konteks mengenai disiplin gereja, namun juga bertentangan dengan ayat-ayat lain dari Alkitab, khususnya yang berhubungan dengan kedaulatan Tuhan dan berbagai perintah supaya orang-orang percaya tunduk pada kehendakNya, dan bukan sebaliknya.
Selain itu, percaya bahwa di mana "dua atau tiga orang berkumpul" untuk berdoa maka ada kuasa magis yang secara otomatis ditambahkan kepada doa adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Pastilah Yesus hadir pada saat dua atau tiga orang berdoa, namun Dia juga hadir saat seorang percaya berdoa sendirian, bahkan sekalipun orang tsb terpisah dari orang percaya lain beribu-ribu mil jauhnya. Salah tafsir terhadap ayat-ayat ini menunjukkan mengapa penting untuk membaca dan mengerti ayat-ayat Alkitab dalam konteksnya dan dalam terang seluruh Alkitab.
Untuk memahami natur komunikasi Allah dengan kita, dan kita dengan Dia, kita perlu memulai dengan beberapa prinsip kunci. Yang pertama adalah bahwa Allah hanya menyatakan kebenaran. Dia tidak pernah berbohong, dan Dia tidak pernah menipu. Ayub 34:12 menyatakan, "Sungguh, Allah tidak berlaku curang, Yang Mahakuasa tidak membengkokkan keadilan." Prinsip kedua adalah bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Kata Bahasa Yunani untuk "Kitab Suci," graphe, digunakan 51 kali dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan tulisan-tulisan Perjanjian Lama. Paulus menegaskan dalam 2 Timotius 3:16 bahwa kata-kata ini secara harafiah berarti "dinafaskan keluar oleh Allah." Kata graphe juga berlaku untuk Perjanjian Baru, khususnya ketika Petrus menyebut surat-surat Paulus sebagai "Kitab Suci" dalam 2 Petrus 3:16, dan juga ketika Paulus (dalam 1 Timotius 5:18) mengutip kata-kata Yesus yang terdapat dalam Lukas 10:7 dan menyebutnya "Kitab Suci." Karena itu begitu kita menerima bahwa tulisan-tulisan Perjanjian Baru termasuk dalam kategoris khusus sebagai "Kitab Suci" kita dapat menerapkan 2 Timotius 3:16 kepada tulisan-tulisan ini juga, dan mengatakan bahwa tulisan ini juga memiliki karakteristik yang Paulus berikan pada "semua tulisan." Perjanjian Baru "dinafaskan Allah" dan semua kata-katanya adalah Firman Allah.
Mengapa informasi ini penting untuk topik doa? Setelah kita menetapkan bahwa Allah hanya menyatakan kebenaran dan Alkitab adalah Firman Allah, secara logis kita dapat datang kepada dua kesimpulan berikut mengenai komunikasi dengan Allah. Pertama, karena Alkitab mengatakan bahwa Allah mendengarkan manusia (Mazmur 17:6, 77:1; Yesata 38:5), manusia dapat percaya bahwa kalau dia berada dalam hubungan yang benar dengan Allah dan dia berbicara kepada Allah, Allah akan mendengarkan dia. Kedua, karena Alkitab adalah Firman Allah, manusia dapat percaya bahwa ketika berada dalam hubungan yang benar dengan Allah dan dia membaca Alkitab, secara harafiah dia mendengar Allah bersabda. Bahwa hubungan yang benar dengan Allah dibutuhkan untuk komunikasi yang sehat antara Allah dan manusia terbukti dalam tiga hal. Pertama adalah berbalik dari dosa, atau bertobat. Mazmur 27:9 misalnya adalah permohonan Daud kepada Allah agar Allah mendengar dia dan tidak berbalik dari Dia dalam murka-Nya. Dari sini kita mengetahui bahwa Allah bisa berbalik dari dosa orang dan bahwa dosa menghalangi komunikasi antara Allah dan manusia. Contoh lain dari hal ini ditemukan dalam Yesaya 59:2 ketika Yesaya memberitahu rakyat, "Tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu" (Yesaya 59:2). Juga penting dalam komunikasi adalah kerendahan hati. Allah mengucapkan Firman ini dalam Yesaya 66:2, "Bukankah tangan-Ku yang membuat semuanya ini, sehingga semuanya ini terjadi? demikianlah firman TUHAN. Tetapi kepada orang inilah Aku memandang: kepada orang yang tertindas dan patah semangatnya dan yang gentar kepada firman-Ku." Hal ketiga adalah hidup yang benar. Ini adalah sisi positif dari berbalik dari dosa dan khususnya ditandai dengan efektifitas doa, Yakobus 5:16 mengatakan, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."
Ungkapan kita kepada Allah mungkin secara bersuara, dalam pikiran atau secara tertulis. Kita bisa yakin bahwa Dia akan mendengarkan kita dan bahwa Roh Kudus akan menolong kita untuk mendoakan apa yang perlu didoakan. Roma 8:26 berkata, "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." Dalam hal cara Allah berkomunikasi kembali kepada kita, kita harus mencarinya khususnya melalui Kitab Suci, dan bukannya menganggap bahwa Allah akan menempatkan suatu pikiran secara langsung dalam benak kita untuk menuntun langkah kita atau keputusan tertentu secara khusus. Karena kita mampu menipu diri sendiri, tidaklah tepat untuk menerima bahwa semua ide atau pemikiran yang muncul dalam benak kita adalah berasal dari Allah. Kadang-kadang, dalam hal-hal khusus dalam hidup kita, Allah tidak secara langsung berbicara kepada kita melalui Kitab Suci, dan dapat dipahami kalau kita tergoda untuk mencari penyataan di luar Kitab Suci dalam hal-hal seperti itu. Namun demikian, dalam saat-saat demikian, adalah bijak " demi untuk menghindari menaruh kata-kata dalam mulut Allah dan/atau membuka diri kita untuk ditipu " untuk mencari jawabannya dengan merujuk pada prinsip-prinsip Alkitab yang telah diberikan-Nya kepada kita.
Adalah juga disarankan untuk berdoa dengan sungguh-sungguh untuk hikmat untuk dapat memperoleh keputusan yang benar, karena Dia sudah berjanji untuk memberi hikmat kepada mereka yang memintanya. "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, "yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit", maka hal itu akan diberikan kepadanya" (Yakobus 1:5). Bagaimana doa berkomunikasi dengan Allah? Doa adalah kita berbicara dari hati kita kepada Bapa surgawi kita, dan, sebagai gantinya, Allah berbicara kepada kita melalui Firman-Nya dan menuntun kita melalui pimpinan Roh-Nya.
Sederhana saja, doa syafaat adalah berdoa atas nama orang lain. Peran pengantara dalam doa amat umum dalam Perjanjian Lama, dalam kasus-kasus Abraham, Musa, Daud, Samuel, Hizkia, Elia, Yeremia, Yehezkiel dan Daniel. Kristus digambarkan dalam Perjanjian Baru sebagai pendoa syafaat utama, dan karena itu, semua orang doa orang Kristen menjadi syafaat saat dinaikkan kepada Allah melalui dan oleh Kristus. Yesus menjembatani jurang antara kita dan Allah ketika Dia mati di salib.Karena pengantaraan Yesus, kita sekarang dapat menaikkan syafaat atas nama orang-orang Kristen lainnya atau bagi yang terhilang, memohon kepada Allah untuk mengabulkan permintaan mereka seturut dengan kehendak-Nya. "Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus" (1 Timotius 2:5). "Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?" (Roma 8:34).
Contoh syafaat yang indah dapat ditemukan dalam Daniel 9. Bagian ini memiliki semua unsur dari doa syafaat yang sejati. Doa ini adalah respon terhadap Firman Tuhan (ayat 2), diwarnai dengan kesungguhan (ayat 3) dan penyangkalan diri (ayat 4); secara tidak egois mengidentifikasikan diri dengan umat Allah (ayat 5), diteguhkan dengan pengakuan dosa (ayat 5-15); bergantung pada karakter Allah (ayat 4, 7, 9, 15); dan tujuannya adalah untuk kemuliaan Allah (ayat 16-19). Seperti Daniel, orang-orang Kristen harus datang kepada Allah atas nama orang lain dengan sikap hati yang hancur dan penyesalan, mengakui ketidaklayakan diri dan dengan penyangkalan diri. Daniel tidak mengatakan, "Saya berhak untuk menuntut ini dari Engkau, Allah, karena saya adalah salah satu dari pendoa syafaat-Mu yang khusus dan terpilih." Dia mengatakan, "Saya orang berdosa," dan akibatnya, "Saya tidak berhak untuk menuntut apa-apa." Doa syafaat yang sejati bukan hanya mencari kehendak Allah dan penggenapannya, namun juga supaya digenapi baik itu menguntungkan kita atau tidak, apapun harganya bagi kita. Doa syafaat yang sejati mencari kemuliaan Allah, bukan diri sendiri.
Berikut ini hanya sebagian daftar dari orang-orang yang kita perlu doakan: semua yang berkuasa (1 Timotius 2:2), para hamba Tuhan (Filipi 1:19); gereja (Mazmur 122:6); teman-teman (Ayub 42:8); teman-teman sebangsa (Roma 10:1); orang-orang sakit (Yakobus 5:14); para musuh (Yeremia 29:7); mereka yang menganiaya kita (Matius 5:44); mereka yang membuang kita (2 Timotius 4:16); dan semua orang (1 Timotius 2:1).
Ada konsep yang salah dalam keKristenan sekarang ini bahwa mereka yang menaikkan doa syafaat adalah kelas istimewa dari "orang-orang Kristen super," yang dipanggil Allah untuk pelayanan syafaat secara khusus. Alkitab jelas bahwa semua orang Kristen dipanggil untuk menjadi pendoa syafaat. Semua orang Kristen memiliki Roh Kudus dalam hati mereka dan sebagaimana Dia bersyafaat bagi kita sesuai dengan kehendak Allah (Roma 8:26-27), kita juga harus bersyafaat untuk satu dengan yang lain. Ini bukan hak yang hanya dibatasi untuk kelas atas dalam keKristenan; ini adalah perintah untuk semua. Sebenarnya, tidak bersyafaat bagi orang lain adalah dosa. "Mengenai aku, jauhlah dari padaku untuk berdosa kepada TUHAN dengan berhenti mendoakan kamu" (1 Samuel 12:23)
Jelas bahwa ketika Petrus dan Paulus meminta orang-orang lain berdoa syafaat bagi mereka, mereka tidak membatasi permintaan mereka hanya untuk orang-orang yang memiliki panggilan khusus untuk berdoa syafaat. "Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah" (Kisah Rasul 12:5). Perhatikan bahwa gereja secara keseluruhan berdoa untuk dia, bukan hanya mereka yang memiliki karunia berdoa syafaat. Dalam Efesus 6:16-18 Paulus menasihati orang-orang percaya di Efesus " mereka semua " mengenai dasar dari kehidupan Kristen, termasuk doa syafaat "dalam segala keadaan dalam segala doa dan permohonan." Jelas bahwa doa syafaat adalah bagian dari kehidupan Kristen untuk semua orang percaya.
Selanjutnya, Paulus meminta doa untuk dia dari semua orang percaya di Roma dalam Roma 15:30. Dia juga mendorong orang-orang Kolose untuk berdoa bagi dia dalam Kolose 4:2-3. Dalam Alkitab sama sekali tidak pernah permohonan untuk syafaat yang diindikasikan bahwa hanya sekelompok orang tertentu yang boleh berdoa syafaat. Sebaliknya, mereka yang meminta orang lain untuk bersyafaat bagi dia dapat memanfaatkan semua bantuan yang dapat mereka peroleh! Konsep bahwa doa syafaat itu adalah hak dan panggilan khusus untuk orang-orang Kristen tertentu adalah tanpa dasar Alkitabiah. Lebih jelek lagi, ini adalah konsep yang merusak yang hanya mengakibatkan kebanggaan dan rasa lebih baik dari orang lain.
Allah memanggil semua orang Kristen menjadi pendoa syafaat. Adalah keinginan Allah bahwa setiap orang percaya aktif dalam doa syafaat. Betapa indah dan tingginya hak yang kita miliki untuk bisa datang dengan penuh keberanian ke hadapan tahta Allah yang Mahakuasa dengan doa dan permohonan kita.
Ide bahwa ada kuasa di dalam doa merupakan sesuatu yang amat populer. Menurut Alkitab, kuasa doa adalah, secara sederhana, kuasa Allah, yang mendengar dan menjawab doa. Pikirkan hal-hal berikut:
1) Tuhan Allah yang Mahakuasa dapat melakukan apa saja, tidak ada yang mustahil bagi Dia (Lukas 1:37).
2) Tuhan Allah yang Mahakuasa mengundang umat-Nya untuk berdoa kepada-Nya. Doa kepada Allah harus dilakukan secara terus menerus (Lukas 18:1), dengan rasa syukur (Filipu 4:6), dalam iman (Yakobus 1:5), dalam kehendak Allah (Matius 6:10), bagi kemuliaan Allah (Yohanes 14:13-14), dan dari hati yang benar dengan Allah (Yakobus 5:16).
3) Tuhan Allah yang Mahakuasa mendengar doa-doa anak-anak-Nya. Dia memerintahkan kita untuk berdoa, dan Dia berjanji untuk mendengarkan ketika kita berdoa. "Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya" (Mazmur 18:7).
4) Tuhan Allah yang Mahakuasa menjawab doa. "Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku" (Mazmur 17:6). "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya" (Mazmur 34:18).
Ide populer lainnya adalah bahwa kadar iman kita menentukan apakah Allah akan menjawab doa-doa kita atau tidak. Namun kadang Allah menjawab doa kita sekalipun kita tidak beriman. Dalam Kisah 12, gereja berdoa agar Petrus dibebaskan dari penjara (ayat 5), dan Allah menjawab doa mereka (ayat 7-11). Petrus datang ke tempat di mana kebaktian doa diadakan dan mengetuk pintu, namun orang-orang yang berdoa menolak untuk percaya bahwa itu benar-benar adalah Petrus. Mereka berdoa agar dia dibebaskan, namun tidak mengharapkan jawaban doa mereka.
Kuasa doa tidak mengalir dari kita; tidak ada kata-kata khusus yang kita ucapkan atau cara khusus mengucapkannya atau bahkan berapa sering kita mengatakannya. Kuasa doa bukan berdasarkan ke mana kita menghadap ketika berdoa atau posisi tertentu dari badan kita. Kuasa doa bukan datang dari artefak atau ikon atau lilin atau rosario. Kuasa doa datang dari Dia yang Mahakuasa yang mendengar doa kita dan menjawabnya. Doa menghubungkan kita dengan Allah yang Mahakuasa, dan kita harus mengharapkan hasil yang luar biasa, baik Dia mengabulkan permohonan kita atau tidak. Apapun jawaban atas doa, Allah yang kepadaNya kita berdoa adalah sumber dari kuasa doa, dan Dia bisa serta akan menjawab kita, seturut kehendak dan waktu-Nya yang sempurna.
Perintah Paulus dalam 1 Tesalonika 5:17 untuk "Tetaplah berdoa" bisa membingungkan. Jelas ini tidak berarti bahwa kita harus terus menerus tunduk kepala, mata tertutup sepanjang hari. Paulus bukan menunjuk pada sikap tidak berhenti bicara, namun pada sikap kesadaran akan Allah dan penyerahan kepada Allah yang kita miliki setiap saat. Setiap waktu hidup kita dihidupi dalam kesadaran bahwa Allah beserta dengan kita dan bahwa Dia terlibat secara aktif dalam pikiran dan perbuatan kita.
Ketika pikiran kita beralih kepada kekuatiran, ketakutan, kekecewaan dan kemarahan, kita secara sadar dan dengan cepat mengalihkan setiap pikiran kepada doa dan setiap doa kepada ucapan syukur. Dalam suratnya kepada orang-orang Filipi, Paulus memerintahkan kita untuk jangan kuatir "tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur" (Filipi 4:6). Dia mengajar orang-orang percaya di Kolose untuk "Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur" (Kolose 4:2). Paulus menasihati orang-orang percaya Efesus untuk memandang doa sebagai senjata dalam peperangan rohani (Efesus 6:18). Saat kita melewati hari kita, doa harus menjadi respon pertama pada setiap situasi yang menakutkan, setiap pkiran yang mencemaskan, dan setiap pekerjaan yang tidak kita sukai yang diperintahkan Allah. Kurang berdoa mengakibatkan kita bergantung pada diri sendiri dan bukannya bergantung pada anugrah Allah. Tetap berdoa pada dasarnya adalah terus menerus bersandar dan bersekutu dengan Bapa.
Bagi orang-orang Kristen, doa harus seperti bernafas. Anda tidak harus berpikir untuk bernafas karena atmosfir menekan paru-paru Anda dan pada hakikatnya memaksa Anda untuk bernafas. Itu sebabnya lebih sulit untuk menahan nafas daripada bernafas. Demikian pula, ketika kita lahir kembali dalam keluarga Allah, kita masuk dalam atmosfir rohani di mana kehadiran dan anugrah Allah memberi tekanan. Sebagai orang-orang percaya kita semua telah memasuki atmosfir illahi untuk bernafas udara doa.
Sayangnya banyak orang-orang percaya yang menahan "nafas rohani" mereka untuk kurun waktu yang lama, menganggap momen yang singkat dengan Allah sudah cukup untuk mereka bertahan hidup. Namun membatasi masukan rohani demikian disebabkan oleh keinginan-keinginan dosa. Yang benar adalah setiap orang percaya harus terus menerus berada di hadapan Allah, terus menerus bernafas dalam kebenaran-Nya, untuk dapat berfungsi secara penuh.
Lebih mudah bagi orang-orang Kristen untuk merasa aman dengan beranggapan akhirnya bahwa Allah akan menunjukkan anugrah-Nya " dan bukannya bergantung pada anugrah-Nya. Terlalu banyak orang percaya yang menjadi puas dengan berkat-berkat fisik dan tidak punya banyak keinginan untuk berkat-berkat rohani. Ketika acara, cara dan uang memberi hasil yang mengesankan, ada kecenderungan untuk mengacaukan keberhasilan manusia dengan berkat illahi. Ketika hal itu terjadi, kerinduan yang membara kepada Allah dan pertolongan-Nya tidak lagi ada. Doa yang berkesinambungan, terus menerus dan tanpa berhenti adalah bagian penting dari kehidupan Kristen dan mengalir keluar dari kerendahan hati dan ketergantungan kepada Allah.
Meskipun hubungan antara doa dan puasa tidak secara khusus dijelaskan dalam Kitab Suci, pertalian yang umum nampaknya menghubungkan keduanya dalam semua contoh doa dan puasa yang dicatat dalam Alkitab. Dalam Perjanjian Lama, nampaknya doa dan puasa berhubungan dengan rasa membutuhkan dan ketergantungan, dan/atau ketidakberdayaan total dalam menghadapi atau mengantisipasi bencana. Doa dan puasa dikombinasikan dalam Perjanjian Lama pada saat-saat meratap, penyesalan, dan/atau kebutuhan rohani yang mendalam.
Pasal pertama dari kitab Nehemia menggambarkan Nehemia berdoa dan berpuasa karena kesedihan yang mendalam sehubungan dengan kabar bahwa Yerusalem terbengkalai. Doanya selama berhari-hari diwarnai dengan air mata, puasa, pengakuan dosa atas nama bangsa-Nya, dan permohonan untuk belas kasihan Allah. Begitu sungguh-sungguhnya dia bertekun dalam doa sehingga hampir tidak bisa dibayangkan dia akan "beristirahat" di tengah-tengah doa semacam itu untuk makan dan minum. Kehancuran yang menimpa Yerusalem juga mendorong mengambil postur yang sama: "Lalu aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu" (Daniel 9:3). Sama seperti Nehemia, Daniel berpuasa dan berdoa agar Allah menunjukkan belas kasihan kepada bangsanya, dan berkata, "Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu," (Daniel 9:5)
Dalam beberapa contoh dalam Perjanjian Lama, puasa dikaitkan dengan doa syafaat. Daud berdoa dan berpuasa untuk anaknya yang sakit (2 Samuel 12:16), meratap di hadapan Tuhan dalam permohonan yang sungguh-sungguh (ayat 21-22). Ester mendesak Mordekai dan orang-orang Yahudi untuk berpuasa bagi dia ketika dia berencana untuk menghadap suaminya sang raja (Ester 4:16) Jelah bahwa berpuasa dan syafaat berkaitan erat.
Dalam Perjanjian Baru ditemukan contoh-contoh doa dan puasa, namun tidak berkaitan dengan penyesalan atau pengakuan dosa. Nabiah Hanna "tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa" (Lukas 2:37). Dalam usia 84 tahun doa dan puasa merupakan bagian dari pelayanannya kepada Tuhan di Bait Suci sambil menantikan Juruselamat Israel yang dijanjikan. Juga dalam Perjanjian Baru, gereja Antiokia berpuasa dalam kaitan dengan ibadah mereka ketika Roh Kudus berbicara kepada mereka untuk mengutus Saulus dan Barnabas untuk pekerjaan Tuhan. Pada saat itu, mereka berdoa dan berpuasa, menumpangkan tangan atas kedua orang itu dan mengutus mereka. Jadi kita melihat contoh-contoh doa dan puasa ini sebagai bagian dari penyembahan kepada Allah dam mencari perkenan-Nya. Sama sekali tidak ada indikasi bahwa Tuhan lebih mungkin menjawab doa kalau dibarengi dehgan puasa. Sebaliknya puasa bersama dengan doa nampaknya menunjukkan kesungguhan dari orang-orang yang berdoa dan keadaan kritis yang sementara mereka hadapi.
Satu hal adalah jelas adanya: teologia puasa adalah teologia prioritas di mana orang-orang percaya diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka dalam ibadah yang terpusat dan intensif kepada Tuhan dan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan rohani. Ibadah ini dinyatakan dengan untuk sementara waktu menghindari hal-hal yang biasa seperti makan dan minum supaya dapat menikmati waktu yang tidak terganggu dengan Bapa kita. "Oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus" (Ibrani 10:19), bukan berdasarkan puasa atau tidak berpuasa, dan ini adalah salah satu bagian yang paling menggembirakan dari hal-hal yang "lebih baik" yang kita miliki di dalam Kristus. Doa dan puasa tidak seharusnya menjadi beban atau kewajiban, namun merupakan perayaan akan kebaikan dan kemurahan Allah pada anak-anak-Nya.
Hambatan paling jelas terhadap efektifitas doa adalah adanya dosa yang belum diakui dalam hati orang yang berdoa. Karena Allah kita adalah suci adanya, ada penghalang yang berdiri antara kita dan Dia ketika kita menghampiri Dia dengan dosa yang belum diakui dalam hidup kita. "Tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu" (Yesaya 59:2). Daud setuju, dia mengalami sendiri bahwa Allah jauh dari mereka yang mencoba menyembunyikan dosa mereka: "Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar" (Mazmur 66:18).
Alkitab menunjuk pada beberapa macam dosa yang menjadi penghalang untuk doa yang efektif. Pertama, ketika kita hidup dalam kedagingan, dan bukannya dalam Roh, keinginan kita untuk berdoa dan kemampuan kita untuk secara efektif berkomunikasi dengan Allah terhalang. Meskipun kita menerima natur baru ketika kita dilahirkan kembali, natur baru itu masih berdiam dalam tubuh yang lama dan "tenda" kita yang lama sudah korup dan berdosa. Daging dapat mengambil alih kendali atas tindakan, sikap dan motivasi kita kecuali kalau dengan rajin kita "mematikan perbuatan-perbuatan tubuh" (Roma 8:13) dan dipimpin oleh Roh dalam hubungan yang benar dengan Allah. Hanya demikian kita akan mampu untuk berdoa dalam persekutuan yang dekat dengan-Nya.
Satu cara hidup dalam daging menampakkan diri adalah dalam mementingkan diri sendiri, yang merupakan halangan lainnya untuk doa yang efektif. Ketika doa kita bermotivasi egois, ketika kita meminta kepada Allah apa yang kita mau dan bukannya apa yang Dia inginkan, motif kita menghalangi doa kita. "Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya" (1 Yohanes 5:14). Meminta sesuai dengan kehendak Allah adalah sama dengan meminta dalam penaklukan kepada apa saja yang menjadi kehendak-Nya, baik kita ketahui atau tidak. Sebagaimana semua hal lainnya, Yesus adalah teladan doa kita. Dia selalu berdoa dalam kehendak Bapa-Nya, "Tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi" (Lukas 22:42). Doa yang mementingkan diri selalu merupakan doa yang dimaksudkan untuk memuaskan nafsu kita sendiri, dan kita tidak mengharapkan Allah menanggapi doa semacam itu. "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu" (Yakobus 4:3).
Hidup menurut keinginan daging yang egois juga menghalangi doa kita karena itu menghasilkan ketegaran hati terhadap orang lain. Kalau kita tidak perduli terhadap kebutuhan orang lain, kita bisa berharap bahwa Allah tidak akan memperdulikan kebutuhan kita. Ketika kita menghampiri Allah dalam doa, perhatian utama kita haruslah kehendak-Nya. Yang kedua adalah kebutuhan orang lain. Hal ini berasal dari pemahaman bahwa kita harus mempertimbangkan orang lain lebih dari diri sendiri dan memperhatikan kepentingan mereka melebihi kepentingan kita sendiri (Filipi 2:3-4).
Hambatan utama terhadap doa yang efektif adalah tidak mengampuni orang lain. Ketika kita menolak mengampuni orang lain, akar kepahitan mulai bertumbuh dalam hati kita dan mencekik doa-doa kita. Bagaimana kita dapat berharap Allah mencurahkan berkat-Nya atas kita, orang berdosa yang tidak layak, kalau kita menyimpan kebencian dan kepahitan terhadap orang lain? Prinsip ini digambarkan secara indah dalam perumpamaan hamba yang tidak mengampuni dalam Matius 18:23-35. Cerita ini mengajarkan bahwa Allah telah mengampuni hutang kita yang tak terbayangkan besarnya (dosa kita), dan Dia mengharapkan kita mengampuni orang lain sebagaimana kita telah diampuni. Menolak melakukan itu akan menghalangi doa-doa kita.
Hambatan utama lain terhadap efektifitas doa adalah ketidakpercayaan dan keraguan. Hal ini bukan berarti, seperti yang diajarkan oleh sebagian orang, bahwa karena kita datang kepada Allah dengan keyakinan bahwa Dia akan mengabulkan permohonan kita, maka Dia akan merasa wajib untuk mengabulkan. Berdoa tanpa ragu artinya berdoa dalam keyakinan dan pemahaman akan karakter, natur dan motif Allah. "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia" (Ibrani 11:6). Ketika kita menghampiri Allah dalam doa, meragukan karakter, tujuan dan janji-janji-Nya berarti kita amat menghina Dia. Keyakinan kita haruslah pada kesanggupan-Nya mengabulkan semua permohonan yang sesuai dengan kehendak dan tujuan-Nya dalam hidup kita. Kita harus berdoa dengan pemahaman bahwa apapun kehendak-Nya itu adalah skenario paling baik. "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan" (Yakobus 1:6-7).
Akhirnya, perselisihan dalam rumah tangga jelas merupakan hambatan terhadap doa. Petrus secara khusus menyebut hal ini sebagai hambatan untuk doa-doa suami yang sikapnya terhadap istri tidak saleh. "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang" (1 Petrus 3:7). Ketika ada konflik yang serius dalam hubungan keluarga dan kepala keluarga tidak menunjukkan sikap seperti yang disebutkan oleh Petrus, komunikasi doa suami dengan Allah terhalang. Demikian pula istri-istri harus mengikuti prinsip Alkitab untuk tunduk pada kepemimpinan suami kalau tidak mau doa mereka terhalang (Efesus 5:22-24).
Untungnya, semua halangan doa ini dapat diatasi dengan datang kepada Allah dalam doa pengakuan dan penyesalan. Dalam 1 Yohanes 1:9 kita dijamin bahwa "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." Begitu kita sudah melakukan hal itu, kita dapat menikmati saluran yang bebas dan terbuka untuk berkomunikasi dengan Allah, dan doa-doa kita bukan hanya akan didengar dan dijawab, namun kita juga akan dipenuhi dengan rasa sukacita yang dalam.
Doa keliling adalah kebiasaan berdoa di lokasi, semacam doa syafaat yang mencakup berjalan mengelilingi atau dekat tempat tertentu sambil berdoa. Ada sebagian orang percaya bahwa berada dekat dengan lokasi doa memungkinkan mereka untuk "berdoa lebih dekat, berdoa lebih tepat." Doa keliling dilakukan oleh individu-individu, kelompok, bahkan seluruh gereja. Itu bisa dilakukan dalam satu blok atau beberapa mil jauhnya. Idenya adalah menggunakan panca indra " penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan peraba " untuk meningkatkan pemahaman pendoa syafaat akan kebutuhan doa.
Misalnya, kalau Anda berjalan di lingkungan termpat tinggal sambil mencari hal-hal untuk didoakan, Anda mungkin akan menemukan halaman yang sangat tidak rapih dan kumuh. Ini akan mendorong Anda untuk berdoa untuk kesehatan, jasmani dan rohani, dari orang yang tinggal di dalam. Beberapa kelompok berdoa keliling mengitari sekolah-sekolah, mendoalan para guru dan siswa di sana, untuk keamanan dan kesejahteraan mereka, dan agar rencana si jahat terhadap sekolah itu dihancurkan. Ada orang yang merasa mereka lebih bisa berkonsentrasi dan mengarahkan doa mereka dengan lebih efektif dengan berjalan dekat orang-orang dan tempat-tempat yang mereka doakan.
Berdoa keliling bisa dikata adalah fenomena baru yang asalnya tidak jelas. Tidak ada contoh Alkitab mengenai berdoa keliling, sekalipun berjalan kaki adalah modus utama dari transportasi pada zaman Alkitab, di mana jelas orang pasti berjalan dan berdoa pada saat yang bersamaan. Namun demikian, tidak ada perintah langsung dalam Alkitab bahwa doa keliling adalah sesuatu yang harus kita lakukan. Mempercayai bahwa doa yang dipanjatkan dalam keadaan tertentu, atau sementara berada dalam posisi tertentu sebagai lebih efektif daripada waktu dan cara yang lain adalah tidak Alkitabiah. Lebih dari itu, sementara kita merasa perlu berada dekat dengan lokasi atau situasi untuk berdoa dengan lebih jelas, Bapa surgawi kita, yang ada di segala tempat pada segala waktu, tahu dengan jelas apa yang diperlukan dan akan menanggapinya pada waktu-Nya dan kehendak-Nya yang sempurna. Fakta bahwa Dia mengizinkan kita untuk menjadi bagian dari rencana-Nya melalui doa kita adalah untuk keuntungan kita, bukan untuk Dia.
Kita diperintahkan untuk "tetaplah berdoa" (1 Tesalonika 5:17), dan karena berjalan adalah sesuatu yang kita lakukan setiap hari, jelaslah bahwa bagian dari tetap berdoa adalah berdoa sambil berjalan. Allah mendengar semua doa yang dipanjatkan oleh mereka yang tinggal di dalam Kristus (Yohanes 15:7), tanpa memperdulikan waktu, tempat atau posisi. Pada saat yang sama, jelas tidak ada larangan terhadap doa keliling, dan semua yang mendorong kita untuk berdoa layak untuk dipertimbangkan.
Berdoa dalam Roh disebutkan tiga kali dalam Kitab Suci. 1 Korintus 14:15 mengatakan, "Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku" (1 Korintus 14:15). Efesus 6:18 mengatakan, "Dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus" Yudas 20 mengatakan, "Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus." Jadi apa itu berdoa dalam Roh?
Kata Bahasa Yunani yang diterjemahkan "berdoa dalam" dapat memiliki beberapa makna. Kata itu dapat berarti "dengan cara," "dengan pertolongan," "dalam dunia," dan "dalam hubungan dengan." Berdoa dalam Roh bukan menunjuk pada kata-kata yang kita ucapkan. Sebaliknya, itu menunjuk pada bagaimana kita berdoa. Berdoa dalam Roh adalah berdoa sesuai dengan pimpinan Roh. Itu adalah berdoa untuk hal-hal yang Roh mau kita doakan. Roma 8:26 memberitahu kita, "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan."
Ada orang, berdasarkan 1 Korintus 14:15, menyamakan berdoa dalam Roh dengan berdoa dalam bahasa lidah. Berbicara mengenai karunia bahasa lidah, Paul menyebut "berdoa dengan rohku." 1 Korintus 14:14 menyatakan bahwa ketika seseorang berdoa dalam bahasa lidah, dia tidak tahu apa yang dikatakannya, karena itu diucapkan dalam bahasa yang tidak diketahuinya. Lebih lagi, tidak seorangpun dapat memahami apa yang dikatakan, kecuali ada penerjemah (1 Korintus 14:27-28). Dalam Efesus 6:18 Paulus memerintahkan kita untuk "dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," Bagaimana kita dapat berdoa dalam dengan permohonan yang tak putus-putusnya dan berdoa untuk segala orang kudus kalau tidak seorangpun, termasuk orang yang berdoa, yang mengerti apa yang diucapkan? Karena itu berdoa dengan Roh harus dipahami sebagai berdoa dalam kuasa Roh, dengan pimpinan Roh, dan menurut kehendak-Nya, bukan sebagai berdoa dalam bahasa lidah.
Tujuan utama manusia seharusnya adalah memuliakan Allah (1 Korintus 10:31), dan hal ini termasuk berdoa sesuai dengan kehendak-Nya. Pertama-tama kita perlu meminta hikmat. "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, "yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit", maka hal itu akan diberikan kepadanya" (Yakobus 1:5). Dalam meminta hikmat, kita juga harus percaya bahwa Allah itu pemurah dan bersedia menjawab doa-doa kita: "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang" (Yakobus 1:6; lihat juga Markus 11:24). Jadi berdoa sesuai dengan kehendak Allah adalah termasuk meminta hikmat (untuk mengetahui kehendak Allah) dan meminta dalam iman (untuk percaya pada kehendak Allah).
Berikut ini adalah tujuh pengajaran Alkitab yang akan menuntun orang percaya dalam berdoa sesuai dengan kehendak Allah:
1) Berdoa untuk hal-hal yang Alkitab perintahkan untuk doakan. Kita disuruh untuk berdoa bagi musuh kita (Matius 5:44); untuk Allah mengirimkan misionari (Lukas 10:2); agar kita lepas dari pencobaan (Matius 26:41); untuk pemberitaan Firman (Kolose 4:3; 2 Tesalonika 3:1); untuk pemerintah (1 Timotius 2:1-3); untuk kelepasan dari penderitaan (Yakobus 5:13); dan untuk kesembuhan sesama orang percaya (Yakobus 5:16). Ketika Allah memerintahkan untuk berdoa, kita dapat berdoa dengan yakin bahwa kita berdoa sesuai dengan kehendak-Nya.
2) Ikuti teladan dari orang-orang beribadah dalam Alkitab. Paulus berdoa untuk keselamatan Israel (Roma 10:1). Daud berdoa untuk belas kasihan dan pengampunan ketika dia berdosa (Mazmur 51:1-2). Gereja mula-mula berdoa untuk keberanian untuk bersaksi (Kisah 4:29). Doa-doa ini adalah sesuai dengan kehendak Allah, dan doa-doa serupa saat ini juga demikian halnya. Sebagaimana Paulus dan gereja mula-mula, kita harus senantiasa berdoa untuk keselamatan orang lain. Untuk diri kita sendiri, kita perlu berdoa sebagaimana Daud berdoa, selalu menyadari akan dosa kita dan membawanya ke hadapan Allah sebelum itu menghalangi hubungan kita dengan-Nya dan membuat doa kita sia-sia.
3) Berdoa dengan motivasi yang benar. Motivasi yang mementingkan diri sendiri tidak akan diberkati oleh Allah. "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu" (Yakobus 4:3).Kita juga harus berdoa, bukan supaya kata-kata kita yang muluk-muluk dapat didengar dan kita dapat dilihat orang lain sebagai orang yang "rohani," namun secara pribadi dan tanpa diketahui orang, sehingga Bapa kita yang di surga yang mendengar doa kita secara pribadi itu akan mengabulkannya (Matius 6:5-6).
4) Berdoa dengan roh yang mengampuni orang lain ( Markus 11:25). Roh kepahitan, kegeraman, dendam atau kebencian terhadap orang lain akan menghalangi hati kita dari berdoa dan berserah secara total kepada Allah. Sebagaimana kita dilarang membawa persembahan kepada Allah saat masih ada konflik antara diri kita dan orang Kristen lainnya (Matius 5:23-24), demikian pula Allah tidak menginginkan persembahan doa kita sampai kita diperdamaikan dengan saudara/i kita dalam Kristus.
5) Berdoa dengan ucapan syukur (Kolose 4:2; Filipi 4:6-7). Kita dapat selalu mendapatkan hal-hal yang bisa disyukuri betapapun beratnya beban kita karena kekurangan atau kebutuhan kita. Orang yang paling menderita dalam dunia yang penuh dengan kasih penebusan ini, dan yang kepadanya ditawarkan surga, punya alasan untuk bersyukur kepada Allah.
6) Berdoa dengan tekun (Lukas 18:1; 1 Tesalonika 5:17). Dan kita harus bertekun dalam doa dan tidak berhenti atau putus asa karena kita belum menerima jawaban. Bagian dari berdoa dalam kehendak Allah adalah percaya bahwa, baik jawabannya itu adalah "ya," "tidak," atau "tunggu," kita menerima keputusan-Nya dan tunduk pada kehendak-Nya dan terus berdoa.
7) Bersandar pada Roh Allah dalam doa. Ini adalah kebenaran yang indah: "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus" (Roma 8:26-27). Kita mendapat pertolongan dari Roh dalam berdoa. Pada saat kita berada dalam depresi atau kesedihan yang paling dalam, waktu-waktu itulah kita merasa bahwa "kita tidak mampu berdoa," kita bisa terhibur ketika mengetahui bahwa Roh Kudus berdoa bagi kita! Allah kita sungguh Allah yang luar biasa!
Sungguh suatu jaminan yang indah ketika kita berusaha hidup dalam roh dan bukan dalam daging! Kita bisa punya keyakinan bahwa Roh Kudus akan menggenapi pekerjaan-Nya untuk membawa doa kita kepada Allah seturut dengan kehendak dan waktu-Nya yang sempurna, dan kita dapat tenang karena mengetahui bahwa Dia mengerjakan segalanya untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Roma 8:28).
Apakah lebih baik berdoa dengan berdiri, duduk, berlutut, atau tunduk? Apakah tangan kita harusnya terbuka, tertutup atau terangkat kepada Allah? Apakah mata kita harus tertutup ketika kita berdoa? Apakah lebih baik berdoa di dalam bangunan gereja atau di alam terbuka? Apakah kita harus berdoa di pagi hari ketika baru bangun, atau pada waktu malam sebelum tidur? Apakah ada kata-kata yang kita perlu ucapkan dalam doa kita? Bagaimana kita memulai doa kita? Apa cara yang pantas untuk mengakhiri doa? Pertanyaan-pertanyaan ini, dan lainnya, adalah pertanyaan-pertanyaan yang umum ditanyakan mengenai doa. Apa cara yang pantas untuk berdoa? Apakah hal-hal di atas ada artinya?
Terlalu sering doa dipandang sebagai "rumusan magis." Ada yang percaya bahwa kalau kita tidak mengucapkan hal-hal yang tepat secara persis, atau berdoa dengan posisi yang benar, Allah tidak akan mendengar atau menjawab doa kita. Hal ini sama sekali tidak Alkitabiah. Allah tidak menjawab doa kita berdasarkan kapan kita berdoa, di mana kita, bagaimana posisi badan kita, atau urutan kata-kata kita. Kita diberitahu dalam 1 Yohanes 5:14-15 untuk memiliki keyakinan ketika kita datang kepada Allah dalam doa, kita tahu bahwa Dia mendengarkan kita dan akan memberi apa saja yang kita minta selama itu sesuai dengan kehendak-Nya. Demikian pula Yohanes 14:13-14 menyatakan, "dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya" (Yohanes 14:13-14). Menurut ayat ini dan banyak lagi ayat-ayat lainnya, Allah menjawab permohonan doa berdasarkan apakah yang diminta itu seturut dengan kehendak-Nya dan dalam nama Yesus (untuk mempermuliakan Yesus).
Jadi apa cara yang pantas untuk berdoa? Filipi 4:6-7 memberitahu kita untuk berdoa dengan tidak kuatir, berdoa untuk segala hal dan berdoa dengan hati yang bersyukur. Allah akan menjawab doa-doa demikian dengan hadiah damai sejahtera-Nya dalam hati kita. Cara yang pantas untuk berdoa adalah mencurahkan hati kita kepada Allah, jujur dan terbuka dengan Allah, karena Dia mengenal kita lebih dari kita mengenal diri kita sendiri. Kita harus membawa permohonan kita kepada Allah dengan mengingat bahwa Allah mengetahui apa yang terbaik dan tidak akan mengabulkan permohonan yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya bagi kita. Kita harus mengungkapkan kasih, rasa terima kasih kita dan menyembah Allah dalam doa tanpa kuatir mengenai mengucapkan kata-kata yang tepat. Allah lebih tertarik dengan isi hati kita daripada kelancaran kata-kata kita.
Yang paling dekat sebagai "pola" doa dalam Alkitab adalah Doa Bapa Kami dalam Matius 6:9-13. Harap dimengerti bahwa Doa Bapa Kami bukanlah doa yang kita harus hafalkan dan ulangi di hadapan Allah. Itu adalah contoh dari hal-hal yang seharusnya tercakup dalam doa kita ketika kita berdoa " penyembahan, percaya kepada Allah, permintaan, pengakuan dosa, dan penaklukan diri. Kita harus berdoa untuk hal-hal yang dibicarakan dalam Doa Bapa Kami dengan menggunakan kata-kata kita dan "menyesuaikannya" dengan perjalanan kita sendiri dengan Allah. Cara yang pantas untuk berdoa adalah mengungkapkan hati kita kepada Allah. Duduk, berdiri, atau berlutut, tangan terbuka atau tertutup, mata terbuka atau tertutup, dalam gereja, di rumah, atau di luar, pagi atau malam " semua ini adalah hal-hal tidak penting, bergantung kepada kesukaan, keyakinan dan kepantasan masing-masing. Kehendak Allah adalah doa yang sungguh dan hubungan pribadi antara Dia dan kita.
Alkitab mungkin tidak secara langsung berbicara mengenai doa dalam hati, namun tidak berarti bahwa itu kurang sah dibanding dengan berdoa dengan bersuara. Allah dapat mendengar pikiran kita sama mudahnya dengan Dia mendengar kata-kata kita (Mazmur 139:23; Yeremia 12:3). Yesus mengetahui pikiran jahat orang-orang Farisi (Matius 12:24-26; Lukas 11:7). Tidak ada yang kita lakukan, katakan, atau pikirkan yang tersembunyi dari Allah, yang tidak perlu mendengar kata-kata kita untuk mengetahui pikiran kita. Dia mengetahui semua doa yang dipanjatkan kepada-Nya, dengan bersuara atau tidak bersuara.
Alkitab ada berbicara mengenai berdoa secara pribadi (Matius 6:6). Apa perbedaan antara berdoa secara bersuara dan berdoa dalam hati pada saat Anda sendirian? Ada banyak keadaan di mana hanya berdoa secara tidak bersuaralah yang pantas, i.e., berdoa untuk sesuatu antara Allah dan Anda saja, berdoa untuk seseorang yang ada di sana, dll. Tidak ada salahnya berdoa dalam hati selama itu bukan karena kita malu karena kelihatan berdoa.
Mungkin ayat yang paling baik untuk menunjukkan keabsahan dari doa dalam hati adalah 1 Tesalonika 5:17 "Tetaplah berdoa." Untuk tetap berdoa jelas tidak mungkin kita terus menerus berdoa dengan bersuara. Malah itu berarti kita harus terus menerus sadar tentang Allah, di mana kita meawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Dia (2 Korintus 10:5) dan membawa semua situasi, rencana, ketakutan, atau keprihatinan di hadapan tahta-Nya. Bagian dari tetap berdoa adalah doa yang diucapkan, dibisikkan, diteriakkan, dinyanyikan dan dalam hati ketika kita mengarahkan pikiran yang memuji, memohon, berseru, dan bersyukur kepada Allah.
Semua doa harusnya dialamatkan pada Allah Tritunggal kita " Bapa, Anak dan Roh Kudus. Alkitab mengajar kita berdoa kepada salah satu atau kepada ketiganya karena ketiganya adalah satu. Kepada Bapa kita berdoa bersama dengan Pemazmur - "Perhatikanlah teriakku minta tolong, ya Rajaku dan Allahku, sebab kepada-Mulah aku berdoa." (Mazmur 5:3) Kepada Tuhan Yesus kita berdoa sama seperti kepada Bapa karena mereka setara. Berdoa kepada salah satu Pribadi Tritunggal sama dengan berdoa kepada semua. Stefanus, saat dia dirajam, berdoa, "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku" (Kisah Rasul 7:59). Kita juga berdoa dalam nama Kristus. Paulus menasihati orang-orang percaya di Efesus "Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita" (Efesus 5:20). Yesus menjamin para murid-Nya bahwa apa saja yang mereka minta dalam nama-Nya " artinya dalam kehendak-Nya " akan diberikan (Yohanes 15:16; 16:23). Demikian pula kita diminta berdoa kepada Roh Kudus dan dalam kuasa-Nya. Roh Kudus membantu kita berdoa, bahkan ketika kita tidak tahu bagaimana atau apa yang perlu diminta (Roma 8:26; Yudas 20). Barangkali cara terbaik untuk memahami peranan Tritunggal dalam doa adalah bahwa kita berdoa kepada Bapa, melalui (atau dalam nama) Sang Anak, dengan kuasa Roh Kudus. Ketiganya adalah peserta aktif dalam doa orang percaya.
Sama pentingnya adalah kepada siapa kita tidak berdoa. Ada kelompok-kelompok bukan Kristen yang mendorong pengikutnya untuk berdoa kepada dewa-dewa, anggota keluarga yang telah meninggal, orang-orang suci dan roh-roh. Pengikut Katolik Roma diajar untuk berdoa kepada Maria dan berbagai orang suci. Doa semacam ini tidaklah Alkitabiah dan bahkan merupakan penghinaan kepada Bapa surgawi kita. Untuk mengerti mengapa coba saja lihat natur dari doa. Doa memiliki beberapa unsur, dan kalau kita melihat kepada dua unsur saja " pujian dan syukur " kita dapat melihat bahwa doa pada intinya adalah penyembahan. Ketika kita memuji Allah, kita menyembah Dia untuk atribut-atribut-Nya dan karya-Nya dalam kehidupan kita. Ketika kita menaikkan doa syukur, kita menyembah Dia untuk kebaikan-Nya, kemurahan-Nya dan kesetiaan-Nya bagi kita. Penyembahan memuliakan Allah, satu-satu-Nya yang layak untuk dimuliakan. Persoalan dengan bukan berdoa kepada Allah adalah bahwa Allah tidak mendapat kemuliaan. Bahkan, berdoa kepada siapapun selain kepada Allah adalah penyembahan berhala. "Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain atau kemasyhuran-Ku kepada patung" (Yesaya 42:8).
Unsur lain dari doa seperti pertobatan, pengakuan dan permohonan juga adalah bentuk-bentuk penyembahan. Kita bertobat dengan mengetahui bahwa Allah penuh pengampunan dan kasih dan Dia telah menyediakan jalan pengampunan dengan mengorbankan Anak-Nya di salib. Kita mengakui dosa kita karena kita mengetahui bahwa "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan" (1 Yohanes 1:9) dan kita menyembah Dia karena itu. Kita datang kepada-Nya dengan permohonan dan syafaat karena kita tahu bahwa Dia mengasihi dan mendengar kita, dan kita menyembah Dia karena kemurahan dan kebaikan-Nya dalam mendengar dan menjawab. Ketika kita mempertimbangkan semua hal ini, mudah untuk mengerti bahwa berdoa kepada siapapun selain kepada Allah Tritunggal adalah tidak terbayangkan karena doa adalah suatu wujud penyembahan, dan penyembahan hanyalah ditujukan kepada Allah dan Allah semata-mata. Kepada siapa kita berdoa? Jawabannya adalah Allah. Berdoa kepada Allah, dan hanya Allah saja, adalah jauh lebih penting dari kepada Pribadi mana dari Allah Tritunggal kita tujukan doa kita.