KEHIDUPAN KRISTUS

Buku VI - YESUS MASUK KE YERUSALEM

by George Ford

Table of contents

  1. KRISTUS MENCARI YANG TERHILANG
  2. KRISTUS MENCERITERAKAN DUA PERUMPAMAAN
  3. KRISTUS MEMBANGKITKAN SESEORANG DARI KEMATIAN
  4. BEBERAPA PERJUMPAAN DAN PENGAJARAN KRISTUS
  5. Kristus raja memasuki Yerusalem
  6. KRISTUS MENYUCIKAN BAIT ALLAH
  7. KRISTUS MENJAWAB PARA PENATUA YAHUDI
  8. KRISTUS MENUBUATKAN TENTANG PERISTIWA-PERISTIWA YANG AKAN DATANG
  9. KRISTUS MENETAPKAN PERJAMUAN KUDUS
  10. KRISTUS DI KAMAR LOTENG
  11. Pertanyaan pertanyaan untuk menolong mengetahui pemahaman anda

1. KRISTUS MENCARI YANG TERHILANG

Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menuduh Kristus berhubungan dengan orang-orang berdosa dan makan bersama mereka. Oleh karena itu, Dia menyampaikan tiga buah perumpamaan menunjukkan bahwa kejahatan orang-orang berdosa tidak mencegah Allah dari menaburkan kasih Bapa atas mereka, karena pada waktu mereka tidak berdaya jatuh ke dalam jebakan Setan, kasih Bapa semakin bertambah-tambah pada mereka, dan Dia masih berkeinginan untuk menyelamatkan mereka. Kita melihat tangga-pan yang sama pada orangtua terhadap anak yang sudah tersesat. Kembalinya mereka yang sudah jatuh sangat diperhatikan oleh Allah dan oleh semua orang benar.

1.1. Perumpamaan domba yang hilang

"Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan

Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli taurat, katanya:”Ia menerima

orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka:”Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil

sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah

bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan” (Lukas 15:1-7).

Yesus menyampaikan perumpamaan ini di dalam bentuk sebuah pertanyaan. Dia bertanya, “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan satu ekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai dia menemukannya?” Nampak sepertinya Dia menegur mereka, sebagai “gembala-gembala” bangsa, karena mengabaikan yang terhilang, dan merasa puas dengan yang sembilan puluh sembilan yang selamat.
Kristus menggambarkan diriNya sebagai gembala yang setia, penuh kasih yang dengan belas kasihan mencari satu jiwa yang terhilang karena kelemahannya, membedakannya dari yang lain yang tidak tersesat. Dia rindu untuk menemukannya dan membawanya ke rumah pada pundakNya, dengan suka-cita. Dia bahkan memanggil malaikat-malaikat dan orang-orang kudus di sorga untuk bergabung bersama-sama dengan Dia dalam merayakannya. Mereka semua mendapatkan suka-cita yang besar karena satu orang berdosa yang bertobat daripada sembilan puluh sembilan yang tidak perlu bertobat.

Siapakah yang berani menjelaskan mengenai keadaan bersukacita di sorga? Tidak lain dari Kristus sendiri, yang sejak kekekalan, sudah berada di dalam pangkuan Bapa dan turun ke bumi! Siapakah dia yang dilukiskan sebagai sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak perlu bertobat? Mereka jelas bukan malaikat-malaikat ataupun orang-orang, karena Rasul Paulus berkata:

“Tidak ada yang benar, seorangpun tidak; Tidak ada seorangpun yang berakal budi, Tidak seorangpun yang mencari Allah. Semua telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, Tidak ada yang berbuat baik, Seorangpun tidak.” (Roma 3:10-12)

Jika sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak perlu bertobat ini bukan
malaikat-malaikat ataupun orang-orang, maka mereka tentunya orang-orang yang keliru membayangkan bahwa diri mereka adalah orang-orang yang benar. Inilah apa yang para pendengar Kristus di antara orang-orang Farisi lakukan dan juga apa yang dilakukan oleh orang-orang yang membenarkan diri sendiri dalam setiap abad. Tetapi, bahkan seandainyapun sembilan puluh sembilan adalah orang benar dan tidak tersesat, dan nilainya barang-kali seratus kali lipat lebih dari para pemungut cukai, orang-orang berdosa, dan yang terhilang, Bapa Sorgawi tidak merasa puas hanya dengan mereka yang sembilan puluh
sembilan ini, sementara mengabaikan yang terbuang dan menolak yang lain. Jika Dia melihat satu orang berdosa bertobat, Dia lebih berkenan dengan satu orang yang bertobat ini daripada dengan semua orang yang nampak beragama yang menampilkan diri dengan doa-doa, puasa, dan persembahan-persembahan mereka. Dia turun dari sorga dengan maksud tujuan untuk menyelamatkan orang-orang berdosa. Dia tidak menunggu orang berdosa untuk datang kepadaNya terlebih dahulu tetapi Dia datang mendahului dia, menemukan dia, dan meminta dia untuk kembali pada Allah dan ke rumah Bapa yang benar. Jika saja orang-orang Farisi seperti para penghuni sorga, tentunya mereka akan bergembira dengan pujian yang sama. Seorang yang berdosa, tahu bahwa pertobatannya menyebabkan lonceng sorga berbunyi dengan nada sukacita, maka kenyataan itu setidaknya akan memberikan dorongan yang kuat untuk mempercepat keselamatannya.

1.2. Perumpamaan tentang dirham yang hilang

“Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabatnya dan

tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikianlah juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat” (Lukas 15:8-10).

Dalam pasal ini, Kristus mengetengahkan suatu keadaaan setempat yang dialami oleh
seorang perempuan kepada pendengarNya, menetapkan satu bandingan antara yang terhilang

dan yang lain seperti satu dalam sepuluh. Dengan demikian dia menekankan nilai dari satu orang berdosa. Dia juga menjelaskan kehilangan dari Raja Sorgawi yang mempunyai langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di dalamnya dengan semua penduduknya (Mazmur

24;1). Di dalam perumpamaan, seorang perempuan kehilangan satu dirham dari sepuluh dirham yang dipunyainya, dan sesudah mencari ke sana ke mari dengan sangat teliti, dia pada akhirnya menemukannya dan bersukacita seperti pemilik domba, mengajak orang lain ikut merasakan sukacitanya.

Seseorang dapat mengatakan bahwa perempuan itu berbicara mengenai Gereja sebagaimana gembala menampilkan Kristus, yang adalah kepala Gereja. Gereja Yesus Kristus yang benar akan mengikuti rencanaNya karena Dia memimpinnya melalui Roh Kudus yang dengan bersungguh-sungguh mencari orang-orang yang terhilang di padang gurun dosa. Lampu yang bercahaya di tangan perempuan itu bisa melambangkan Kitab yang diwahyukan yangDaud melukiskannya sebagai pelita bagi kakinya dan terang bagi jalannya (Mazmur 119:105). Gereja adalah benar dalam mengatakan “dirhamku yang hilang” menunjuk pada orang yang terhilang karena darah mereka akan dituntut karena banyaknya anggota-anggota yang tidak mempunyai pengabdian apapun.
Dalam dua perumpamaan ini, Kristus mengajarkan bahwa permohonan untuk keselamatan oleh orang berdosa adalah sebagai akibat dari karya Allah di dalam hatinya. Ini
memancarkan kebenaran mendasar yang terbesar dari Kekristenan: Agama yang benar bukan apa yang manusia lakukan untuk Allah, tetapi apa yang Allah sudah lakukan untuk manusia.

1.3. Perumpamaan tentang anak yang hilang

Yesus berkata lagi: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa berikanlah kepadaku harta bagian milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah dihabiskannya semuanya itu, timbullah bencana kelaparan di negeri itu dan iapun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang

berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: “Bapa aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.” Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya, ’Bapa, aku

telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.’ Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: ‘Lekaslah bawa kemari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada

kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan di dapat kembali.’ Maka mulailah mereka bersukaria” (Lukas 15:11-24).

Kisah ketiga ini merupakan salah satu dari yang paling berharga dari semua perumpamaan Kristus. Di dalam perumpamaan ini, kelakuan dari anak-anak dalam satu keluarga diketengahkan, dan Kristus mengisahkannya untuk menyampaikan sebuah peringatan bagi semua anak yang mendengarkan kisah yang disampaikanNya. Perumpamaan ini berbeda dari dua perumpamaan terdahulu, sehubungan dengan nilai orang yang terhilang: Bagian ini sekarang adalah satu dengan satu. Di samping itu juga menekankan tentang tanggung-jawab di pihak manusia untuk menjalankan kebebasan kehendaknya dengan bertobat dan kembali kepada Allah. Tanggapan ini sebagai akibat dari pencarian yang dilakukan Allah terhadap yang terhilang dan membuka pintu untuk keselamatan mereka. Kristus mengelompokkan perumpamaan-perumpamaan ini dalam kebersamaan dengan maksud untuk menjelaskan dengan sejelas-jelasnya kepada kita semua apa arti dari keselamatan itu.
Dalam perumpamaan yang ketiga ini, Kristus membagi bangsa Yahudi yang adalah umat pilihan itu ke dalam dua jenis orang, sebagaimana ditampilkan oleh dua orang anak dari satu bapa. Yang sulung, secara hukum memperoleh dua bagian dari harta warisan, berbicara mengenai mereka yang memelihara hukum-hukum agama secara lahiriah dan mereka ini -- dalam pandangan mereka sendiri dan di dalam pandangan orang lain -- adalah orang-orang yang beragama, yang setia pada Allah. Orang-orang ini dengan secara teliti menjalankan ketentuan-ketentuan agama dan tidak secara terbuka tersesat ke dalam padang belantara dosa dan melakukan pelanggaran. Yang bungsu menampilkan menampilkan sebagian besar dari bangsa itu yang mengabaikan kesalehan-kesalehan dan tidak terikat oleh aturan-aturan keagamaan. Mereka menyangkali kasih kemurahan Allah dan menyalahgunakan
karunia-karuniaNya dalam pemberontakan melawan Dia. Mereka menyalahgunakan kebebasan mereka dengan secara terang-terangan dan terbuka menjauh dari Allah. Oleh karena itu, mereka mengabaikan Kitab Allah, menga-baikan penyembahan terhadapNya, dan tidak peduli pada umatNya. Karena melakukan hal-hal yang demikian itu, mereka tersingkir dari kekudusan, keamanan, dan kebahagiaan, yang selanjutnya menjauhkan mereka dari yang terbaik untuk mereka dan dari antara orang-orang yang ada di sekeliling mereka.
Anak yang lebih muda meninggalkan rumah bapanya dan saudaranya yang satu-satunya. Dia menjauhkan diri dari pemeliharaan dan perhatian orang tua, berkat dari negerinya sendiri,
dan persekutuan yang benar. Dia berhenti bekerja untuk menambah warisannya, menolak wibawa orang tua dan menuruti kemauannya sendiri, dan menginginkan menjadi tuan bagi diri sendiri. Dia mau menyingkir dari rumah untuk bisa hidup semau dia, memuaskan diri dalam kesenangan-kesenangan yang merusak bersama-sama dengan orang-orang jahat. Dengan meminta semua warisan sekaligus, dia mengabaikan kedudukannya sebagai anak yang berdoa, “Bapa kami yang di sorga Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya” (Lukas 11:2,3). Tetapi anak yang bodoh ini tidak meninggalkan rumah dengan

segera; demikian juga dengan orang berdosa meninggalkan Allah secara pelahan-lahan.
Anak ini meninggalkan bapanya sementara dia masih hidup. Ini merupakan keberadaan orang berdosa yang hidup bagi dirinya sendiri, menyombongkan diri karena keberadaannya yang tidak terikat, dan membanggakan diri akan apa yang sebenarnya mendukakan Allah. Karena tidak mau memaksakan ketaatan, maka bapanya mengabulkan keinginan anaknya dan memberikan kepadanya bagian dari warisannya. Jadi dalam berhadapan dengan orang yang jahat, Allah sering kali memberikan berkat-berkat duniawi sesuai dengan keinginan mereka; tetapi pemberian berkat ini bukan sebagai tanda akan kesenangan sang bapa.
Di negeri di mana anak muda ini pergi, dia bebas lepas dari pengaruh rumah tangga yang membatasi dan kenangan yang menyenangkan di masa lalu. Di sini, dia memberikan keluasan seluas-luasnya untuk memuaskan hawa nafsu dan keinginannya, dan juga menghabiskan semua kekayaannya, sampai akhirnya dia punya lagi uang satu senpun. Kemiskinannya bertepatan dengan bencana kelaparan yang menimpa negeri itu, dan hati kawan-kawannya menjadi sangat keras terhadapnya sehingga mereka tidak mau menolongnya. Dia berakhir dengan kemiskinan sebagai akibat tidak mau peduli dengan perkara-perkara yang lebih penting dalam kehidupan.
Kita dapat membayangkan dia berusaha untuk tetap menjaga penampilannya, tetapi pada saat dia mulai menderita kelaparan, dia bekerja di peternakan, untuk memberi makan babi.
Dengan demikian, dia mengorbankan aturan-aturan keagamaan sehubungan dengan
ketahiran, agar dapat tetap bertahan hidup. Dia rela menjalani kenajisan, untuk dapat mengisi perutnya dengan sisa-sisa dan bekas makanan babi. Sementara itu tidak ada satupun dari orang-orang yang disebut sebagai kawan-kawannya memberikan sesuatu kepadanya.
Seringkali terjadi, Allah memakai kesukaran-kesukaran untuk membawa orang-orang kembali pada Dirinya. Namun, kesukaran-kesukaran dapat juga menjauhkan mereka dari Dia. Apa yang Allah maksudkan untuk menjadi berkat keselamatan dapat berbalik, karena ulah manusia sendiri, menjadi kutukan yang menghancurkan. Tetapi anak yang hilang ini
menemukan keselamatan di dalam penderitaannya yang paling dalam. Dalam hal yang sama, kita kadang-kadang dapat masuk pintu keselamatan hanya dengan melalui ambang pintu keputus-asaan.
Seorang yang kembali ke rumah bapanya, karena kesukaran-kesukaran, membuktikan kedudukannya yang benar sebagai anak karena seorang anak yang hilang adalah masih tetap seorang anak, dan bapanya masih tetap bapanya. Sebagaimana halnya ketaatan tidak menjadikannya seorang anak, maka demikian juga ketidaktaatan tidak mengubah hubungan yang diberikan Allah yang hanya dapat disingkirkan melalui kematian. Pada kenyataannya, ada di dalam hati setiap manusia yang berdosa suara halus yang mengingatkan adanya hak sebagai anak ilahi yang hilang. Oleh karena itu, tidak peduli betapapun dalamnya seseorang tenggelam ke dalam kejahatan, atau betapa panjangnya daftar dosa seseorang, percikan

berkat dari kedudukan sebagai anak ilahi ini tidak dapat dipadamkan sama sekali, kecuali dimatikan secara terang-terangan melalui menghujat Roh Kudus; maksudnya, dengan menolak untuk bertobat, mengeraskan hati, dan tetap saja memilih untuk hidup di dalam kegelapan. Allah sendiri yang dapat menyalakan kembali percikan ini, sehingga orang berdosa akan mencari perlindungan hanya di dalam Juruselamat, untuk mendapatkan keselamatan.
Anak yang muda ini kembali disadarkan sebagai akibat dari kelaparan yang hebat. Pada waktu dia memutuskan diri untuk kembali, dia bertobat dan merendahkan diri, sangat yakin akan belas kasih dan kemurahan bapanya. Pertobatannya, dibuktikan dalam kata-katanya yang siap untuk dia kemukakan kalau dia bertemu ayahnya:”Bapa aku sudah berdosa kepada sorga dan dalam pemandanganmu.” Anak muda ini menyadari bahwa pelanggarannya tidak hanya melawan bapanya tetapi, yang lebih penting lagi melawan Allah. Tidak ada perlawanan yang dapat dikatakan hanya sekedar dosa melawan manusia. Tetapi yang
pertama dan terutama merupakan perlawanan terhadap Allah.
Ketulusan dari kerendahan hati anak muda ini ditunjukkan karena dia tidak mengharapkan hak-hak yang dipunyainya sebelumnya akan kembali. Dia minta untuk diterima sebagai pelayan, dan apapun yang dia terima dari bapanya semua itu akan diterima dengan hati bersuka. Kendatipun dia layak untuk mendapatkan pengusiran, kenyataan dari imannya ditunjukkan dalam hal bahwa dia bangkit berdiri dan pulang ke rumah dengan tanpa ada rasa takut untuk ditolak. Iman yang seperti ini sangat perlu untuk pertobatan, dan pertobatan tanpa iman adalah kekosongan; karena tidak membawa kepada keselamatan. Anak dalam perumpamaan ini tidak hanya berpikir mau pulang, tetapi dia benar-benar pulang. Bahkan keinginan yang terbaik sekalipun adalah sia-sia kecuali disertai dengan tindakan!
Sementara anak yang tersesat ini semakin mendekati rumah bapanya, dia dapat melihat bapanya dari kejauhan, berlari untuk menemui dia. Mata bapanya menatap dan mengamati dengan cermat jalan dari mana anaknya pergi meninggalkannya, dengan harapan bahwa satu kali nanti dia akan kembali. Sekarang hari itu pada akhirnya tiba. Sungguh merupakan kesukaan besar bagi sang bapa melihat anaknya yang dikasihi, dan karena tidak mau menempelak ataupun merendahkannya, dia menunjukkan belas kasihan padanya.
Pencipta adalah sabar dalam segala hal, kecuali pada saat menerima orang berdosa yang bertobat. Kita melihat contoh dari ketidaksabaran Allah dalam perumpamaan ini, karena Kristus mengatakan bahwa bapa segera berlari untuk menemui anaknya dan menciumnya. Dia menemui anaknya dengan kasih dan pengampunan, melupakan perbuatannya yang memalukan di masa lalu, dan memeluk dia dengan hangat, di balik keadaannya yang compang-camping. Dia mengganti kerugian untuk kehilangan dan penderitaannya dengan memperlakukannya lebih baik daripada anaknya yang lain yang tidak tersesat. Lebih dari itu, sang bapa tidak menunggu si anak untuk membuktikan kesungguhan pertobatannya melalui perbuatan-perbuatannya, tetapi segera didamaikan dengannya. Sesudah diampuni,

ketundukan yang ditunjukkan oleh si anak terhadap bapanya, merupakan bukti yang lebih baik dari pertobatannya daripada ketundukan yang dilakukan hanya sekedar untuk mendapatkan berkat-berkat bapa. Pengampunan tanpa syarat yang diberikan kepada orang berdosa sebelum ketaatan total adalah merupakan kasih karunia ilahi dan kemurahanNya, lebih tinggi daripada berkat yang diberikan sebagai upah dari ketaatan.
Keselamatan tidak diberikan hanya sebagai akibat dari belas kasihan ilahi. Tetapi, semuanya bergantung pada kasih Bapa untuk anakNya yang terhilang di padang pasir pengasingan secara rohani dan diikat oleh rantai-rantai Setan. Anak ini, tidak peduli berapa jauh dia sudah menyimpang dan tidak menjadi seperti yang diingini bapanya, tetap saja anaknya yang membawa namanya, meskipun secara tidak layak. Dia masih merupakan pewaris dari keluarga, kendatipun menghabiskan harta kekayaannya.
Betapa indahnya pertemuan kembali yang menggembirakan ini di mana sukacita bapa jauh melampaui pertobatan anaknya. Keputusan sang anak untuk bertobat semakin diperkuat ketika dia melihat perhatian dan pengampunan bapanya yang sedemikian kuat terhadap dirinya. Dalam hal yang sama, orang berdosa yang bertobat akan menikmati perkenan dan pengampunan yang menyeluruh dari Allah yang dinyatakan pada waktu itu juga; kesedihannya yang tulus terhadap dosa semakin bertumbuh dan dikuatkan karena hal itu. Adalah tidak mungkin bagi dia untuk beranggapan bahwa anugerah Allah tertunda merubah dia karena anugerah itu sekarang merupakan ikatan baru, yang menyebabkan dia menolak segala sesuatu yang akan mendukakan Allah.
Pada waktu anak yang hilang itu bertemu bapanya, dia mulai mengatakan sesuatu yang sudah dia persiapkan sebelumnya ketika masih menjadi penjaga di peternakan babi. Tetapi,
bapanya, menghentikan dia sebelum dia dapat mengemukakan kesediaannya untuk diterima sebagai seorang hamba. Berlawanan dengan apa yang diharapkannya, bapanya memberitahu kepada para pelayan untuk memperlakukan dia sebagai anak bungsu yang dikasihi yang
hak-haknya dipulihkan kembali dua kali lipat. Sebagai ganti dari pakaian kotor yang dikenakannya, dia menerima jubah yang terbaik, seperti “jubah kebenaran” dan “pakaian keselamatan” yang dituliskan oleh nabi Yesaya (Yesaya 61:10). Dia tampil di hadapan Allah dibenarkan, disucikan, dan dimurnikan, bagi kemuliaan Juruselamat. Sang bapa kemudian memerintahkan agar sebuah cincin dikenakan dijari anaknya itu - sebagai tanda dari pemulihan kembali otoritas - memampukan dia untuk menjadi wakil atas nama bapanya. Ini merupakan refleksi dari otoritas atau kuasa rohani yang diberikan oleh Roh Kudus yang tinggal di dalam diri orang yang bertobat. Sang bapa juga memerintahkan untuk memberikan kasut kepadanya agar dapat memampukan dia menangani tugas-tugas keluarga dengan lebih sungguh-sungguh. Ini merupakan gambaran dari perlindungan rohani yang disediakan bagi setiap orang yang memiliki pertobatan sungguh-sungguh. Sang bapa melengkapi penyambutannya dengan mengadakan pesta, sebagai ganti dari kelaparan dan kesengsaraan yang telah dijalani anaknya sementara jauh dari rumah.

Sang bapa menjelaskan tindakan-tindakannya kepada pelayan-pelayannya dengan mengatakan, “Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali.” Sang bapa menganggap anaknya yang tersesat ke dalam kejahatan sebagai yang sudah mati baik secara moral dan rohani. Juga, ketidakberadaannya di rumah merupakan simbol dari kematian jasmani. Jadi, kepulangannya adalah bagaikan seseorang yang bangkit dari kematian karena dosa, bukan kematian secara jasmani, tetapi kematian yang sebenarnya.

1.4. Si anak sulung

“Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang. Dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti dari semuanya itu. Jawab hamba itu, ‘Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat.’ Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya, ‘Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak

kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.’ Kata ayahnya kepadanya,’Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan dan di dapat kembali’ “ (Lukas

15:25-32).

Perayaan atau pesta di dunia ini kadang-kadang bercampur dengan kesedihan seringkali disebabkan oleh sanak-famili. Jadi, sementara pesta berlangsung di dalam rumah, si anak sulung menjadi pahit. Sesudah kembali dari ladang, anak yang sulung sangat terkejut mendengar pesta-pora yang diadakan tanpa alasan yang jelas. Di sinilah sifat atau karakter yang jahat mulai menampakkan diri. Daripada ikut bergabung ke dalam pesta, dia memanggil keluar seorang pelayan, dan dengan roh kegeraman penuh dengan rasa ketersinggungan, menanyakan apa yang terjadi. Sesudah mendengar penjelasan, dia menjadi amat sangat
marah dan cemburu, menolak untuk masuk dan ikut bersukacita bersama-sama dengan bapa dan saudaranya. Yesus menggambarkan para pemungut cukai dan orang-orang berdosa di dalam contoh dari anak yang terhilang ini. Allah membuka pintu keselamatan bagi mereka, dan mereka masuk. Di dalam anak yang sulung, Dia mengetengahkan orang-orang yang nampaknya beragama tetapi yang bersungut-sungut dan bukannya bersukacita atas kembalinya orang-orang yang terhilang. Si anak sulung hanya dapat melihat
kesalahan-kesalahan dari saudara bungsunya. Dia bahkan tidak menyebut namanya sama sekali, tetapi, sementara berbicara dengan bapanya, lebih suka menyebut dia sebagai “anak bapa yang telah memboroskan harta-kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur.”
Meskipun pernyataan dari saudara tua atau si anak sulung ini ada kebenaran di dalamnya, namun tidak mengetengahkan kebenaran yang menyeluruh. Dia mengabaikan kenyataan

bahwa saudaranya yang muda ini sudah benar-benar bertobat. Dalam kesombongannya, dia hanya dapat melihat pada perbuatan-perbuatannya sendiri yang dia anggap baik, karena dia berkata kepada ayahnya, “Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa.” Dia sekali lagi menganggap bahwa dia menyampaikan kebenaran, tetapi bukan kebenaran yang menyeluruh. Pendapatnya mengenai pelayanannya kepada bapanya dibeberkan dalam kata-katanya:”Tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.” Daripada ikut bergabung dalam sukacita ayahnya, dia menjadi mementingkan diri sendiri, dan sikap inilah yang mengontrol rohnya dan semua tindakannya. Akibatnya, jurang pemisah terbentuk antara dia dan ayahnya, yang lebih besar dari yang sudah diciptakan oleh si anak bungsu dengan pergi meninggalkan rumah dan melakukan kejahatan di negeri yang jauh. Namun demikian, sang bapa, tidak memperlakukan anak sulungnya seperti yang layak untuk dia terima. Dia pergi ke luar dan mendekati dia, di balik kekasaran dan kritikan-kritikannya yang pahit. Dengan
penuh kasih sang bapa ini berkata, “Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.” Kita belajar dari ini bahwa Allah tidak menahan kasih ilahi dan kemurahanNya dari orang-orang yang sombong dan keras hati. Dia menawarkan kepada mereka pertobatan dan iman yang sama -- bahkan kadang-kadang lebih besar -- seperti yang Dia tawarkan pada orang-orang berdosa lainnya. Yang perlu mereka lakukan hanyalah percaya kepadaNya dan membuang jauh-jauh jalan-jalan mereka yang jahat, seperti yang dilakukan oleh para pemungut cukai dan orang-orang berdosa pada masa Yesus.
Kisah ini berakhir dengan tanpa menyebutkan apakah si anak sulung itu menyesal. Tetapi kita tahu bahwa banyak anak sulung dan orang-orang Farisi, yang ditampilkan dalam perumpamaan ini, tidak bertobat tetapi terus berada dalam kekeliruan mereka, yang pada akhirnya menyerahkan Kristus kepada Pilatus untuk disalibkan. Tidak adanya pertobatan dari mereka lebih jauh dibuktikan pada waktu mereka mengajukan Kristus untuk diadili dan melalui perlakukan mereka yang jahat dan kejam terhadap Dia.
Dari apa yang diterangkan sehubungan dengan si anak sulung, kita belajar bahwa orang yang sombong yang mengandalkan kebaikan mereka untuk dibenarkan di hadapan Allah justru menjauhkan dari Dia dan sorga daripada orang-orang berdosa yang tidak menonjol-nonjolkan perbuatan-perbuatan baik mereka. Ada lebih banyak harapan dalam memulihkan orang-orang yang jahat karena kemunafikan dan kesombongan dari orang-orang yang membenarkan diri mereka sendiri adalah penghalang besar untuk keselamatan. Adalah dosa-dosa ini yang menghalangi orang-orang Farisi dari iman dan keselamatan di dalam Kristus. Banyak orang dewasa ini yang terhalang karena alasan yang sama.
Dari contoh anak yang hilang ini, kita belajar bahwa Allah menganggap sebagai kehilanganNya sendiri bilamana orang berdosa tetap bersikeras untuk menjauh dari Dia. Tetapi kepulangan kembali dari orang berdosa dari “negeri yang jauh?” adalah kemenangan

dan merupakan sumber sukacita bagi Allah. Betapa ajaib kasih ilahi dan kesabaranNya! Betapa besar seharusnya dorongan kita untuk berhenti dari dosa!

2. KRISTUS MENCERITERAKAN DUA PERUMPAMAAN

2.1. Bendahara yang tidak jujur

Dan Yesus berkata kepada murid-muridNya:”Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia

memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya, ’Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara.’ Kata bendahara itu di dalam hatinya, ‘Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang

akan menampung aku di rumah mereka.’ Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama, “Berapakah hutangmu kepada tuanku?’ Jawab orang itu, ‘Seratus tempayan minyak.’ Lalu katanya kepada orang itu, ‘Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan.’ Kemudian ia berkata kepada yang kedua: ’Dan berapakah hutangmu?’ Jawab orang itu, ‘Seratus pikul gandum.’ Katanya kepada orang itu, ‘Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul.’

Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang. Dan Aku berkata kepadamu, ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi kamu diterima di dalam kemah abadi. Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak

setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Lukas 16:1-13).

Kristus menceriterakan kisah mengenai seorang yang kaya, yang sebelum memecat bendaharanya karena mempraktekkan pemborosan, meminta kepada dia untuk membuat laporan pertanggung-jawaban. Termasuk di dalam laporan tersebut adalah kontrak-kontrak dengan para petani bawahannya dan yang ditanda-tangani oleh bendahara ini, menunjukkan berapa banyak pinjaman mereka. Bendahara yang tidak jujur ini, bukannya mengakui kesalahannya dan mencoba untuk berubah, mulai memikirkan rencana di mana dia akan memperoleh keuntungan sesudah dipecat. Kuasa Setan yang menciptakan pelanggaran selalu punya jalan untuk menghasilkan banyak pelanggaran lainnya. Jadi, bendahara ini merencanakan tipu-muslihat yang sebenarnya lebih parah dari ketidakjujurannya yang semula, karena dia menjadikan para petani yang dibawahinya bagian dari penipuan ini. Di

dalam Alkitab, kita membaca bahwa mereka yang memimpin orang lain untuk melakukan kesalahan akan mendapatkan pehukuman yang lebih besar (Lukas 17:1).
Dengan mengadakan kontrak-kontrak yang tidak halal, bendahara yang tidak jujur ini berusaha untuk membeli sahabat-sahabat bagi dirinya sendiri yang dapat menolongnya di masa depan. Dia meminta kepada mereka untuk menulis kontrak-kontrak dengan jumlah yang lebih sedikit daripada yang mereka pinjam. Dia merencanakan untuk membuktikan dan
menyampaikan kepada tuannya. Dia mengemukakan alasan-alasan berikut: “ Aku tidak dapat mencangkul, aku malu untuk mengemis.” Tetapi apa yang sebenarnya harus dia katakan adalah: “Aku tidak seharusnya menggelapkan!”
Ketika tuannya mengetahui adanya tipu-muslihat baru ini, dia sangat heran sehubungan dengan kecerdikan dan keberanian dari bendahara ini. Dia memuji dia untuk perbuatannya yang cerdas itu. Dia tidak memuji dia karena ketidakjujurannya. Jika tuannya itu memuji ketidakjujurannya, maka dia tidak akan menunjuk dia sebagai orang “yang cerdas,” dia juga tidak akan menahan pekerjaannya dari dia.
Kristus mengakhiri perumpamaan ini dengan menyatakan bahwa orang-orang dunia lebih berhikmat daripada anak-anak terang. Dia menasehati para pendengarnya agar mempergunakan apapun kekayaan duniawi yang mereka miliki untuk melayani orang lain -- khususnya terhadap kepentingan rohani mereka yang abadi. Ini tidak berarti bahwa Yesus memberikan kepada kita alasan-alasan untuk menimbun kekayaan dengan cara yang tidak jujur, dan kemudian membagi-bagikan semua atau sebagian untuk maksud-maksud yang baik. Tidak, tidak demikian. Tetapi kita dinasehati bahwa cara yang terbaik untuk melepaskan kekayaan yang diperoleh secara tidak jujur adalah, segera memakainya untuk maksud-maksud tujuan mulia dan dalam cara-cara yang dapat membuka jalan ke sorga bagi orang-orang yang menerimanya.
Bendahara dalam kisah ini memakai kekayaan yang diperolehnya dengan tidak jujur dengan maksud untuk mendapatkan banyak kawan bagi dirinya yang dapat dimintai pertolongan kalau dia memerlukannya. Betapa lebih lagi seharusnya seseorang, yang mencoba untuk membagi-bagikan kekayaan yang diperolehnya dengan cara yang salah, mempergunakannya untuk mendapatkan kawan-kawan yang akan menyambutnya ke dalam rumah tinggal yang kekal! Jika si bendahara ini begitu sangat berhati-hati untuk menjamin masa depannya, betapa lebih lagi seharusnya orang-orang yang bijak berhati-hati untuk memastikan masa depan sorgawi mereka! Orang yang menunjukkan kesetiaan dalam hal-hal duniawi yang dianggap tidak bernilai dapat dipilih oleh Allah untuk mewarisi harta kekayaan yang jauh lebih berharga: yaitu harta kekayaan sorgawi.

2.2. Orang kaya dan Lazarus

“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria

dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.

Lalu ia berseru katanya, ‘Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.’ Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu atau mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang.’

Kata orang itu, ‘Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan

sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini.’ Tetapi kata Abraham, ‘Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu.’ Jawab orang itu, ‘Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka. Mereka akan bertobat.’ Kata Abraham kepadanya: “Jika mereka tidak mendengar kesaksian Musa dan para nabi, mereka juga tidak akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati’ “ (Lukas 16:19-31).

Kristus memberitahukan sebuah perumpamaan tentang orang kaya yang hidup dalam kemewahan sementara ada orang yang miskin yang berbaring di dekat pintu rumahnya, memakan dari sisa-sisa makanan yang diberikan kepadanya. Kedua orang tersebut pada akhirnya mati, tetapi tujuan akhir dari masing-masing sangat berbeda. Orang yang kaya meskipun upacara penguburannya amat sangat mewah, tetapi tidak dapat mewarisi warisan sorgawi. Penguburan terhadap orang yang miskin amat sangat sederhana, tanpa ada segala macam upacara, tetapi dia dengan kelembutan di bawa masuk ke dalam “pangkuan Abraham.”
Di neraka, orang yang kaya ini mendapatkan dirinya tidak cocok untuk menghuni sorga. Dia melihat ke atas dan menyaksikan kemuliaan Lazarus, dan berharap dia entah dengan cara bagaimana bisa agak sedikit mengurangi penderitaannya. Tidak berani untuk mencari pertolongan dari Allah yang sudah dia abaikan di sepanjang hidupnya, dia mencari pertolongan dari Abraham, yang adalah leluhur dan nenek-moyang bangsa Yahudi. Meskipun di dalam kehidupan dia sudah menolak Lazarus, dia sekarang menginginkan beberapa tetes air darinya untuk menyejukkan lidahnya. Orang yang kaya ini sekarang menggapai-gapai untuk meminta setetes air dari jari si pengemis yang pernah minta sisa-sisa makanan dari mejanya sendiri!
Abraham memberitahu dia bahwa apa yang dia minta adalah tidak mungkin karena dia sudah tidak peka terhadap Allah ataupun terhadap hal-hal rohani ketika masih hidup. Sekarang dia

harus menyadari akibat mengerikan dari kesalahan yang sudah dia lakukan ketika berada di bumi. Sebaliknya, orang-orang yang memenuhi syarat-syarat untuk kehidupan kekal pada waktu berada di bumi, tidak apa-apa menderita dan disia-siakan di bumi, karena satu jam bersama dengan Abraham sudah memulihkan mereka dari semuanya itu. Selain itu, ada jurang pemisah yang luas di antara sorga dan neraka, sehingga pergi ke satu tempat menuju ke tempat lain adalah tidak mungkin.
Ketika orang kaya ini pada akhirnya menyadari bahwa pehukuman atas dirinya tidak dapat diperingan, dia ingat pada lima saudaranya yang masih hidup. Dia menginginkan untuk memperingatkan mereka untuk tidak mengikuti dia ke neraka. Dia bertanya-tanya apakah mungkin bagi Lazarus untuk kembali ke bumi dan memberitahu mereka akan penderitaan dan siksa yang dialaminya, dan perlunya untuk melepaskan diri dari akhir hidup yang mengerikan ini. Abraham berkata bahwa saudara-saudaranya tidak memerlukan bujukan
intelektual karena mereka yang tidak puas dengan bukti iman yang terdapat di dalam Alkitab tidak akan mau percaya, tidak peduli apapun bukti-bukti ajaib yang diberikan. Ketidakpercayaan merupakan kebutaan rohani yang tidak dapat disembuhkan dengan
bukti-bukti baru. Bagi orang yang buta, betapapun banyaknya terang benderang yang ada di depannya, tidak akan mendatangkan perubahan apapun; tidak peduli betapa terangnya matahari bersinar, dia tidak akan mampu untuk melihat cahayanya.
Manusia yang bodoh ini membayangkan bahwa saudara-saudaranya, yang mengetahui penderitaan Lazarus di bumi, akan memberikan perhatiannya dan bertobat jika mereka melihat Lazarus datang dari sorga dalam kemuliaan untuk menyampaikan peringatan. Tetapi jawaban Abraham membuyarkan dugaannya ini. Di dalam kisah ini, kita melihat bagaimana tujuan akhir manusia dalam kekekalan erat sekali hubungannya dengan pengalamannya di bumi. Juga, pintu sorga tidak tetap terbuka bagi orang-orang yang tidak bertobat sesudah kematian mereka. Mencari pengantara melalui orang-orang kudus di sorga adalah

kesia-siaan.

SESUNGGUHNYA SUKAR SEKALI BAGI SEORANG KAYA UNTUK MASUK KE DALAM KERAJAAN SORGA. LEBIH MUDAH SEEKOR UNTA MASUK MELALUI LOBANG JARUM DARI PADA SEORANG KAYA MASUK KE DALAM KERAJAAN ALLAH (Matius 19:23,24)

3. KRISTUS MEMBANGKITKAN SESEORANG DARI KEMATIAN

Ada seorang yang sedang sakit, namanya Lazarus. Ia tinggal di Betania, kampung Maria dan adiknya Marta. Maria ialah perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhan dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya. Dan Lazarus yang sakit itu adalah saudaranya. Kedua perempuan itu mengirim kabar kepada Yesus, “Tuhan, dia yang Engkau kasihi sakit.” Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata, “Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan.” Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus. Namun setelah didengarNya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja

tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada (Yohanes 11:1-6).

(Catatan: Lazarus ini berbeda dari yang terdapat di dalam perumpamaan sebelumnya.) Seorang utusan datang kepada Kristus dari Betani untuk memberitahu Dia bahwa saudara
dari Maria dan Marta, yang Yesus kasihi, sedang sakit. Permohonan bukan atas dasar kasih Lazarus pada Kristus tetapi pada kasih Kristus terhadap Lazarus. Dasar dari sukacita, pengharapan dan keselamatan tidak terletak di dalam kasih orang berdosa kepada Kristus, tetapi di dalam kasih Juruselamat untuk orang berdosa.
Maria dan Marta menyadari bahaya yang akan dihadapi Kristus jika Dia datang ke Betani, jika Dia kembali ke Yerusalem sesudah meninggalkannya; jadi mereka tidak meminta Dia untuk datang kepada mereka. Barangkali mereka ingat bahwa pada suatu keadaan Dia menyembuhkan dari jauh. Adalah cukup bagi Dia untuk mengetahui tentang saudara mereka yang sakit, sehingga Dia bisa menyembuhkannya dari jauh.
Tanggapan Yesus terhadap berita yang diterimanya adalah singkat, dan Dia tidak mengemukakan alasan karena tidak menemani utusan tersebut. Dia berkata, “Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan.” Utusan tersebut kembali ke Betani hanya untuk mendapatkan bahwa Lazarus sudah mati. Apa yang ada dalam benaknya? Tidakkah dia beranggapan bahwa Yesus adalah penipu karena Dia mengatakan bahwa penyakit Lazarus tidak akan membawa kematian? Apa yang Maria dan Marta pikirkan mengenai penundaan untuk menolong mereka? Apakah mereka meragukan kasihNya untuk mereka?

Tetapi sesudah itu Ia berkata kepada murid-muridNya, “Mari kita kembali lagi ke Yudea.”

Murid-murid itu berkata kepadaNya, “Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke sana?” Jawab Yesus, “Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini. Tetapi jikalau seorang berjalan pada malam hari, kakinya terantuk, karena terang tidak ada di dalam dirinya.” Demikianlah perkataanNya, dan sesudah itu Ia berkata kepada mereka, Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya.” Maka kata murid-murid itu kepada-Nya: “Tuhan, jikalau ia tertidur, ia akan sembuh.” Tetapi maksud

Yesus adalah tertidur dalam arti mati, sedangkan sangka mereka Yesus berkata tentang tertidur dalam arti biasa. Karena itu Yesus berkata dengan terus-terang, “Lazarus sudah mati; tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya. Marilah kita pergi sekarang kepadanya.” Lalu Tomas, yang disebut Didimus, berkata kepada teman-temannya, yaitu murid-murid yang lain, “Marilah kita pergi juga untuk mati

bersama-sama dengan Dia” (Yohanes 11:7-16).

Tiga hari sesudah menerima kabar mengenai kematian Lazarus, Kristus meminta kepada murid-muridNya untuk bersiap-siap pergi ke Yudea, tetapi murid-murid tidak menyetujuinya, dengan berkata, “Rabi, belum lama ini orang-orang Yahudi berupaya untuk melempari Engkau dengan batu, dan Engkau mau ke sana lagi?” Mereka bingung dengan

perkembangan ini. Jika perjalanan ini dimaksudkan untuk menyembuhkan Lazarus, mengapa Dia tidak pergi sejak awal? Dan jika hal itu tidak terlalu mendesak, mengapa sekarang Dia mau membahayakan diriNya dan mereka?
Yesus mempergunakan keberatan dari murid-murid untuk mengajarkan kepada mereka
bahwa orang yang dipimpin oleh Tuhan tidak perlu merasa takut karena tuntunan ilahi adalah terang, di mana tidak ada terang yang ada kegelapan. Dia menambahkan bahwa maksud tujuanNya pergi ke sana adalah untuk membangunkan Lazarus dari tidur Dari kata “saudara kita,” kita bisa memperkirakan bahwa dia adalah seorang anak muda dengan sifat-sifat yang baik, sahabat istimewa dari Kristus dan murid-muridNya.
Pada waktu Yesus memperhatikan bahwa mereka tidak mengerti kata “tertidur” yang dipergunakanNya, Dia memberitahu kepada mereka dengan secara jelas bahwa Lazarus sudah mati, kendatipun kematian bagi orang-orang percaya adalah seperti tertidur, dan kebangkitan seperti berjalan menuju ke kebahagiaan abadi.
Yesus menunjukkan kepada murid-muridNya bahwa Dia menunda kedatangan di Betani sebenarnya demi kepentingan mereka. Dengan menunda berkat berupa kesembuhan, Dia sekarang mendapatkan yang lebih besar lagi: kehidupan dari kematian. Ini akan memperkuat iman dari murid-murid. Allah seringkali menghadapi dengan cara ini bagi mereka yang takut akan Dia. Nampaknya murid-murid agak segan, tetapi Tomas pada akhirnya berbicara dengan penuh semangat: “Marilah kita juga pergi, agar kita mati bersama dengan Dia.” Melalui kata-kata ini dia menunjukkan kasihnya yang besar pada Kristus dan bersedia mati bagi Dia. Yesus dan murid-muridNya kemudian melanjutkan perjalanan ke Betani.

Maka ketika Yesus tiba, didapatiNya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur. Betania terletak dekat Yerusalem, kira-kira dua mil jauhnya. Di situ banyak orang Yahudi telah datang kepada Marta dan Maria untuk menghibur mereka berhubungan dengan kematian saudaranya. Ketika Marta mendengar bahwa Yesus datang, ia pergi mendapatkanNya. Tetapi Maria tinggal di rumah. Maka kata Marta kepada Yesus, “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini saudaraku pasti tidak akan mati. Tetapi sekarangpun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepadaMu segala sesuatu yang Engkau minta kepadaNya.” Kata Yesus kepada Marta, “Saudaramu akan bangkit.” Kata Marta kepadaNya: ”Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman.” Jawab Yesus, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?” Jawab Marta, “Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia” (Yohanes 11:17-27).

Sementara Yesus murid-muridNya mendekati kota itu, Marta mendengar bahwa mereka datang. Dia segera saja keluar menyambut mereka, meninggalkan Maria, saudaranya,
bersama dengan orang-orang yang berkabung di dalam rumah. Karena banyaknya orang yang datang untuk berkabung, kita dapat memperkirakan bahwa keluarga Lazarus adalah orang kaya.

Segera sesudah Marta sampai pada Kristus, dia memberitahu Dia bahwa jika saja Dia ada hadir di Betani, maka saudaranya tidak akan mati. Dia menambahkan bahwa kendatipun itu sudah terjadi, Allah akan mengabulkan apapun yang Dia pinta. Imannya di dalam Kristus sungguh sangat kuat, meskipun tidak sempurna, karena pada waktu Dia memberitahu dia, “Saudaramu akan hidup kembali,” dia mengerti bahwa hal itu berarti bahwa dia akan bersama-sama semua orang percaya lainnya pada Hari Kebangkitan. Biar bagaimanapun, Kristus menghargai imannya, seperti yang biasa Dia lakukan. Selanjutnya, Dia membuat pernyataan yang tepat, “Akulah kebangkitan dan hidup. Barangsiapa percaya kepadaKu, meskipun dia sudah mati, dia akan hidup.”
Siapa lagi kecuali Allah dapat menyatakan bahwa beriman atau percaya di dalam Dia akan membawa kepada kehidupan kekal sesudah kematian? Siapa yang dapat melukiskan atau memahami besarnya penghiburan yang orang-orang percaya di sepanjang abad sudah dapatkan dari kata-kata ini! Penghiburan yang sama adalah harapan bagi orang-orang percaya sampai Dia datang kembali, yang mana banyak yang percaya bahwa akan segera terjadi. Pada waktu itu, Dia akan membangkitkan semua orang mati melalui ucapan perintahNya. Pada waktu Dia bertanya kepada Marta apakah dia percaya akan hal ini, dia menjawab dalam ketegasan. Kita melihat pemekaran dari imannya, yang dinyatakan dalam jawaban yang pertama, segera saja menjadi dewasa dalam tanggapannya yang kedua.

Dan sesudah berkata demikian ia pergi memanggil saudaranya Maria dan berbisik kepadanya, “Guru ada di sana dan Ia memanggil engkau.” Mendengar itu Maria segera bangkit lalu pergi mendapatkan Yesus. Tetapi waktu itu Yesus belum sampai ke dalam kampung itu. Ia masih berada di tempat Marta menjumpai Dia. Ketika orang-orang Yahudi yang bersama-sama Maria di rumah itu untuk menghiburnya, melihat bahwa Maria segera bangkit dan pergi ke luar, mereka mengikutinya, karena mereka menyangka bahwa ia pergi ke kubur untuk meratap di situ. Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia di depan kakiNya dan berkata kepadaNya, “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati” Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hatiNya. Ia sangat terharu dan berkata, “Di manakah dia kamu baringkan?” Jawab mereka, “Tuhan, marilah dan lihatlah!” Maka menangislah Yesus. Kata orang-orang Yahudi, “Lihatlah, betapa kasihNya kepadanya!” Tetapi beberapa orang di antaranya berkata, “Ia yang memelekkan mata orang buta, tidak sanggupkah Ia bertindak, sehingga orang ini tidak mati?” (Yohanes 11:28-37)

Sesudah Yesus meminta untuk melihat Maria, Dia tetap tinggal di tempat di mana Dia berada, sementara Marta segera saja lari ke rumah untuk membawa saudarinya. Pada waktu Maria tiba-tiba saja berdiri, yang lainpun mengikuti dia, mengira bahwa mereka harus tetap berada di dekatnya, karena Maria akan pergi ke kubur dan menangis di sana. Di tempat inilah musuh-musuh Kristus mau tidak mau akan menyaksikan yang terbesar dari
mujizat-mujizatNya. Sesudah melihatnya, maka tidak akan ada lagi dasar untuk keraguan ataupun menyangkali perbuatan-perbuatanNya yang ajaib; kecuali mereka sengaja menutup mata mereka terhadap kebenaran.

Orang dapat menggambarkan iring-iringan dalam kesuraman ini yang menuju ke kuburan, di bawah pimpinan dua wanita bersaudara yang sedang berduka. Orang juga dapat membayangkan kegusaran dari para pemimpin Yahudi ketika mereka melihat Kristus, yang mereka benci dan mau mereka bunuh. Mereka melihat Maria berlutut pada khakiNya, mengulangi kata-kata Marta tentang bagaimana seharusnya Dia datang lebih awal. Keinginan ini tentunya sudah memenuhi pikiran kedua saudari ini selama empat hari sebelumnya. Tidak ada maksud dari mereka untuk menyalahkan Kristus karena tidak datang lebih awal, karena saudara mereka mati pada hari yang sama ketika utusan pergi untuk memberitahu Dia. Mereka tidak mengatakan, “Jika saja Engkau datang, “ tetapi “Jika Engkau berada di sini.” Maria berbicara dan kemudian yang lain menangis dengan tersedu-sedu.
Rasa terharu muncul di dalam hati Kristus; Dia meratap di dalam roh dan sangat masygul. Arti yang asli dalam kata Gerika untuk kemasygulan ini adalah “kesal.” Kristus sangat kesal dan marah pada waktu itu karena berhadapan dengan musuhNya, Setan, penyebab dari semua kesengsaraan, ratap-tangis, dan kematian di dunia ini. Dia bertanya di mana Lazarus dikuburkan, dan mereka membawa Dia ke sana. Dia melangkah dengan tenang, sementara berjalan, dan ini menyebabkan orang-orang Yahudi tahu betapa Dia sangat mengasihi
mereka.

Yesus menangis, kendatipun Dia sedang dalam perjalanan untuk membangkitkan Lazarus dari kematian dan memulihkan dia kembali kepada keluarganya. Dia tidak dapat bersukacita sementara kawan-kawanNya yang kekasih sedang berduka. Jadi, Dia memberikan kepada dunia contoh yang benar dan terbaik, penghiburan yang sepenuh hati; Dia menangis dengan orang-orang yang menangis dan bersukacita dengan orang-orang yang bersukacita. Dia berduka karena Dia bersimpati, ikut merasakan, bersama dengan orang-orang yang sedang berada dalam semua kedukaan mereka. Para penatua yang hadir bertanya-tanya mengapa, dalam keadaan seperti ini, Dia tidak mempergunakan kuasaNya untuk menyembuhkan seseorang yang sangat Dia kasihi. Padahal tidak lama sebelumnya, Dia sudah menyembuhkan orang asing di Yerusalem yang buta sejak lahir. Mengapa Dia tidak menyembuhkan sahabatNya yang kekasih, Lazarus, dan mencegahnya dari kematian?

Maka masygul pula hati Yesus, lalu Ia pergi ke kubur itu. Kubur itu adalah sebuah gua yang ditutup dengan batu. Kata Yesus, “Angkat batu itu!” Marta, saudara orang yang meninggal itu, berkata kepadaNya, “Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati.” Jawab Yesus, “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?” Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata, “Bapa, Aku mengucap syukur kepadaMu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras, “Lazarus, marilah keluar!” Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka, “Bukalah kain-kain itu dan biarkan dia pergi” (Yohanes 11:38-44).

Ketika mereka sampai ke kuburan, Yesus sekali lagi sangat sedih dan masygul karena semakin dekat dengan musuh rohaniNya, dan peperangan rohani yang sengit juga sedang terjadi. Yesus bertemu dengan Setan pada benteng pertahanannya yang terbesar: yaitu kubur!
Ketika memasuki kuburan, ada sebuah batu besar yang harus disingkirkan, karena orang banyak juga bisa menyingkirkan batu itu, maka dalam hal ini Kristus tidak menunjukkan mujizatNya. Di sini kita mempunyai sebuah gambaran tentang keselamatan. Orang berdosa, sementara mengharapkan mujizat, campur-tangan ilahi, tidak boleh menolak untuk melakukan apa yang dia dapat melakukan. Sebagaimana Kristus menghendaki orang-orang yang berdiri di kubur itu untuk menyingkirkan batu, dia juga menghendaki orang berdosa untuk bertobat dan percaya, sebelum Dia akan menyelamatkan dia dari dosa-dosanya.
Marta, sebagai yang mewakili keluarga, melarang batu itu disingkirkan karena dia bermaksud untuk menghormati pemakaman saudaranya laki-laki. Dia juga ragu-ragu akan kemampuan Yesus untuk menyembuhkan saudaranya itu pada tingkatan ini. Dia tidak menginginkan menghadapi mayat saudaranya yang kemungkinan sudah mulai membusuk, dengan bau yang tidak sedap. Kristus menghadapi keberatannya dengan teguran yang lembut, “Tidakkah Aku berkata kepadamu bahwa jika kamu percaya, kamu akan melihat kemuliaan Allah?”
Ketika mereka membuka kubur itu, tugas pertama Kristus adalah adalah mengalihkan pikiran para pengamat dari kuburan kepada Dia yang duduk di atas takhta dari alam semesta -- BapaNya, dengan siapa Dia sedemikian dekat dipersatukan sehingga Dia dapat berkata, “Aku dan BapaKu adalah satu” (Yohanes 10:30). Dia menginginkan agar setiap orang yang hadir tahu bahwa Dia tidak melakukan suatu apapun terpisah dari kehendak BapaNya. Dia mengangkat mataNya ke atas dan berkata, “Bapa, terima kasih bahwa Engkau sudah mendengar Aku.” Kemudian, agar jangan sampai ada yang mengira bahwa Dia berdoa
seperti salah satu dari para nabi di mana kadang-kadang mendapatkan apa yang diminta dan pada kali lain tidak, Dia menambahkan, “Dan Aku tahu bahwa Engkau selalu mendengar Aku.” Agar tidak memberikan kesan bahwa doaNya adalah karena ketidakmampuan dalam diriNya, Dia berkata, “Karena orang-orang yang berdiri di sekelilingKu ini, Aku mengatakan ini, agar mereka percaya bahwa Engkau yang mengutus Aku.” Pelajaran penting di sini adalah bahwa orang-orang yang memanggil “orang yang mati” di dalam pelanggaran dan dosa-dosa harus berbicara pada Allah mengenai mereka terlebih dahulu di dalam doa, seperti yang Kristus lakukan pada peristiwa ini.
Pada akhir dari doaNya, Dia berkata dengan suara keras, “Lazarus, keluarlah!” SuaraNya yang keras mendatangkan kesan betapa besarn dan sulitnya tugas itu pada orang-orang yang hadir. Hal itu mengingatkan mereka bahwa jiwa tidak berada di dalam kubur, tetapi dipanggil dari tempat yang jauh, di seberang kubur. Melalui suaraNya yang memanggil dengan
sepenuh kuasa, Lazarus yang sebelumnya sudah mati bangkit kembali dari kubur, masih

dibungkus dengan kain kapan yang menghalangi keleluasaan gerakannya. Kristus memerintahkan kepada mereka untuk melepaskan kain kapan itu dan membiarkan dia pergi. Jadi, nubuatan yang sudah disampaikan pada awal digenapi, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup” (Yohanes 5:25).

Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria, dan yang telah menyaksikan sendiri apa yang telah diperbuat Yesus, percaya kepadaNya. Tetapi ada yang pergi kepada

orang-orang Farisi dan menceriterakan kepada mereka, apa yang telah dibuat Yesus itu. Lalu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata, “Apakah yang harus kita buat, sebab orang itu membuat banyak mujizat. Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepadaNya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita dan bangsa kita.” Tetapi seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka, “Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa.” Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai (Yohanes 11:45-52).

Mujizat ini membuktikan keaslian misi sorgawi Kristus dan kebenaran dari
ajaran-ajaranNya.Juga merupakan konfirmasi bagi orang-orang yang sudah memiliki kecenderungan untuk percaya pada kebenaran. Namun demikian, kebanyakan dari mereka yang hadir tidak percaya di dalam Dia, tetapi menjadi semakin mengeraskan hati. Mereka bermaksud untuk merendahkan pernyataan Kristus bahwa Dia adalah Kebangkitan dan Hidup, dengan memutuskan untuk membunuh Dia. Berdasarkan hal itu, para pemimpin mengadakan pertemuan khusus untuk meneliti perkembangan-perkembangan baru yang terjadi sebagai akibat dari kekaguman atas bangkitnya Lazarus dari kubur. Mereka mengakui bahwa Yesus mengerjakan banyak mujizat, dan jika mereka membiarkan Dia, semua akan percaya pada Dia melalui kesalehan dari pribadiNya, pengajaranNya, dan
mujizat-mujizatNya. Suatu pemberontakan politik akan terjadi melawan pemerintahan Romawi, yang akan menyebabkan kemarahan para gubernur dan menyebabkan mereka akan menghancurkan bangsa itu atau menawan rakyatnya. Persidangan Mahkamah Agama ini terbukti mendatangkan manfaat besar bagi Kekristenan, karena menunjukkan adanya suatu kesaksian yang jelas tentang Kristus dari musuh-musuhNya.
Selama masa persidangan itu, Kayafas, Imam Besar, membuat pernyataan di hadapan umum, kendatipun dia tidak menyadari akan hal itu. Dia berkata, “Kamu tidak mengerti dan tidak tahu sama sekali, bahkan tidak pernah memikirkan bahwa adalah berguna bagi kita kalau satu orang harus mati bagi bangsanya, sehingga tidak semua bangsa binasa.” Kendatipun Kayafas mengatakan bahwa adalah lebih baik kehilangan satu manusia daripada kehilangan seluruh bangsa, Roh Kudus, yang berbicara melalui dia, menyatakan bahwa kematian Kristus adalah bersifat ketebusan bagi bangsa -- tidak hanya itu saja, tetapi juga bagi anak-anak Allah yang

tercerai-berai.
Kayafas dan kebanyakan dari para imam besar adalah berasal dari sekte Saduki yang menyangkal kebangkitan orang mati dan tidak mempercayai adanya dunia roh. Oleh karena itu, kebangkitan Lazarus merupakan hantaman yang menyakitkan bagi doktrin kepercayaan mereka karena menelanjangi kekeliruannya. Kenyataan ini menjadikan mereka
mengga-bungkan kekuatan dengan lawan-lawan mereka, yaitu orang-orang Farisi, untuk merencanakan pembunuhan terhadap Kristus. Tetapi kebangkitan Lazarus mempersiapkan orang-orang untuk percaya di dalam kebangkitan Kristus yang akan terjadi. Kebangkitan Kristus sendiri akan terjadi beberapa bulan kemudian, tetapi Dia tidak akan berada di dalam kubur da-lam jangka waktu yang lama seperti yang dialami Lazarus.
Persidangan Sanhedrin tidak lagi menunggu waktu berikutnya, segera saja mengambil keputusan untuk membunuh Yesus -- sesuatu yang sudah sering mereka upayakan sebelumnya, tetapi tidak berhasil sama sekali. Namun demikian, mulai dari sekarang dan seterusnya mereka akan berketetapan untuk melaksanakan keputusan mereka yang tidak dapat dielakkan lagi.

4. BEBERAPA PERJUMPAAN DAN PENGAJARAN KRISTUS

4.1. Healing Ten Lepers

Dalam perjalananNya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak, “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Lalu Ia memandang mereka dan berkata, “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir.

Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepadaNya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata, “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” Lalu Ia berkata kepada orang itu, “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau” (Lukas 17:11-19).

Kristus kembali ke Yerusalem karena Hari Raya Paskah, yang menandai bahwa saat pengorbananNya untuk penebusan sudah semakin dekat. Nampaknya apa yang dialami para penderita kusta ini membawa mereka dalam kebersamaan, kendatipun mereka terdiri dari campuran orang-orang Yahudi dan Samaria, yang saling bermusuhan sebenarnya. Berdasarkan peraturan mengenai pentahiran, mereka berdiri dari jauh ketika berteriak-teriak minta tolong.
Pada awal permulaan dari pelayananNya, Yesus biasanya menjamah para penderita kusta

yang disembuhkanNya, menunjukkan belas kasih dan kemurahanNya yang menyingkirkan ketentuan hukum mengenai pengudusan secara lahiriah. Tetapi, karena sekarang Dia sudah menjadi sangat dikenal melalui penyembuhanNya itu, maka tidak diperlukan lagi penjamahan seperti itu. Dia memerintahkan sepuluh penderita kusta tersebut untuk pergi dan menunjukkan diri mereka kepada imam-imam di Yerusalem, untuk membuktikan bahwa mereka sudah disembuhkan. Mereka mentaati dengan segera sebelum merasakan adanya
gejala-gejala dari kesembuhan mereka. Untuk alasan itulah, maka Kristus sangat menghargai iman mereka yang menghasilkan buah ketaatan, dan sementara mereka sedang berjalan, mereka disembuhkan. Tetapi sembilan orang Yahudi yang sudah disembuhkan tidak mau peduli lagi untuk mengetahui Dia yang sudah menunjukkan belas kasihan dan
kemurahanNya kepada mereka. Mereka meneruskan perjalanan mereka ke Yerusalem, melupakan kewajiban mereka untuk berterima kasih pada Dokter Penyembuh. Tetapi, orang asing dari Samaria, nampaknya tahu berterima kasih. Dia kembali dan berterima kasih kepada Kristus yang sudah melepaskan dia dari dipermalukan, bahaya, dan pengucilan. Sebagai pahala, dia mendengar kata-kata berharga dari Yesus yang ditujukan kepadanya, “Imanmu sudah menyembuhkanmu.” Tidakkah kejadian ini menggambarkan kebanyakan dari pengalaman manusia? Bukankah mereka yang berterima kasih kepada Allah hanya beberapa saja jumlahnya?

4.2. Pertanyaan mengenai Kerajaan

Atas pertanyaan orang-orang Farisi, apabila Kerajaan Allah akan datang, Yesus menjawab, kataNya, “Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu.” Dan Ia berkata kepada murid-muridNya, “Akan datang waktunya kamu ingin melihat satu dari pada hari-hari Anak Manusia itu dan kamu tidak akan melihatnya. Dan orang akan berkata kepadamu: Lihat, ia ada di sana; lihat ia ada di sini! Jangan kamu pergi ke situ, jangan kamu ikut. Sebab sama seperti kilat memancar dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain, demikian pulalah kelak halnya Anak Manusia pada hari kedatanganNya. Tetapi Ia harus menanggung banyak penderitaan dahulu dan ditolah oleh angkatan ini. Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: merka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua” (Lukas 17:20-27).

Orang-orang Farisi bertanya kepada Kristus kapan Kerajaan Allah akan datang. Dalam jawabanNya, Dia menyatakan sebuah kenya-taan mendasar sehubungan dengan kerajaanNya, yaitu, bukan sesuatu yang dapat dikatakan pada satu tempat dan waktu tertentu. Bukan satu lembaga, denominasi, atau gereja khusus. Tetapi, Kerajaan Allah adalah berada di dalam batin, maksudnya, kerajaanNya terdiri dari hati di dalam mana Dia tinggal dan memerintah.
Yesus kemudian mengarahkan kata-kataNya kepada murid-murid yang memimpikan kerajaan Yahudi di bumi. Sekali lagi, Dia menunjuk pada penderitaan dan penolakan yang

akan dihadapiNya. Dia juga berbicara mengenai pehukuman yang akan datang atas bangsa itu. Peristiwa itu akan memiliki kesamaan dengan Air Bah besar yang menakutkan dan kengerian penghancuran Sodom dan Gomora. Pehukuman itu akan menyebabkan
orang-orang Yahudi jatuh bergelimpangan menjadi mayat-mayat yang membusuk yang atasnya burung-burung bangkai Romawi akan menyambar dan mencabik-cabiknya.

4.3. Pentingnya doa yang rendah hati

Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini, “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.’ Tetapi pemungut itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini!’ Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri ia akan ditinggikan” (Lukas 18:9-14).

Kristus mengarahkan perkataanNya kepada orang-orang Farisi, untuk menunjukkan kepada mereka seperti apa mereka itu sebenarnya. Dia memberikan satu contoh mengenai orang Farisi yang membenarkan diri yang berdoa di Bait Allah yang mengemukakan mengenai perbuatan-perbuatan baik yang sudah dilakukannya. Doa si pemungut cukai adalah berbeda dalam hal bahwa dia menyampaikannya dengan roh kehancuran dan penyesalan yang dalam. Dia berdoa, ‘Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” Alkitab sendiri mengatakan bahwa, “Korban sembelihan kepada Allah adalah jiwa yang hancur dan hati yang patah dan remuk” (Mazmur 51:19). Pemungut cukai ini pulang ke rumahnya dibenarkan, tetapi orang Farisi tidak, “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Lukas 14:11).

4.4. Pertanyaan mengenai perceraian

Maka datanglah orang-orang Farisi kepadaNya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya, “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?” Jawab Yesus, “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”

Kata mereka kepadaNya:”Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?” Kata Yesus kepada mereka:”Karena ketegaran hatimu Musa mengijinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidak demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu, barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan

perempuan lain, ia berbuat zinah.” Murid-murid itu berkata kepadaNya: “Jika demikian halnya, hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.” Akan tetapi Ia berkata kepada mereka, “Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti, hendaklah ia mengerti” (Matius 19:3-12).

Orang-orang Farisi mengajukan sebuah pertanyaan langsung dengan maksud untuk mencobai Kristus sehubungan dengan perceraian. Meskipun mereka mempunyai hukum Musa, mereka seolah-olah menghormati Kristus dengan memohon kepadaNya untuk memutuskan tentang hal ini -- menegaskan atau menghapus hukum itu. Dia menjawab pertanyaan mereka berdasarkan hukum Taurat. Ketika mereka mengatakan bahwa hukum Taurat mengijinkan perceraian dengan syarat harus memberikan surat cerai, Dia menanggapi bahwa itu dilakukan Musa karena kekerasan hati mereka. Allah pada waktu memberikan ketetapan pada mula pertama, terbatas pada apa yang mereka dapat lakukan, untuk mengamankan mereka dari pengaruh kemerosotan tetangga-tetangga bangsa mereka, dan untuk menuntun mereka kembali langkah demi langkah, ke dalam rencana ilahi yang menetapkan satu perempuan dan satu laki-laki. Tetapi, hukum dari Kerajaan Baru tidak mengijinkan perceraian kecuali karena zinah. Bilamana perceraian terjadi atas dasar ini, maka orang yang bercerai tidak diijinkan untuk kawin lagi.
Ketika murid-murid mendengar tentang penafsiran yang tegas tentang hukum Taurat, membandingkannya dengan apa yang mereka sudah terbiasa memakainya, mereka bereaksi sambil berkata bahwa perkawinan sangat menyulitkan. Kristus menjelaskan kepada mereka bahwa tetap berada dalam keadaan sendiri (tidak kawin) bisa diterima dengan sempurna bilamana maksud tujuannya adalah untuk Kerajaan Allah.

4.5. Memberkati anak anak

Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tanganNya atas mereka dan mendoakan mereka, akan tetapi murid-muridNya memarahi orang-orang itu. Tetapi Yesus berkata,“Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepadaKu; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.” Lalu Ia meletakkan tanganNya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ (Matius 19:13-15).

Sesudah membicarakan mengenai hubungan perkawinan, Kristus melakukan hal-hal yang sangat indah sehubungan dengan anak-anak. Memandang rendah anak-anak adalah hal yang dianggap biasa pada waktu itu, dan karena Kristus adalah Juruselamat bagi semua, maka tidak dapat dihindari lagi bahwa Dia akan memberikan perhatianNya pada mereka.
Beberapa orang meminta kepadaNya untuk memberkati anak-anak mereka dengan harapan agar sesuatu yang berhubungan de-ngan kuasa dan kekudusanNya yang sempurna akan

melindungi mereka. Murid-murid menganggap hal ini sebagai sesuatu yang menjengkelkan, dan memberitahu mereka untuk pergi karena ada hal yang lebih penting untuk dikerjakan Yesus.
Yesus tidak membiarkan perlakuan kasar ini, yang menunjukkan adanya perbedaan besar dalam hal berpikir antara Dia dan murid-muridNya dan orang-orang yang menyertaiNya. Dalam kemarahan dan kegembiraan, Dia menunjukkan mutiara-mutiara dari hikmat ilahi. Dia menegur murid-murid dengan kata-kata yang keras, namun penuh dengan kasih, “Biarkan anak-anak itu datang kepadaKu, dan jangan halangi mereka.” Dia juga menjadikan jelas bahwa tidak seorangpun akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga kecuali dia berbalik dan menjadi seperti anak kecil.
Kami percaya bahwa keselamatan Kristus meliputi semua anak yang mati dalam keadaan masih bayi, tidak peduli bagaimanapun kedudukan keagamaan dan sosial dari keluarga mereka. Bayangkan betapa banyaknya bayi-bayi di sana yang sudah bergabung dengan penghuni sorgawi, dibandingkan dengan sejumlah besar orang-orang dewasa yang mati dalam dosa-dosa mereka.

4.6. Orang muda yang kaya

Ada seorang yang datang kepada Yesus, dan berkata, “Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus, “Apakah sebabnya engkau bertanya kepadaKu tentang apa yang baik? Hanya satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” Kata orang itu kepadaNya, “Perintah yang mana?” Kata Yesus, “Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata orang muda itu kepadaNya, “Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?” Kata Yesus kepadanya, “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan memperoleh harta di sorga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya. Yesus berkata kepada murid-muridNya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Matius

19:16-23).

Seorang pemimpin Yahudi yang kaya-raya mendekati Kristus dengan penuh hormat, mau belajar tentang jalan keselamatan. Dia bertanya perbuatan-perbuatan baik khusus apakah yang dapat dia lakukan untuk dapat memperoleh keselamatan. Kristus menjawab bahwa orang-orang, bahkan yang terbaik dari mereka, tidak mempunyai kebaikan yang sempurna dan orang dapat mengatakan bahwa kebaikan yang sebenarnya hanya ada pada Allah. Entahkah bisa jadi Kristus adalah baik secara sempurna, yang dalam hal ini Dia adalah Allah
yang berinkarnasi, atau orang muda yang kaya ini salah mengerti. Kristus selalu menjelaskan bahwa kesempurnaan dan kebaikanNya adalah karena Dia Allah yang menjadi daging. Tidak ada umat manusia yang dapat mengatakan bahwa dia adalah sempurna dalam segala

kebaikannya.
Orang muda yang kaya ini ingin tahu perbuatan baik apakah yang harus dia lakukan untuk mewarisi hidup yang kekal. Kristus menasehati dia bahwa jenis kebaikan yang mendatangkan kehidupan kekal adalah kebaikan yang sempurna. Rasul Yakobus menulis, “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian daripadanya, ia bersalah terhadap seluruhnya” (Yakobus 2:10). Ketika orang muda yang kaya ini menganggap bahwa dia sudah melakukan seluruh Hukum Taurat sejak masih muda, Kristus menatap kepadanya dengan kasih karena kesungguhan dan kerajinannya. Dia berkehendak untuk menyatakan kepada orang muda ini, bahwa menjalankan Hukum Taurat menurut ukuran Allah, adalah secara rohani, tidak hanya secara hurufiah. Jadi, Dia lalu memberitahu dia untuk menjual semua harta kekayaannya, membagikannya kepada orang miskin, memikul salib, dan mengikut Dia.
Yesus meringkaskan Hukum Taurat dalam dua hal: mengasihi Allah sebagai yang utama dan mengasihi sesama seperti diri sendiri. Jika anak muda ini benar-benar memelihara semua perintah, tentunya dia tidak akan sulit untuk mentaati nasehat Kristus. Oleh karena itu apa yang dikatakannya, terbukti tidak benar. Kita diberitahu bahwa dia sangat sedih karena dia sangat kaya. Dia ternyata lebih mengasihi kekayaannya daripada Allah. Kekayaan menjadi tuan dan majikannya. Kristus mengasihi orang muda ini, dan Dia sangat menyesalkan keputusannya yang lebih mengutamakan kekayaannya daripada kerajaan sorga.
Masuk ke dalam kerajaan Allah dimulai di dalam kehidupan ini. Orang-orang yang masuk menyadari bahwa semua harta milik mereka dipersembahkan kepada Raja. Kapan saja Allah meminta sebagian dari harta kekayaan itu, mereka harus memberikan dengan rela dan sukacita. Ini akan mematikan semua sungutan manakala keku-rangan dan kehilangan secara materi terjadi. Jika hati seseorang terpaut pada hal-hal duniawi, dia tidak akan mendapatkan apapun untuk dinikmati di sorga, dia tidak memiliki harta kekayaan di sana. Mengijinkan orang seperti itu masuk ke dalam kerajaan sorga adalah sangat mustahil. Kalaupun mungkin, dia tidak akan menikmatinya.

Yesus berkata kepada murid-muridNya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata, “Jika demikian siapakah yang dapat diselamatkan?” Yesus memandang mereka dan berkata, “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin” (Matius 19:23-26).

Dalam hubungannya dengan hal ini, Kristus memberitahu murid-murid betapa sukarnya bagi orang-orang yang mengandalkan kekayaannya untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah; lebih mudah bagi seekor unta untuk masuk melalui lubang jarum. Murid-murid membantahnya, “Jika demikian, siapa yang dapat diselamatkan?” Kristus menjelaskan kepada mereka bahwa

ketamakan manusia menjadikan tidak mungkin bagi siapapun untuk secara total melepaskan diri dari kasih terhadap dunia. Namun demikian, segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah. Kalau Roh Kudus mengubah hati dari orang-orang yang mencintai uang, mereka mampu untuk masuk kedalam Kerajaan Kristus, karena hati mereka yang baru akan menga-sihi Allah lebih daripada kekayaan.

Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus, “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau, jadi apakah yang akan kami peroleh?” Kata Yesus kepada mereka, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaanNya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Dan setiap orang yang karena namaKu, meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu” (Matius 19:27-30).

Menyebut mengenai uang menggerakkan Petrus untuk mengajukan pertanyaan berikut, “Kami sudah meninggalkan semuanya dan mengikut Engkau. Lalu, apa yang akan kami dapatkan?” Kristus memberitahu dia bahwa mereka akan menerima penyediaan khusus di dalam dunia ini, melalui berbagai aniaya untuk menguji iman mereka dan meningkatkan pahala mereka. Selanjutnya, dalam dunia yang akan datang, mereka akan mewarisi kehidupan yang kekal. Dalam hubungannya dengan hal ini, Dia mengulangi sesuatu yang sudah Dia katakan pada awal dan akan mengatakan lagi segera, “Tetapi banyak yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.”

4.7. Perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur

“Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka,

‘Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. ‘ Dan merekapun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka, ‘Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari?’ Kata mereka

kepadanya, ‘Karena tidak ada orang, mengupah kami.’ Katanya kepada mereka, ‘Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku.’

Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya, ‘Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu.’

Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima

masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi merekapun menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya, ‘Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja

berat dan menanggung panas terik matahari.’ Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka,

‘Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah, aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?’ Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir. Karena banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih” (Matius 20:1-16).

Sebagai tanggapan atas pertanyaan Petrus, sehubungan dengan apa yang akan mereka peroleh karena mereka sudah meninggalkan segala sesuatu, Kristus menyampaikan sebuah gambaran tentang para pekerja kebun anggur. Pemilik kebun mempekerjakan mereka dalam waktu yang berbeda-beda pada hari itu, dan beberapa ada yang dipekerjakan satu jam sebelum hari berakhir. Dia setuju untuk membayar satu dinar pada orang-orang yang dipekerjakan pada awal. Bagi yang datangnya kemudian, dia memberitahu mereka akan dibayar apa yang pantas bagi mereka. Pada selesainya hari itu, dia membayar kepada semua pekerja dengan upah yang sama, minta kepada mandornya untuk pertama-tama membayar yang datangnya kemudian, memberi kepada mereka upah untuk sehari kerja. Kedermawanan ini menyebabkan kegusaran pada mereka yang sudah bekerja keras seluruh hari, dan merekapun bersungut-sungut. Pemilik kebun menegur dan mengingatkan bahwa mereka
tidak berhak untuk menghakimi dia tentang bagaimana dia harus mempergunakan uangnya. Selain itu, orang yang dibayar penuh karena bekerja sepenuh hari tidak punya hak untuk iri hati pada mereka yang mendapatkan banyak meskipun hanya beberapa jam saja bekerja.
Dalam perumpamaan ini, kita belajar tentang kesalahan dari orang-orang yang
bersungut-sungut manakala orang lain lebih berhasil daripada mereka. Kita juga melihat kesalahan dari mereka yang protes karena tidak adanya kesamaan dalam perlakuan Allah terhadap manusia. Setiap orang yang berpikiran jernih dapat menyadari bahwa bahkan orang yang paling tidak menyenangkan di dalam dunia ini mempunyai lebih banyak dari yang
layak untuk mereka peroleh sehubungan dengan berkat-berkat duniawi dan kemurahan surgawi. Lebih dari itu, bilamana sampai pada perlakuan ilahi, tidak ada satu jiwapun yang dapat mengatakan bahwa dirinya sudah diperlakukan dengan tidak adil.

4.8. Pemberitahuan baru tentang salib

Ketika Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas muridNya tersendiri dan berkata kepada mereka di tengah jalan, “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.”

Maka datanglah ibu dari anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapanNya untuk meminta sesuatu kepadaNya. Kata Yesus, “Apa yang kaukehendaki?” Jawabnya, “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam KerajaanMu, yang seorang di sebelah kananMu dan yang seorang lagi di sebelah kiriMu.” Tetapi Yesus menjawab kataNya, “Kamu

tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?” Kata mereka kepadaNya, “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka, “CawanKu memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kananKu atau di sebelah kiriKu, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa BapaKu telah menyediakannya.”

Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka, lalu berkata, “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barang-siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius

20:17-28).

Sementara Yesus semakin mendekati Yerusalem, bayangan Salib di hadapanNya menjadi semakin jelas, dan Dia semakin merasakan beban berat dari dosa dunia yang karena itu Dia sudah datang untuk menanggungnya. Dia membawa murid-muridNya tersendiri dan untuk yang ketiga kalinya, memberitahu kepada mereka rincian yang lebih besar tentang penderitaan dan kematianNya yang akan datang. Karena mereka akan bersama-sama dengan Dia pada waktu kejadian yang mengerikan ini terjadi, Dia tidak mau mereka menyertaiNya kecuali kemauan mereka sendiri, sesudah mereka mempelajari semua kenyataan. Dia menjelaskan kepada mereka bahwa Dia akan diserahkan kepada imam-imam besar dan
ahli-ahli Taurat yang akan menjatuhi Dia hukuman mati. Selanjutnya, bertentangan dengan ketentuan-ketentuan keagamaan, orang-orang ini akan menyerahkan Dia kepada orang-orang Kafir. Dia memberitahu kepada mereka bahwa Dia akan diolok-olok, dihina, diludahi, dan disalibkan, dan bahwa tiga hari kemudian Dia akan dibangkitkan dari kematian.
Di balik semua penjelasan ini, nampak sepertinya murid-muridNya masih belum mengerti apa yang dikatakanNya. Dua dari murid-muridNya, Yakobus dan Yohanes, datang dengan ibu mereka, Salome, yang meminta kepadaNya sesuatu. Ibu mereka meminta agar kedua anaknya diberi kedudukan khusus di dalam KerajaanNya. Dia menginginkan agar anaknya yang satu duduk di sebelah kananNya dan anaknya yang lain duduk di sebelah kiriNya. Salome sangat yakin bahwa permohonannya akan dikabulkan, istimewa karena dia sudah meninggalkan rumahnya dan mengikut Dia dalam perjalananNya dengan murid-murid. Dia sudah mempersembahkan kekayaannya untuk membiayai perjalanan mereka, dan sudah memperhatikan juga bahwa kedua anaknya mendapatkan perhatian khusus di rumah Yairus dan ketika Yesus dipermuliakan di atas gunung.
Baik Salome maupun kedua anaknya tidak menyadari bahwa orang tidak akan mendapatkan kehormatan hanya dengan memintanya, tetapi harus juga disertai dengan perjuangan. Jadi, pengorba-nan dan penyangkalan diri, tidak tamak dan tidak berambisi, adalah pintu menuju ke perkenan ilahi. Untuk alasan ini, Kristus berkata kepada murid-muridNya, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu minum cawan yang akan Kuminum?” Ketika

mereka buru-buru menjawab bahwa mereka dapat, Dia tidak menyanggah mereka, tetapi meneruskan penjelasanNya bahwa tempat-tempat terhormat di dalam kerajaanNya disediakan hanya bagi orang-orang yang ditentukan oleh Bapa. Dia, sebagai Anak Manusia di bumi, tidak dapat menjamin hal ini.
Murid-murid yang lain sangat marah terhadap Yakobus dan Yohanes, jadi Kristus menasehati mereka. Dia memberitahu mereka bahwa jalan menuju kemenangan (atau untuk mendapatkan kedudukan) di dalam kerajaanNya dimulai dari bawah, dengan melalui melayani. Jika orang-orang memiliki jiwa dan fungsi sebagai pelayan, sebagai ketaatan pada Tuhan Yesus Kristus, orang lain akan segera melihat menyebarnya berkat-berkat rohani dan kesalehan di dalam dunia.

4.9. Kristus menyelamatkan Zakheus

Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang yang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. Ketika Yesus sampai ke tempat itu. Ia melihat ke atas dan berkata, “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi semua orang yang melihat itu bersungut-sungut, katanya, “Ia menumpang di rumah orang berdosa.” Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan, “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Kata Yesus kepadanya, “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Lukas 19:1-10).

Kristus masuk ke Yerikho untuk membawa berita pertobatan dan iman kepada seisi rumah Zakheus, seorang yang kaya-raya, kepala pemungut cukai. Orang ini tentunya sudah mendengar kemahsyuran Kristus yang sudah membuka pintu pertobatan dan keselamatan pada para pemungut cukai yang lain. Dia ingin melihat Yesus, dan ketika dia tidak dapat melihat Dia, karena tubuhnya yang pendek dan banyaknya orang di sekeliling yang menghalangi pemandangannya, dia melihat ada sebuah pohon ara yang dahannya berada di atas jalan. Dia berlari dan memanjat pohon itu ke salah satu dahannya, tidak peduli apa pikiran orang tentang dirinya. Kristus mulai memperhatikan dia ketika dia berada di atas pohon itu, karena Dia berhenti dan memanggil Zakheus dengan menyebutkan namanya, memberitahu Dia agar segera turun dan menyambut Dia yang akan singgal ke rumahnya. Dengan melakukan hal itu, Kristus bermaksud untuk melakukan pekerjaan rohani yang penting di dalam dia. Meskipun pekerjaannya, kemahsyurannya, kekayaannya, karakternya, dan perbuatan-perbuatannya di masa lalu menjadikan dia sebagai yang paling akhir untuk masuk ke dalam kerajaan Allah. Yesus memilih pemungut cukai ini untuk keselamatan, bukan berarti tidak peduli dengan apa kata orang banyak tentang perbuatannya.

Cawan sukacita Kristus meluap ketika Zakheus berdiri di depan semua orang yang hadir, mengumumkan pertobatannya dan hasilnya, “Tuhan, aku akan memberikan sebagian dari kekayaanku kepada orang miskin, dan jikalau aku sudah merugikan siapapun dengan
tuduhan-tuduhan yang salah, saya akan mengembalikannya empat kali lipat, “ Apa yang oleh orang muda yang kaya menolak untuk melakukannya, Zakheus si pemungut cukai yang dijauhi orang banyak, melakukannya. Allah mengubah hatinya, memapukan dia untuk melakukan hal yang tidak mungkin, membuang kasihnya akan uang, dan dengan demikian seekor “unta masuk melalui lubang jarum” ke dalam Kerajaan Surga. Kristus menyatakan bahwa orang ini selamat, dan mengulangi apa yang pernah dikatakanNya bahwa Anak manusia datang untuk maksud tujuan menyelamatkan yang terhilang.
Zakheus adalah contoh dari orang-orang yang tidak akan mengijinkan apapun menghentikan mereka dari datang kepada Juruselamat. Mereka ditobatkan segera, dan tanpa
menunda-nunda, menunjukkan bukti yang menyimpulkan kenyataan dari pertobatan mereka karena iman mereka menghasilkan perbuatan. Bartimeus yang buta dan Zakheus menjadi buah-buah pertama dari Gereja di Yerikho. Nampaknya mereka ikut bergabung dengan
iring-iringan yang meninggalkan Yerikho, pergi menuju ke Yerusalem untuk merayakan
Paskah.

4.10. Kristus berkunjung ke rumah Lazarus

"Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang ikut makan dengan Yesus adalah Lazarus. Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu. Tetapi Yudas Iskariot, salah seorang dari murid-murid Yesus yang akan segera menyerahkan Dia, berkata, “Mengapa minyak narwastu ini

tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” Hal itu dikatakannya, bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia

adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. Maka kata Yesus, “Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburanKu. Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada padamu” (Yohanes 12:1-8).

Kristus dan murid-murid sampai di kampung Betani dan tinggal di rumah Lazarus, yang dikasihi, yang belum lama ini dibangkitkan dari kematian. Mereka diundang untuk makan bersama di rumah Simon, si kusta, yang berdasarkan tradisi, adalah suami dari Marta. Injil menyebutkan bahwa Lazarus ada di antara orang-orang yang sehidangan dengan Yesus, sementara Marta sedang mempersiapkan makanan yang akan di hidangkan. Maria juga di sebut-sebut, karena dia membawa satu botol minyak wangi yang mahal harganya dan memecahkannya, mengurapi kepala dan khaki Kristus. Sesudah itu, dia menyekanya dengan rambutnya sebagai gambaran dari ungkapan terima kasih dan hormat yang sangat dalam kepada Juruselamatnya. Bau yang harum semerbak memenuhi ruangan dalam cara yang

sama seperti perbuatan paling kecil apapun yang dilakukan karena kasih pada Juruselamat akan memenuhi seluruh tempat dengan aromanya yang harum semerbak; tidak perlu harus lebih dari secangkir air sejuk yang diberikan seseorang kepada yang paling kecil dari pengikutNya.
Mereka yang melakukan perbuatan baik jarang sekali terbebas dari orang-orang yang mencari-cari kesalahan orang lain, dan, dalam peristiwa ini, ada ungkapan keberatan yang pahit sehubungan dengan bau harum semerbak dari perbuatan Maria. Nampaknya, Yudas Iskariotlah yang melontarkan kritikan ini dan mempengaruhi yang lain, karena dia adalah pemegang kantong uang, dan biasa memberi orang miskin namun juga mencurinya bagi dirinya sendiri. Kata-kata pembelaannya terhadap orang miskin, terbukti tidak tulus. Beberapa dari murid-murid, nampaknya ikut bergabung dalam serangan ini, memihak Yudas yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Maria adalah suatu pemborosan, dan adalah lebih baik kalau uang yang dipergunakan untuk membeli minyak yang mahal itu diberikan kepada orang-orang miskin.
Kristus tidak membiarkan Maria diserang dengan begitu saja, tetapi menegur para pengkritik dan memuji perbuatannya. Sepertinya di dalam ron nubuatan, Maria mengurapi tubuhNya dengan minyak narwastu yang sangat harum baunya sebagai persiapan untuk membalsam tubuhnya beberapa hari kemudian. Menyanggah kritikan tersebut, Dia mengatakan bahwa Dia akan segera meninggalkan mereka; oleh karena itu, tidaklah mungkin lagi bagi mereka untuk menghormati Dia dengan cara ini. Sedangkan bagi orang-orang miskin, mereka selalu ada di sana dan dapat menerima pemberian belas kasihan kapan saja. Dia menghibur Maria dengan mengatakan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya di mana saja Injil ini
diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia” (Matius 26:13).

5. Kristus raja memasuki Yerusalem

Ketika Yesus dan murid-muridNya telah dekat Yerusalem dan tiba di Betfage yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang muridNya dengan pesan, “Pergilah ke kampung yang di depanmu itu, dan di situ kamu akan segera menemukan seekor keledai betina tertambat dan anaknya ada dekatnya. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah keduanya kepadaKu. Dan jikalau ada orang yang menegur kamu, katakanlah, ‘Tuhan memerlukannya.’ Ia akan segera mengembalikannya.” Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: “Katakanlah kepada puteri Sion: Lihat Rajamu datang kepadamu, Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” Maka pergilah murid-murid itu dan berbuat seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka. Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan Yesus pun naik ke atasnya. Orang banyak yang sangat besar jumlahnya, menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan

menyebarkannya di jalan.

Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikutiNya dari belakang berseru, katanya: “Hosana bagi Anak Daud. Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di

tempat yang maha tinggi!” Dan ketika Ia masuk ke Yerusalem, gemparlah seluruh kota itu dan orang berkata, “Siapakah orang ini?” Dan orang banyak itu menyahut, “Inilah nabi Yesus dari Nazaret di Galilea” (Matius 21:1-11).

Kristus disertai dengan murid-muridNya dan kumpulan orang banyak, meninggalkan Betani pada hari Minggu pagi dan menuju ke arah Yerusalem. Kumpulan orang banyak yang tidak terbilang jumlahnya keluar dari kota menyambut Dia. Dia mengutus dua orang murid pada sebuah desa terdekat untuk mencari seekor keledai dan anaknya, yang harus mereka bawa kembali. Jika ditanya oleh pemiliknya, mereka harus mengatakan bahwa Guru memerlukan mereka. Si pemilik kemudian akan mengijinkan mereka untuk melanjutkan rencana mereka. Apa yang dikatakan Kristus digenapi, ini membuktikan kebesaranNya dan pengetahuanNya akan masa depan. Jika kita mempertimbangkan kenyataan bahwa si pemilik dua ekor keledai tersebut bukan murid atau pengikut, maka keutamaan Kristus selanjutnya diketengahkan, karena hal itu menunjukkan pengetahuanNya tentang pikiran dan kehendak dari orang ini.
Orang barangkali bertanya-tanya mengapa Kristus memilih saat khusus ini untuk masuk ke Yerusalem dalam cara ini. Jawabannya adalah bahwa orang-orang Yahudi biasanya memisahkan seekor domba -- yang melambangkan Kristus -- pada hari kesepuluh dari bulan Nisan (sekitar April), dan mempersiapkannya untuk korban persembahan lima hari kemudian pada waktu mereka akan memakannya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan untuk mendapatkan Kristus -- Anak Domba Allah yang mengangkut dosa dunia -- di hadapan orang banyak dipisahkan pada waktu yang sama, bersama-sama dengan banyak domba yang melambangkan Dia. Dia kemudian dimatikan di Kayu Salib pada waktu yang sama
domba-domba dibantai di Bait Suci lima hari kemudian.
Kehidupan Kristus meliputi masa kurang lebih tiga puluh tiga tahun, dan keempat penginjil memakai seperenam dari laporan riwayat dalam Injil untuk hari itu, yaitu, pada hari kematian Kristus dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Lima hari sebelum kematianNya dan dua hari sesudah kematianNya disebut sebagai “Minggu Sengsara,” dan riwayat tentang hal itu meliputi hampir seperempat dari isi seluruh Injil.
Kristus naik di atas keledai sesudah pengikut-pengikutNya mengalasi punggung keledai itu dengan pakaian mereka, dan ketika orang-orang yang keluar dan masuk tidak terbilang banyaknya itu bertemu dengan Yesus, kegembiraan mereka sampai pada puncaknya dan mereka saling berlomba satu dengan yang lain dalam meninggikan Kristus, mengingat kembali dengan tepuk-tangan sorak-sorai mujizatNya yang membangkitkan Lazarus dari kematian. Mereka juga berbaris keliling, membawa daun-daun palem yang merupakan lambang kemenangan, sambil mengelu-elukan Yesus, berseru hosana atau “yang menyelamatkan kita,” dan menghamparkan pakaian dan cabang-cabang pohon di sepanjang jalan.
Orang banyak bersukcita dan memuji-muji Allah karena semua mujizat yang sudah

dikerjakan Kristus. Dalam sukacita mereka, orang-orang berseru-seru, “Hosana bagi Anak Daud! Diberkatilah Dia yang datang di dalama nama Tuhan! Hosana di tempat yang mahatinggi!” (Matius 21:9). Sorak-sorai ini diambil dari Mazmur 118 karena orang banyak percaya bahwa Yesus adalah Mesias dan Anak Daud yang sudah datang untuk memulihkan kemuliaan kerajaan Daud secara politik. Mereka tidak mengerti arti rohani dari keselamatan yang Dia tawarkan melalui kedatanganNya, karena dimaksudkan untuk melepaskan
orang-orang dari penindasan dosa. Oleh karena itu, orang-orang yang sama yang mengelu-elukan Dia sebagai raja, segera saja akan kehilangan semangat mereka. Kristus memang dimahkotai selama mingu itu, tetapi dihina dan diolok-olok, dengan mahkot duri. Mereka akan merenggut mahkota itu, menempatkan tongkat kerajaan pada tanganNya, dan kemudian merebut tongkat itu dari-Nya, memukuli Dia. Mereka akan bersujud di hadapan Dia dan meninggikan Dia sebagai Raja; tetapi memaki-maki, menyakiti dan meludahi Dia. Kemudian, mereka akan memakukan Dia di Kayu Salib. Orang-orang yang berseru-seru,
Hosana bagi Anak Daud!” di kemudian akan menolak Dia, berteriak-teriak, “Salibkan Dia! Kami tidak punya raja selain Kaisar!” (Yohanes 9:15).
Sementara Kristus memasuki kota, orang-orang Farisi tidak dapat mengabaikan begitu saja iring-iringan yang sedang berlangsung, jadi mereka bergabung dengan orang banyak untuk melihat apa yang akan terjadi. Mereka berkata satu dengan yang lain, “Lihatlah, seluruh
dunia datang mengikuti Dia” (Yohanes 12:19). Perintah-perintah dan pernyataan-pernyataan resmi mereka tentang Yesus sudah tidak didengar lagi oleh orang-orang, dan ini membuat mereka benar-benar membuat mereka benar-benar gugup.
Orang-orang Farisi sudah kehilangan kontrol mereka atas bangsa itu, dan sekarang mereka penuh dengan kedengkian dan kebencian terhadap Kristus. Mereka takut bahwa penerimaan orang-orang yang lebih menyukai Kristus, dapat ditafsirkan oleh penguasa-penguasa Romawi sebagai persekongkolan untuk memberontak, dan bahwa mereka sebagai
pemimpin-pemimpin akan dihukum. Sementara itu, pemerintah Roma sudah datang dari Kaesaria ke Yerusalem untuk mengawasi dan mencegah setiap usaha persekongkolan yang dimak-sudkan untuk mengadakan perlawanan selama Perayaan Paskah berlangsung. Karena alasan ini, beberapa orang Farisi datang kepada Yesus dan meminta kepadaNya untuk menegur murid-murid. Tetapi maksud tujuan ilahi Allah menentukan bahwa pujian harus dinaikkan pada waktu ini, karena jika dicegah, batu-batu akan berteriak! (Lukas 19:40) Dengan demikian, Kristus menolak permintaan para pemimpin Yahudi ini, dan meneruskan iring-iringan.
Tidak dapat dihindari lagi, bahwa Yesus akan memasuki Yerusalem dengan mengendarai seekor keledai, di tengah-tengah sorak-sorai dari umatNya, karena di dalam Torat, nabi Zakharia mengatakan, ”Bersorak-soraklah dengan nyaring hai puteri Sion, bersorak-soraklah, hai puteri Yerusalem! Lihat rajamu datang kepadamu, ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda” (Zakharia 9:9). Kristus

menunjukkan kuasaNya yang mentakjubkan ketika Dia menjadikan orang banyak ikut bersama-sama Dia di dalam menggenapi nubuat ini secara nyata, di balik rencana-rencana jahat dari para pemimpin.

5.1. Kristus menangisi Yerusalem

"Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kataNya, “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau” (Lukas 19:41-44).

Ketika iring-iringan itu sampai pada satu tempat di mana Kota Kudus dapat dilihat, dan mata Kristus diarahkan ke sana, Dia mendapatkan penglihatan kenabian di dalam kontras yang menyeluruh dengan keindahan realitas dari Yerusalem. Sesuatu yang beberapa dari
pengikut-pengikutNya akan menyaksikannya. Semua suka cita yang dijumpai dalam perayaan yang membahagiakan ini lenyap dari Dia, dan Dia menangis sangat sedih untuk Yerusalem yang akan dihancurkan. Ini merupakan contoh bagi kita untuk mengasihi negara kita, tetapi juga untuk mengasihi orang-orang berdosa dan menangisi nasib akhir mereka.
Betapa terheran-heran orang banyak tersebut tentunya melihat Dia menangis tanpa alasan yang jelas. Semua penderitaanNya yang akan segera terjadi, bahkan dalam hal dipaku di Kayu Salib, tidak menyebabkan Dia meneteskan air mata atau meratap kesakitan; tetapi cinta terhadap kota ini dan orang-orangnya yang memberontak menyebabkan Dia menangis.
Dosa-dosa mereka dan malapetaka yang akan datang meluluhkan hatiNya yang lembut, dan karena itu Dia menangisi mereka. Pengetahuan tentang apa yang akan mereka lakukan pada Dia dalam lima hari mendatang, meningkatkan belas kasihNya, karena itu Dia bahkan lebih banyak lagi mencucurkan air mata. Dengan pandanganNya yang jauh ke depan, Dia melihat Yerusalem dikepung oleh tentara Roma, yang mengakibatkan penderitaan besar bagi penduduknya dan penghancuran total atas kota itu dan Bait Allah yang agung. Dia melihat tembok-temboknya rubuh dan terbakar. Dia melihat bencana kelaparan yang merajalela, yang menyebabkan ibu-ibu menjual anak-anak mereka sendiri, beberapa bahkan memakannya, karena kelaparan yang begitu hebat. Dia melihat bangsa itu dicerai-beraikan dan semua upacara-upacara kudus berhenti.
Penghancuran ini akan dilakukan melalui tangan Kaisar kepada siapa mereka lebih menghormati. Yesus melihat bagaimana tentara Roma mendirikan benteng-benteng pertahanan dan menghujani kota dengan serangan-serangan yang menghancurkan. Mereka akan menggali saluran yang mengelilingi tembok, sebagai penggenapan dari nubuatan terdahulu, “Sion akan dibajak seperti ladang dan Yerusalem akan menjadi timbunan puing

dan gunung Bait Suci akan menjadi bukit yang berhutan” (Yeremia 26:18). Apa yang Yesus lihat akan benar-benar terjadi empat puluh tahun kemudian. Selama pengepungan ini, para ahli sejarah memberitahu kita bahwa orang-orang Yahudi mengalami siksaan penderitaan yang belum pernah ada tandingannya di dalam sejarah dunia. Dikatakan bahwa Titus, komandan tentara Roma, ketika dia memasuki kota dan melihat tumpukan mayat yang bergelimpangan di mana-mana, mengangkat kedua tangannya ke langit dan menyeru ilahnya untuk menyaksikan bahwa dia tidak bertanggung-jawab untuk penghancuran ini. Dia menyalahkan mereka yang memerintahkan kepadanya untuk melakukan pembunuhan ini.
Kejadian-kejadian yang mengerikan ini semua dimengerti oleh Kristus sebelum terjadi. Pada waktu itu, Dia digerakkan oleh rasa patriotisme, belas kasihan, dan perasaan sedih dan pengampunan terhadap orang-orang yang mau membunuhNya. Dia memikirkan mengenai semangat dari orang banyak atas Dia, sukacita murid-murid, dan pemusnahan yang akan datang atas bangsaNya yang Dia kasihi, tetapi yang juga memberontak.Dan karena semuanya itu, Dia menatap Yerusalem, dan berkata, “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu.” Dia mengakhiri dengan mengatakan, “Mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.”
Iring-iringan mulai memasuki Yerusalem dari pintu gerbang timur dekat Bait Suci. Dari gemuruh sorak-sorai yang dan lambaian daun-daun palem, semua penduduk kota tahu bahwa sesuatu yang penting sedang terjadi. Orang-orang pendatang maupun penduduk setempat semua bertanya, “Siapakah Dia ini?” Jawabannya adalah, “Inilah Yesus, seorang nabi dari Nazaret di Galilea” (Matius 21:10,11).
Ketika iring-iringan yang terdiri dari orang banyak itu sampai di Bait Suci, waktu itu hari sudah menjelang sore. Yesus menyaksikan ada banyak kegiatan di sekelilingNya dan memahami betapa pentingnya tugas yang ada di hadapanNya. Tetapi Dia akan melakukannya pada hari berikutnya, karena pintu-pintu gerbang Bait Suci sudah hampir ditutup. Karena tidak mau untuk bermalam di dalam kota, di mana para penguasa digodai untuk menangkap Dia sebelum waktunya, maka Dia kembali dengan murid-muridNya ke Betani.

5.2. Kristus mengutuk pohon ara yang tidak berbuah

Keesokan harinya sesudah Yesus dan kedua belas muridNya meninggalkan Betania, Yesus merasa lapar. Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia mendekatinya untuk melihat

kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu. Tetapi waktu Ia tiba di situ, Ia tidak mendapatkan apa-apa selain daun-daun saja, sebab memang bukan musim buah ara. Maka katanya kepada pohon itu, “Jangan lagi seorangpun makan buahmu selama-lamanya!” Dan murid-muridNya pun mendengarnya.(Markus 11:12-14)

Sementara menuju ke Yerusalem, Kristus melihat sebuah pohon ara menunjukkan
tanda-tanda seperti berbuah -- meskipun pada waktu itu bukan musim buah ara. Hal itu menarik perhatianNya, karena itu Dia mendekati pohon ara tersebut. Beberapa pohon ara ada yang menghasilan buah lebih awal sebelum waktunya, buahnya kecil dan sangat manis, dan karena pohon ini rimbun daunnya, Yesus berharap untuk mendapatkan buah ara yang muncul lebih awal, tetapi tidak mendapatkan apapun. Oleh karena itu pohon ini, menjadi contoh dari dosa kemunafikan dan kegagalan untuk berbuat baik, yang sama dengan tidak berbuah-buah.
Jadi, Dia mengutuk pohon itu, “Jangan ada seorangpun yang makan buahmu
selama-lamanya.” Dia mengatakan ini untuk mengajar murid-muridNya dan juga kita perlunya menghasilkan buah. TindakanNya tidak didorong oleh kesembronoan, karena itu tidak sesuai dengan karakterNya.
Murid-muridNya akan mengingat mujizat ini disepanjang kehidupan mereka karena hal itu mendukung perkataan Yohanes Pembaptis, “Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api” (Matius 3:10). Tetapi, di balik kejahatan dari orang-orang yang munafik, Yesus tidak menghukum mereka, hanya menegur mereka. Dia tidak datang untuk menghakimi dunia tetapi untuk menyelamatkannya.

6. KRISTUS MENYUCIKAN BAIT ALLAH

Bait Allah melambangkan Kristus, perantara antara Allah dan manusia. Semua harus melalui Dia untuk dapat mendekati Allah karena Kristus sendiri mengatakan, “Aku adalah Jalan, kebenaran dan hidup. Tidak seorangpun sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Yesus tiba di Bait Allah bersama dengan murid-muridNya, di mana pekerjaan yang mendesak berupa pemulihan sedang menantikan mereka. Pengaruh dari penyucian sebelumnya sudah menghilang, dan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak menyenangkan mulai bermunculan kembali. Di antara kebiasaan-kebiasaan jelek yang dilakukan, antara lain penggunaan Ruang Pertemuan untuk orang-orang Kafir (orang-orang dari latar belakang bukan Yahudi) untuk tempat berjual-beli. Sebagai Tuhan dari Bait Allah, Yesus menyucikannya, sehingga ruangan itu bisa dipergunakan untuk maksud tujuan ganda, yaitu untuk maksud tujuan penyembuhan dan mengajar.
Setiap kali Kristus melakukan mujizat-mujizat kesembuhan, Dia selalu mengakhiri dengan mujizat-mujizat pengajaran. Dia mengajarkan kepada dunia bahwa Allah memberkati manusia melalui perbuatan-perbuatan belas kasihan, Bait SuciNya, dan Sabat. Jadi dengan melalui kemenangan atas penatua-penatua Yahudi, sakit-penyakit, dan ketidakpedulian, para pengikutNya dan kepercayaan mereka kepadaNya semakin meningkat. Kita membaca bahwa orang banyak sangat kagum dan terheran-heran mendengar kata-kataNya.

6.1. Yesus mengusir para penukar uang

Lalu tibalah Yesus dan murid-muridNya di Yerusalem. Sesudah Yesus memasuki ke Bait Allah, mulailah Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati di balikkanNya, dan Ia tidak memperbolehkan orang membawa barang-barang melintasi halaman Bait Allah. Lalu ia mengajar mereka kataNya,

“Bukankah ada tertulis: RumahKu akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!” Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mendengar tentang peristiwa itu, dan mereka berusaha untuk membinasakan Dia, sebab mereka takut kepadaNya,

melihat seluruh orang banyak takjub akan pengajaranNya. Menjelang malam mereka keluar lagi dari kota (Markus 11:15-19).

Dalam pembersihan Bait Allah yang kedua kalinya, Kristus tidak mengijinkan siapapun membawa barang-barang melintasi halaman Bait Allah, dan Dia memakai bahasa yang lebih tegas daripada sebelumnya. Pada yang pertama, Dia mengatakan, “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah BapaKu menjadi tempat berjualan!” (Yohanes 2:16). Tetapi, kali ini, Dia berkata, “Bukankah ada tertulis: RumahKu akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun.” Dia mengamati praktek-praktek tidak jujur dari para pedagang di kawasan Bait Allah dan memperhatikan bahwa kebanyakan dari mereka, termasuk pemimpin-pemimpinnya, merampok Allah sehubungan dengan hal-hal yang seharusnya menjadi milik kepunyaanNya.
Nubuat melukiskan Kristus sebagai yang benar dan berkemenangan: “Bersorak-sorailah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu
datang kepadamu, ia adil dan jaya” (Zakharia 9:9). Dengan mengusir para pedagang, Yesus menunjukkan keadilanNya, dan para pemimpin tidak mampu untuk mencegah Dia; dan karena Dia sudah merencanakan untuk menyerahkan diriNya pada musuh-musuhNya dalam minggu itu, maka Dia mempergunakan otoritasNya dengan sepenuh yang Dia tidak akan gunakan di kemudian untuk dapat menyelesaikan pekerjaanNya secara menyeluruh sebagai Penebus. Dengan mengusir ke luar para pedagang dari halaman Bait Allah sekali lagi, maka Dia menunjukkan ulang kuasaNya.
Malam itu, sesudah penyucian Bait Allah untuk yang kedua kalinya, Yesus meninggalkan kota. Dia akan kembali pada hari Selasa pagi untuk meninggalkan Bait Allah yang sudah dijadikan sarang penyamun. Dia tidak akan pernah kembali ke Bait Allah lagi sesudah itu.

6.2. Sebuah pelajar iman

Pagi-pagi ketika Yesus dan murid-muridNya lewat, mereka melihat pohon ara tadi sudah kering sampai ke akar-akarnya. Maka teringatlah Petrus akan apa yang telah terjadi, lalu ia berkata kepada Yesus, “Rabi, lihatlah, pohon ara yang Kau kutuk itu sudah kering.” Yesus menjawab mereka, “Percayalah kepada Allah! Aku berkata kepadamu, sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini, ‘Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut!’ Asal tidak bimbang hatinya, tetapi

percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu, apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu. Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu. Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu” (Markus

11:20-26).

Sebelum Yesus dan murid-muridNya tiba di Bait Allah, mereka melalui tempat di mana sebuah pohon ara sudah dikutuki sehari sebelumnya. Petrus mengarahkan perhatian Guru nya pada hal ini karena melihat bahwa pohon itu sudah layu, dan Kristus mempergunakan situasi ini sebagai titik-tolak untuk mengajar mereka semua sebuah pelajaran baru di dalam iman. Juga, Dia mengulangi kembali pesyaratan dasar untuk sebuah doa yang dijawab: orang yang mengajukan doa harus mengampuni siapapun yang sudah berbuat kesalahan kepadanya, dengan sepenuh hati.

6.3. Pertanyaan mengenai Kuasa Yesus

Sesudah Yesus menyucikan Bait Allah pada pertama kalinya, orang-orang Yahudi meminta tanda kepadaNya. Pada waktu Dia kembali ke Bait Allah pada hari Selasa pagi sesudah menyucikan untuk yang kedua kalinya, mereka bertanya kepadaNya, dengan kuasa apa dan dari siapa Dia melakukan semua yang Dia lakukan.

Datanglah kepadaNya imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua, dan bertanya kepadaNya, “Dengan ku-asa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepadaMu, sehingga Engkau melakukan hal-hal itu?” Jawab Yesus kepada mereka, “Aku akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu. Berikanlah Aku jawabannya, maka Aku akan mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. Baptisan Yohanes itu, dari sorga atau dari manusia? Berikanlah Aku jawabnya!” Mereka memperbincangkannya di antara mereka, dan berkata, “Jikalau kita katakan: Dari sorga, Ia akan berkata: Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya kepadanya? Tetapi masakan kita katakan: Dari manusia!” -- Sebab mereka takut kepada orang banyak, karena semua orang menganggap bahwa Yohanes betul-betul seorang nabi. Lalu mereka menjawab Yesus, “Kami tidak tahu.” Maka kata Yesus kepada mereka, “Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu” (Markus

11:28-33).

Para pemimpin yahudi tidak melihat adanya jalan untuk menjatuhkan Yesus, karena itu mereka mencoba untuk menjauhkan hati bangsa itu dariNya dengan mengajukan sejumlah pertanyaan tertentu yang dimaksudkan untuk menjebak Dia. Mereka berharap Dia akan menjawab dalam satu cara yang dapat menyebabkan kumpulan orang banyak tidak menyukaiNya, sehingga pada waktu Dia ditangkap, orang-orang tidak akan menentang. Sementara Kristus berjalan melalui halaman Bait Allah, para pemimpin bertanya dari mana Dia memperoleh kuasa untuk menyucikan. Mereka, sebagai seorang agen dan manajer, sudah

diurapi dan kuasa mereka secara resmi berasal dari nenek-moyang mereka. Mereka juga punya pengesahan tanda tangan dari pemerintah.
Kuasa atau otoritas nubuatan dari waktu ke waktu datang langsung dari Allah yang membangkitkan nabi-nabi dengan tanpa berkonsultasi ataupun mencari ijin dari siapapun. Tetapi untuk selama empat ratus tahun, tidak ada nabi yang muncul kecuali Yohanes Pembaptis, yang tidak dipercayai oleh para pemimpin. Yesus menanyakan kepada
orang-orang yang mengujiNya pertama-tama untuk mengenali sumber dari kuasa Yohanes Pembaptis. Jika mereka mengakui bahwa itu berasal dari sorga, maka mereka akan menghakimi diri mereka sendiri, karena mereka tidak menerima pemberitaan Yohanes Pembaptis. Di sisi lain, jika mereka menyangkalnya, mereka takut kalau-kalau orang-orang akan melempari mereka dengan batu, karena orang banyak percaya bahwa Yohanes Pembaptis adalah seorang nabi yang benar. Dalam ketakutan mereka, mereka lebih memilih untuk berbohong dan mengatakan bahwa mereka tidak tahu. Pertanyaan Kristus membuat mereka marah, dan Dia menolak untuk memberitahu mereka dengan kuasa siapa Dia bertindak, karena mengetahui maksud tujuan dari hati mereka yang terus memburu. Dia kemudian melanjutkan dengan menyampaikan dua perumpamaan kepada mereka.

6.4. Perumpamaan tentang dua orang anak

“Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata, ‘Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur.’ Jawab anak itu, ‘Baik, bapa.’ Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab, ‘Aku tidak mau.’ Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi

juga. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayah-nya?” Jawab mereka, “Yang terakhir.” Kata Yesus kepada mereka, “Aku berkata kepadamu, seungguhnya

pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan

kamu tidak juga percaya kepadanya.” (Matius 21:28-32).

Pada awal, para pemimpin Yahudi tidak bisa berkata apa-apa, tetapi tidak demikian dengan Yesus. Dia memberitahukan kepada mereka sebuah perumpamaan mengenai dua orang anak yang diminta oleh ayahnya untuk pergi dan bekerja di ladang. Yang pertama menolak, tetapi kemudian bertobat dan pergi. Yang kedua berjanji untuk pergi, tetapi tidak melakukannya. Anak yang pertama salah dalam perkataannya, tetapi bertindak secara benar. Sedangkan anak yang kedua, dosanya adalah dalam hal gagal untuk bertindak, yang jauh lebih serius daripada sekedar salah dalam hal apa yang dikatakannya. Kristus maksudkan dengan perumpamaan ini adalah meskipun para pemimpin bisa berbicara dengan baik, fasih, dan mengagumkan, mereka membatalkan kata-kata mereka dengan tidak melakukan kehendak Allah. Tetapi
yang lain, tidak menampilkan diri sebagai yang beragama: namun, mereka menjalankan

Hukum Allah dengan lebih baik daripada para pemimpin mereka. Pada waktu Yesus menanyakan kepada mereka yang mana dari dua orang anak itu yang menjalankan perintah ayahnya, mereka menjawab, “Yang pertama.” Jadi, Dia menunjukkan kepada mereka bahwa para pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal merupakan gambaran dari anak yang pertama, karena mereka bertobat dari perbuatan-perbuatan mereka yang jahat ketika mereka mendengar pemberitaan Yohanes Pembaptis, dan dibaptiskan oleh dia. Adalah mereka,
orang-orang Farisi, yang menggambarkan anak yang kedua, karena mereka mengatakan sebagai yang hidup dalam kesalehan, namun melakukan yang sebaliknya. Dengan menyetujui bahwa anak yang pertama bertindak benar dalam perbuatannya, mereka
mengakui bahwa para pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal adalah lebih tinggi dari mereka.

6.5. Perumpamaan tentang para penggarap yang jahat

“Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi

penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain pula dengan batu. Kemudian tuan itu, menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak dari pada yang semula, tetapi merekapun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: ‘Anakku akan mereka segani.’ Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain. ‘Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita.’ Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya.

“Maka apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan

penggarap-penggarap itu?” Mereka berkata kepadaNya, “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya.” Kata Yesus kepada mereka, “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: ‘Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.’ Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu

bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu. Dan barangsiapa jatuh ke atas batu itu, ia akan hancur dan barangsiapa ditimpa batu itu, ia akan remuk.” Ketika imam-imam kepala dan

orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti, bahwa merekalah yang dimaksudkanNya. Dan mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena orang banyak itu menganggap Dia nabi (Matius 21:33-46).

Kristus menyampaikan sebuah perumpamaan yang menyatakan kejahatan dari para pemimpin yang berkomplot melawan Dia dan membunuh Dia pada minggu yang sama. Para penggarap di dalam perumpamaan, sesudah membunuh hamba-hamba dari pemilik kebun,

pada akhirnya membunuh anaknya dalam usaha untuk merebut harta warisannya. Pada waktu Kristus bertanya kepada mereka apa yang akan dilakukan oleh pemilik kebun terhadap para penggarap itu, mereka menjawab, “Ia akan membinasakan para penggarap yang jahat itu.” Yesus setuju dengan tanggapan mereka dan berkata, “Kerajaan Allah akan diambil dari padamu.” Dia mengingatkan mereka perkataan dari nabi Daud: “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan sudah menjadi batu penjuru” (Mazmur 118:22). Orang-orang yang melawan Dia akan dihancurkan, tetapi orang-orang kepada siapa Dia akan menentang akan diremukkan. Rasul Petrus ingat akan perkataan ini dan mengulanginya kembali ketika para pemimpin Yahudi menganiaya dia sesudah Kristus naik ke sorga (Kisah Para Rasul 4:11 dan 1 Petrus 2:7).

6.6. Perumpamaan tentang perjamuan kudus

“Hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke dalam perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh pula hamba-hamba lain, pesannya,

‘Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu, “Sesungguhnya hidangan, telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini.” ‘ Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya, ‘Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu.’ Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan

orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu-tamu itu. Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya, ‘Hai saudara, bagaimana engkau masuk kemari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya, ‘Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.’ Sebab banyak yang dipanggil, tapi sedikit yang dipilih.” (Matius

22:2-14).

Perumpamaan tentang para penggarap yang jahat membuat marah para pemimpin Yahudi karena Kristus memberitahukan hal itu dengan maksud untuk menghakimi mereka. Mereka membaharui usaha-usaha mereka untuk menangkap Dia, tetapi rasa takut mereka akan orang-orang mencegah mereka untuk melakukan hal itu; karena itu mereka meninggalkan Dia sendirian. Kristus tetap tinggal, karena Dia masih belum menyelesaikan
ajaran-ajaranNya di dalam Bait Allah. Dia menyampaikan perumpamaan ketiga dalam mana seorang raja mengadakan pesta perjamuan dalam rangka perkawinan anaknya. Raja ini memberikan kepada setiap tamu undangan pakaian kerajaan, tetapi ketika dia sedang menyambut para tamu, dia melihat ada seorang yang tidak mengenakan pakaian pesta.

Sepertinya orang ini lebih suka mengenakan pakaiannya sendiri, dan menolak untuk berpakaian sama dengan semua yang lain. Di samping itu, dia barangkali tidak merasa berkewajiban untuk mematuhi raja sehubungan dengan pakaian kerajaannya. Ketika raja bertanya kepadanya alasan tidak memakai pakaian sesuai aturannya, dia tidak bisa mengatakan apa-apa, menunjukkan bahwa dialah yang bersalah. Dia menerima akibatnya, karena peranan dari raja-raja adalah untuk menghukum semua orang yang tidak mematuhi perintah mereka. Oleh karena itu raja memerintahkan kepada orang-orangnya, “Ikat kaki dan tangannya, seret keluar dan buang dia ke tempat yang paling gelap.” Orang ini dihukum, bukan karena kejahatan yang dia lakukan, tetapi karena kebaikan yang dia gagal untuk melakukannya. Tidak peduli betapapun salehnya seseorang menurut pandangannya sendiri dan di pandangan orang lain, Allah akan menghukum dia karena mengandalkan kebenaran diri sendiri dan mengabaikan untuk mengenakan jubah kebenaran yang Dia saja yang dapat memberikannya.
Di dalam perumpamaan mengenai Dua Anak, Para Penggarap yang Jahat, dan Perjamuan Kawin. Kristus menyatakan bahwa keberadaanNya sebagai yang ditolak oleh para pemimpin Yahudi diganti dengan keberadaanNya sebagai yang diterima oleh para pemungut cukai. KeberadaanNya sebagai yang disangkal oleh bangsa Yahudi diimbangi dengan penerimaan selanjutnya dari bangsa-bangsa di luar Yahudi. Sehubungan dengan kata, “Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih, “ kami tidak percaya kalau ini diberlakukan pada semua generasi, tetapi bahwa ini menunjuk pada generasi Dia pada waktu itu, khususnya bagi
bangsa Yahudi.

7. KRISTUS MENJAWAB PARA PENATUA YAHUDI

Untuk mempergencar serangan-serangannya, sepasukan tentara bahkan bisa menggabungkan kekuatan dengan musuh-musuh mereka sebelumnya, dan menjadikan mereka sebagai sekutu. Dalam hal yang sama, para pemimpin Yahudi menggabungkan kekuatan dengan
lawan-lawan mereka, orang-orang Herodiani, partai dari Raja Herodes, di dalam peperangan mereka menentang Kristus. Sesudah mengadakan konsultasi, para penguasa politik dan keagamaan ini setuju untuk mengadakan serangan baru.

7.1. Berikan pada kaisar apa yang menjadi haknya

Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan. Orang-orang itu datang dan berkata kepadaNya, “Guru kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari

muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan untuk membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?” Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka, “Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah kemari suatu dinar supaya Kulihat!” Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka, “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka, “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus

kepada mereka, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada

Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” Mereka sangat heran mendengar Dia (Markus

1`2:13-17).

Rencana dari orang-orang Herodiani, dengan pura-pura berpenampilan saleh, adalah dengan maksud menjebak Kristus melalui kata-kataNya dan kemudian menyerahkan Dia ke tangan Prokurator (gubernur). Mereka datang mendekati Dia dengan berpura-pura, dan kemudian mengajukan pertanyaan apakah mereka harus membayar pajak kepada pemerintah Roma atau tidak. Mereka berharap untuk menjebak Dia dengan cara bagaimana Dia menjawab. Jika Dia berkata “Ya,” maka orang-orang akan sangat marah pada Dia, karena mereka sudah merasa sangat dibebani dengan pajak ini yang bagi mereka merupakan simbol dari perbudakan
orang-orang Roma terhadap mereka, dan dari perbudakan itulah mereka berharap Mesias mereka akan membebaskan mereka pada waktu Dia datang. Tetapi, jika Dia menjawab bahwa mereka tidak harus membayar seperti yang diharapkan oleh orang-orang Herodiani, maka hal itu akan memberikan kepada mereka alasan yang kuat untuk menangkap dan menyerahkanNya kepada pemerintah sebagai seorang yang berontak melawan Kaisar yang sudah memaksakan pajak ini.
Yesus mengetahui ketidakjujuran dan ketidaktulusan mereka dalam mengajukan pertanyaan, dan Dia juga sadar bahwa jawaban yang menyenangkan orang-orang Farisi tidak akan menyenangkan orang-orang Herodiani. Dia menjawab pertanyaan mereka pertama-tama dengan meminta kepada mereka untuk menunjukkan kepadanya sekeping uang yang ada gambar Kaisar di dalamnya, ini memperhadapkan mereka dengan otoritas Kaisar atas mereka. JawabanNya adalah, “Berikanlah kepada Kaisar hal-hal yang Kaisar punya, dan pada Allah hal-hal yang Allah punya.” Dalam kata-kata lain, Dia berkata untuk memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi miliknya. Dengan jawaban ini, Yesus terlepas dari jebakan yang sudah mereka pasang bagi Dia, dan kata-kataNya sudah menjadi ketetapan di dalam hal-hal keagamaan dan tugas-tugas kewajiban sebagai warganegara. Para penatua Yahudi tidak dapat menemukan bahkan satu patah katapun kesalahan dari Dia di depan banyak orang, oleh karena itu dengan diam-diam mereka meninggalkan Dia dan pergi.
Allah sudah mengijinkan Kaisar untuk memerintah atas orang-orang Yahudi dan dengan demikian adalah tanggungjawab mereka untuk tunduk pada hukum-hukumnya. Sebagaimana halnya gambar Kaisar dalam keping uang logam mengingatkan mereka pada apa yang
mereka berhutang kepadanya, maka demikian juga gambar Allah mengingatkan mereka pada apa yang Allah harapkan dari mereka. Dari kata-kata Kristus ini, kita melihat bahwa ketundukan kepada pemerintah secara menyeluruh bisa diterima, tetapi hal itu tidak seharusnya mengatasi ketaatan kita kepada Allah. Pertanyaan apakah kita harus tunduk pada pemerintah atau pada Allah tidak dimunculkan di sini, karena kita harus mematuhi
kedua-duanya. Lebih dari itu, ketundukan pada pemerintah dalam apa yang tidak bertentangan dengan tuntutan-tuntutan Allah adalah bagian dari penyembahan keagamaan

kita.

7.2. Allah orang hidup, bukan Allah orang mati

Datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepadaNya: “Guru Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati. Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya sudah beristerikan dia.” Jawab Yesus kepada mereka, “Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Dan juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam ceritera tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Kamu benar-benar sesat” (Markus 12:18-27).

Orang-orang Saduki pada umumnya mengecilkan hal-hal supernatural, tidak percaya pada kebangkitan orang mati, tidak percaya pada malaikat-malikat dan roh-roh. Dengan pertanyaan mereka, mereka mencoba untuk menempatkan Yesus dalam keadaan di mana mereka dapat mempermain-mainkan Dia. Mereka mengada-adakan persoalan yang sehubungan dengan dunia roh yang ditempati oleh orang-orang yang sudah mati. Hukum Musa menuntut bahwa saudara yang tertua yang masih hidup dari orang yang sudah mati,
yang sudah menikah dan tidak punya keturunan, untuk menikahi jandanya untuk memberikan keturunan bagi saudaranya yang sudah mati. Berusaha untuk menjebak Yesus, mereka menyampaikan riwayat seorang wanita yang sudah menikah dengan ketujuh saudara, secara berturut-turut. Pertanyaan mereka adalah:”Karena itu, pada hari kebangkitan, pada waktu mereka bangkit, dia akan menjadi isteri siapa?”
Orang-orang Farisi percaya pada kebangkitan orang mati dan dunia roh, seperti juga Kristus. Oleh karena itu, kekalahan Dia di hadapan orang-orang Saduki juga merupakan kekalahan mereka. Tetapi superioritas Kristus di dalam mendebat memastikan kemenangan bagi kedudukan orang Farisi -- paling tidak pada saat itu. Tetapi kemenangan orang Farisi ini sebenarnya juga menunjukkan kekalahan, karena meningkatkan kedudukan Kristus di hadapan orang-orang yang menjadi semakin tertarik kepadaNya.
Dalam menghadapi orang-orang Saduki ini, kita memperhatikan bahwa Kristus menunjukkan sikap yang lembut daripada kalau Dia menghadapi orang-orang Farisi. Ini karena Dia menganggap bahwa kemunafikan orang-orang Farisi adalah lebih parah daripada

ketidakpercayaan orang-orang Saduki. Dia tidak menyatakan celaanNya terhadap
orang-orang Saduki, juga tidak menunjuk mereka sebagai orang-orang munafik, tetapi Dia mengatakan mereka sebagai yang sesat karena mereka tidak mengerti Kitab Suci ataupun kuasa Allah. Dosa dari orang-orang Saduki adalah lebih ringan daripada orang-orang Farisi yang tahu banyak tetapi tidak bertindak atau melakukan sesuai dengan pengetahuan mereka.
Kristus memberikan kepada mereka bukti dari Kitab Suci bahwa Allah adalah bukan Allah orang mati tetapi Allah dari orang hidup, dan ini menegaskan kenyataan dari kebangkitan. Allah adalah roh, dan ada dunia roh yang lebih luas daripada dunia yang kelihatan. Kalau saja mereka mengerti Kitab Suci, mereka tidak akan menyangkal kebangkitan orang mati. Kalau saja mereka mengerti kuasa Allah, mereka tidak akan membatasi diri mereka hanya pada dunia materi yang kecil ini.
Kristus menjelaskan kepada para pendengarNya bahwa dunia roh tidak dapat diukur secara tepat seperti di dalam dunia yang nyata. Dengan demikian, pernikahan secara tubuh tidak ada di sana, karena semua yang ikut ambil bagian di dalam kebangkitan orang benar akan
menjadi seperti malaikat-malaikat di sorga. Orang banyak sangat takjub pada pengajaranNya, dan beberapa ahli Taurat merasa sangat senang menyaksikan kekalahan orang-orang Saduki daripada terahdap jawaban Kristus yang sangat tepat. Salah seorang ahli Taurat mengatakan kepada Yesus bahwa Dia menjawab mereka dengan tepat (Markus 12:28), dan karena ini, maka gelombang penentangan terhadap Dia agak sedikit melunak. Tidak ada seorangpun
yang berani untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan lagi kepada Dia.

7.3. Perintah yang utama

Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepadaNya dan bertanya, “Hukum manakah yang paling utama?” Jawab Yesus, “Hukum yang terutama ialah: ‘Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal-budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah, ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.’ Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini.” Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus, “Tepat sekali Guru, benar kataMu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.” Yesus melihat bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” Dan seorangpun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus” (Markus 12:28-34).

Seorang ahli hukum, bermaksud untuk menguji pengetahuan Kristus tentang Hukum Taurat, bertanya kepada Yesus mana perintah yang utama. Kristus menjawab bahwa perintah yang utama adalah mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa, pikiran dan kekuatan. Yang sama pentingnya, adalah mengasihi sesama manusia seperti mengasihi dirimu sendiri. Semua

Hukum dan perkataan para nabi bergantung pada dua perintah ini. Si ahli Taurat memuji jawaban Kristus, dan Yesus menanggapi dengan mengatakan bahwa orang ini tidak jauh dari Kerajaan Allah karena dia memiliki pemahaman yang sedemikian itu tentang Hukum Taurat. Barangkali ahli Taurat ini juga menyadari bahwa kedudukan yang tidak jauh dari Kerajaan Allah adalah lebih parah daripada yang sangat jauh. Betapa menyedihkan hilangnya
orang-orang yang hanya datang di luar pintu Kerajaan tetapi gagal untuk memasukinya!

7.4. Keturunan Daud adalah Tuhan

Pada suatu kali ketika Yesus mengajar di Bait Allah, Ia berkata: “Bagaimana ahli-ahli Taurat bisa mengatakan bahwa Mesias adalah anak Daud? Daud sendiri oleh pimpinan Roh Kudus berkata:

‘TUHAN telah berfirman kepada Tuanku, “Duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu.”’ Daud sendiri menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?” Orang banyak yang besar jumlahnya mendengarkan Dia dengan penuh minat (Markus

12:35-37).

Sementara mengajar di Bait Allah, Kristus menantikan kesempatan untuk menguji
orang-orang Farisi karena mereka sudah menguji Dia. Dia meminta kepada mereka untuk menjelaskan sebuah ayat dari Mazmur Daud. Di dalamnya, Allah menunjuk satu pribadi yang Daud menyebutnya “Tuanku.” Pribadi ini, menurut penafsiran Yahudi, adalah Mesias; pada waktu yang sama, Dia adalah Anak Daud. Bagaimana bisa jadi Tuan dan Anak Daud
pada waktu yang bersamaan? Tidak ada yang dapat menjelaskan mengenai apa yang nampak seperti kontradiksi ini kecuali dua sifat Kristus yang menjadikan Dia Tuan dari Daud di dalam keilahianNya dan Anak Daud di dalam kemanusiaanNya. Ini adalah keterangan yang Kitab Wahyu terapkan pada Kristus: “Tunas dan keturunan Daud” (Wahyu 22:16). Karena orang Farisi menolak keilahianNya, maka tidak ada seorangpun dari mereka bisa menanggapi, dan dengan demikian Dia menyebabkan semua musuhNya menjadi bungkam dan menyenangkan orang banyak dengan perkataan-perkataanNya. Alkitab sering kali mengatakan bahwa orang banyak sangat takjub dengan perkataan-perkataan Kristus. Banyak lainnya yang tak terhitung yang sudah digembirakan dengan perkataan-perkataanNya mulai sejak saat itu sampai sekarang.

7.5. Kristus memuji persembahan seorang janda

Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggilNya murid-muridNya dan berkata kepada mereka, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu se-luruh nafkahnya” (Markus 12:41-44).

Yesus keluar dari ruangan dalam dan menuju ke ruangan sebelah luar yang juga disebut “Ruang Khusus untuk Para Wanita.” Di tempat ini terdapat tiga belas peti yang bentuknya menyerupai terompet untuk menampung sumbangan-sumbangan guna pelayanan Bait Allah dan pelayanan-pelayanan kasih. Orang-orang yang beribadah, sesudah lama tidak hadir, datang kembali pada hari-hari Raya Besar untuk menyumbangkan dana dalam jumlah besar guna merawat dan memelihar tempat ibadah yang unik ini. Kristus duduk di salah satu dari peti ini dan memperhatikan seseorang memasukkan persembahan ke dalam Peti persembahan Bait Allah. Pada waktu janda ini sudah memasukkan dua keping uang, persembahan yang paling sedikit yang diijinkan, Dia memanggil murid-muridNya untuk memperhatikan, dan berkata, “Janda miskin ini memberi lebih banyak dari mereka semua yang sudah memberikan ke dalam peti persembahan.” Memberi di dalam kekurangannya, dia memberi semua nafkah hidupnya.
Memberi persembahan menduduki tempat penting dalam kehidupan keagamaan. Kristus mengajarkan bahwa ukuran pemberian seseorang tidaklah pada jumlah yang diberikan, tetapi pada sisa yang masih ada. Mereka yang memberi sedikit untuk persembahan pelayanan
kasih, dan menyebut itu sebagai persembahan “dua keping janda miskin” adalah keliru. Sebutan itu tidak dapat ditujukan pada persembahan yang tidak banyak, kecuali kalau yang dipersembahkan itu merupakan semua yang dimiliki. Janda itu memberi semua yang dipunyainya, dan bersandar pada penyediaan ilahi untuk memelihara dia. Untuk alasan ini, Yesus memuji dia karena kasihnya kepada Allah dan percaya di dalam pemeliharaanNya.

7.6. Orang orang Yunani meminta untuk melihat Yesus

Di antara mereka yang berangkat untuk beribadah pada hari raya itu, terdapat beberapa orang Yunani, Orang-orang itu pergi kepada Filipus, yang berasal dari Betsaida di Galilea, lalu berkata kepadanya, “Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.” Filipus pergi memberitahukannya kepada Andreas; Andreas dan Filipus menyampaikannya kepada Yesus. Tetapi Yesus menjawab mereka katanya, “Telah tiba saatnya, Anak Manusia dipermuliakan. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanyan di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situlah pelayanKu akan berada. Barangsiapa melayani Aku ia akan dihormati Bapa.

Sekarang jiwaKu terharu dan apakah yang akan Kukatakan? ‘Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini’? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Bapa, muliakanlah namaMu!” Maka terdengarlah suara dari sorga: “Aku telah memuliakanNya, dan Aku akan memuliakanNya lagi!” Orang banyak yang berdiri di situ dan mendengarkannya berkata, bahwa itu bunyi guntur. Ada pula yang berkata, “Seorang malaikat telah berbicara dengan Dia.” Jawab Yesus, “Suara itu telah terdengar bukan karena Aku, melainkan oleh karena kamu” (Yohanes 12:20-30).

Orang Majus sudah datang dari Timur untuk melihat Kristus sebagai seorang bayi, dan

sekarang kelompok orang yang lain datang berasal dari Barat -- dari Yunani, negeri dari para ahli filsafat - untuk melihat Kristus pada menjelang akhir dari pelayanan-Nya. Mereka berdiri di halaman luar Bait Allah, tempat yang dikhususkan bagi orang-orang bukan Yahudi untuk menyembah Allah yang esa, Allah Israel. Mereka memberitahu kepada Filipus, murid
Kristus, betapa inginnya mereka untuk melihat Yesus. Filipus lalu memberitahu Andreas, dan mereka berdua setuju untuk memberitahu Yesus.
Yesus dapat melihat bahwa orang-orang Yunani merupakan pembuka jalan bagi tidak terhitung jumlahnya orang-orang Kafir yang akan mencari Dia dengan iman, karena Dia berkata, “Saatnya sudah tiba bahwa Anak manusia akan dimuliakan” (Yohanes 12:23). Dia akan ditinggikan di balik penolakan bangsaNya terhadap Dia. Penolakan mereka bukan merupakan kegagalan bagi Dia ataupun pekerjaanNya.
Kristus bertemu dengan orang-orang Yunani ini dan memberitahu kepada mereka bahwa sebagaimana biji tidak dapat menghasilkan buah kecuali biji itu “mati” di dalam tanah, maka demikian juga hanya orang-orang yang membenci dan mengalahkan sifat dosa mereka, melalui iman di dalam Dia, dapat diselamatkan untuk kehidupan kekal. Dia juga
mengajarkan kepada mereka tentang suatu kematian yang akan membawa kepada kehidupan
-- kematianNya sebagai penebusan akan menyelamatkan jiwa-jiwa yang tidak terhitung banyaknya dari kehidupan dosa menuju ke kehidupan kebenaran di bumi, dan kehidupan kekal di seberang kubur.
Pada saat ini, Yesus mengakui bahwa jiwaNya terganggu karena kematianNya yang sudah semakin dekat. Dia sudah datang dari sorga untuk saat ini. Dapatkah Dia dilepaskan dari kematian ini? Allah tidak menghendakinya! Satu keinginan-Nya adalah untuk memuliakan nama BapaNya, jadi Dia berdoa untuk yang terakhir dan yang terpendek di dalam Bait Allah, dengan mengatakan, “Bapa, muliakanlah namaMu!” Bapa menghargai penyerahanNya yang menyeluruh dan penyangkalan diriNya, karena terdengar suara dari sorga yang berkata, “Aku sudah memuliakan-Nya, dan akan memuliakanNya lagi.”
Pada waktu Kristus mengalahkan Setan selama digodai di padang gurun, Bapa mengutus malaikat-malaikat untuk melayani Dia. Tetapi kemenangan baruNya atas ketakutan karena Salib lebih besar lagi, maka Bapa menjadikan suaraNya di dengar untuk yang ketiga kalinya selama kehidupan Kristus di bumi. Musuh-musuhNya mengira itu suara guntur;
sahabat-sahabatNya mengatakan bahwa itu adalah seorang malaikat. Tetapi Kristus, yang Dia sendiri mendengar berita dari suara itu, meyakinkan semua pendengarNya bahwa suara itu bukan untuk Dia tetapi untuk mereka, meskipun mereka tidak dapat mengerti. Suara Allah sudah datang atas mereka dalam penegasan atas pribadiNya dan ajaran-ajaranNya. Jadi, melalui kemenangan terakhir ini, Kristus sekali lagi menetapkan sebagai yang memenuhi persyaratan untuk menjadi Juruselamat dunia dengan melalui dinaikkan di kayu Salib dan menarik banyak orang datang kepadaNya. Daya tarik yang kuat dari Salib masih menarik banyak orang di dalam dunia ini, jauh melampaui semua pengha-rapan manusia. Menarik

orang per orang dan bangsa-bangsa, dan tidak akan pernah berhenti bekerja sampai sorga menyatakan:

“Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapiNya, Ia akan memerintah sebagai Raja sampai selama-lamanya!” (Wahyu 11:15)

Ketika Yesus keluar dari Bait Allah, seorang muridNya berkata kepadaNya, “Guru, lihatlah betapa kokohnya batu-batu itu dan betapa megahnya gedung-gedung itu!” Lalu Yesus berkata kepadanya, “Kau lihat gedung-gedung yang hebat ini? Tidak satu batupun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain, semuanya akan diruntuhkan.” Ketika Yesus duduk di atas Bukit Zaitun, berhadapan dengan Bait Allah, Petrus, Yakobus, Yohanes dan Andreas bertanya sendirian kepadaNya, “Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi? Dan apakah tandanya, kalau semuanya itu akan sampai kepada kesudahannya?” (Markus 13:1-4).

Kristus sedang berjalan keluar dari Bait Allah ketika murid-muridNya mengomentari keindahan dari bagunan yang besar itu. Raja Herodes, sudah membangunnya dengan
pintu-pintu yang dilapisi perak dan emas. Batu-batunya kelihatan kokoh, beberapa bahkan sampai empat puluh lima kaki tingginya. Enam kaki lebarnya dan enam kaki tingginya. Bangunan tersebut sungguh sangat luarbiasa. Tetapi yesus menatap mereka dan berkata, “Kamu lihat bangunan-bangunan yang besar ini? Tidak akan ada satu batupun yang akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain, semuanya akan diruntuhkan.”
Kristus dan rombonganNya melanjutkan perjalanan ke Bukit Zaitun. Sementara di sana, murid-muridNya mengajukan dua pertanyaan kepadaNya, “Beritahukanlah kepada kami kapan hal-hal ini akan terjadi? Dan apakah tandanya bahwa semua ini akan segera digenapi?” (Markus 13:4). Murid-muridNya ingin mengetahui saat dan tanda-tandanya yang akan menyertai peristiwa ini. Maka Yesus mulai menjelaskan kepada mereka sejumlah peristiwa
di masa depan. Dia pertama-tama berbicara mengenai kehancuran Yerusalem, dan kemudian tentang KedatanganNya yang Kedua.

8.1. Tanda tanda kehancuran Yerusalem

8.1.1. A. Tanda-tanda Awal

Maka mulailah Yesus berkata kepada mereka, “Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! Akan datang banyak orang dengan memakai namaKu dan berkata, ‘Akulah dia, dan mereka akan menyesatkan banyak orang. Dan apabila kamu mendengar deru perang atau

kabar-kabar tentang perang, janganlah kamu gelisah. Semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya. Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan. Akan

terjadi gempa bumi di berbagai tempat, dan akan ada kelaparan. Semua itu barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru” (Markus 13:5-8).

Murid-murid bertanya mengenai saat ketika Bait Allah akan dihancurkan, dan kemudian tentang tanda-tanda dari penghancuran itu. Pertama-tama Yesus menjawab pertanyaan yang kedua, dimulai dengan “berbagai penderitaan”:

1. Penyesatan.Banyak penyesat mendahului penghancuran Yerusalem. Mesias-Mesias palsu akan menampakkan diri. Mereka memberitahu kepada orang-orang Yahudi bahwa mereka akan melepaskan orang-orang dari penindasan kerajaan Romawi, tetapi sebenarnya mereka semua adalah pendusta-pendusta (lihat Kisah Para Rasul 21:38).

2. Perang.Banyak terjadi peperangan antara orang-orang Yahudi dan bangsa-bangsa lain akan terjadi sebelum penghancuran Yerusalem. Ada peperangan antara orang-orang Yahudi di Aleksandria dan orang-orang Mesir dalam tahun 38 Masehi. juga terjadi peperangan di Seleukia, Siria, dalam mana 50.000 orang Yahudi binasa.

3. Gempa bumi, Bencana Kelaparan, dan Berbagai Kekacauan.al-hal ini benar-benar terjadi: gempa bumi di Kreta, Roma, dan Yerusalem; bencana kelaparan, seperti yang pernah dinubuatkan oleh Agabus pada masa pemerintahan Kaisar Klaudius (Kisah Para Rasul 11:28); dan berbagai macam kekacauan seperti pertentangan antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Samaria dan antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani, dalam mana sekitar 20.000 orang Yahudi mati.

Semua peristiwa ini terjadi sebelum Yerusalem dihancurkan, dan semuanya itu hanya tanda-tanda awal dari permulaan penderitaan.

8.1.2. B. Tanda-tanda bahwa akan Segera Terjadi

“Tetapi kamu ini, hati-hatilah! Kamu akan diserahkan kepada majelis agama dan kamu akan dipukul di rumah ibadat dan kamu akan di hadapkan ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja karena Aku, sebagai kesaksian bagi mereka. Tetapi Injil harus diberitakan dahulu kepada semua bangsa. Dan jika kamu digiring dan diserahkan, janganlah kamu kuatir tentang apa yang harus kamu katakan, tetapi kata-kanlah apa yang dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga, sebab bukan kamu yang

berkata-kata melainkan Roh Kudus. Seorang saudara akan menyerahkan saudaranya untuk di bunuh, demikian juga seorang ayah terhadap anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka, kamu akan dibenci oleh semua orang karena namaKu. Tetapi orang yang bertahan sampai kepada kesudahannya ia akan selamat.”

“Apabila kamu melihat Pembinasa keji berdiri pada tempat yang tidak sepatutnya - para pembaca hendaklah memperhatikannya - maka orang-orang yang di Yudea haruslah melarikan diri ke pegunungan. Orang yang sedang diperanginan di atas rumah janganlah ia turun dan masuk untuk mengambil sesuatu dari rumahnya, dan orang yang sedang di ladang janganlah ia kembali untuk mengambil pakaiannya. Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau yang menyusukan bayi pada masa itu. Berdoalah, supaya semuanya itu jangan terjadi pada musim dingin. Sebab pada masa itu akan terjadi siksaan seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia yang diciptakan Allah, sampai

sekarang, dan yang tidak akan terjadi lagi. Dan sekiranya Tuhan tidak mempersingkat waktunya, maka dari segala yang hidup tidak akan ada yang selamat, akan tetapi oleh karena orang-orang pilihan yang telah dipilihNya, Tuhan mempersingkat waktunya. Pada waktu itu jika orang berkata kepada kamu, ‘Lihat, Mesias ada di sini,’ atau, ‘Lihat, Mesias ada di sana,’ jangan kamu percaya. Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan

tanda-tanda dan mujizat-mujizat dengan maksud, sekiranya mungkin, meyesatkan orang-orang pilihan. Hati-hatilah kamu! Aku sudah terlebih dahulu mengatakan semuanya ini kepada kamu” (Markus 13:9-23).

Yesus menjelaskan tanda-tanda yang akan menunjukkan bahwa kehancuran Yerusalem sudah dekat:

1. Tanda Yang Pertama: Aniaya/Penderitaan (ayat 9-13). Yesus meminta kepada murid-muridNya untuk waspada karena aniaya atau penderitaan yang menanti mereka, yang kemudian akan diikuti dengan kemuliaan. Aniaya ini pertama-tama akan datang dari luar, seperti dari anggota-anggota Mahkamah Agama Yahudi yang akan menampari mereka dan memperhadapkan mereka di hadapan raja-raja dan penguasa-penguasa

karena kesaksian mereka tentang Kristus. Yesus memberikan dorongan semangat kepada pengikut-pengikutNya, agar mereka tidak takut ataupun bersiap-siap untuk membela diri. Roh Kudus akan berbicara melalui mereka dan memberikan kepada mereka jawaban
yang benar. Tetapi berbagai aniaya juga akan datang dari dalam - dari anggota-anggota keluarga. Di dalam Injil Matius, dikatakan bahwa banyak yang akan berpaling dari iman dan akan mengkhianati dan membenci satu dengan yang lain selama waktu itu (Matius

24:10). Iman dari beberapa orang Kristen menjadi semakin lemah, yang menyebabkan mereka mengkhianati saudara-saudara mereka sendiri untuk dianiaya dan disiksa. Kristus memberitahu mereka bahwa mereka akan dibenci oleh setiap orang karena namaNya.

Di tengah-tengah aniaya, dorongan semangat dan kekuatan akan datang; maksudnya, Injil akan diberitakan kepada seluruh bangsa. Aniaya ini memastikan hal itu, dan akan terjadi sebelum kehancuran Yerusalem. Rasul Paulus, di dalam suratnya kepada orang-orang Kristen di Kolose, yang ditulis antara tahun 60-64 Masehi, menulis bahwa Injil sudah menghasilkan buah dan semakin bertumbuh (Kolose 1:6). Dalam pasal yang sama, ayat
23, dia menambahkan bahwa Injil ini diberitakan kepada setiap umat yang berada di bawah langit. Oleh karena itu, murid-murid dapat mengkuatkan hati karena aniaya dan penyebaran mereka akan membawa berita tentang Kristus kepada setiap orang. Alasan lain untuk mengkuatkan hati adalah bahwa mereka yang tetap bertahan sampai akhir akan diselamatkan.

2. Tanda Kedua: “pembinasa keji yang menghancurkan” (ayat 14-23).Nabi Daniel berbicara tentang hal ini di dalam Kitabnya (Daniel 9:27; 11:31; 12:11), secara nubuatan menunjuk pada raja Seleukid, Antiokhus Epifanes (175-164 Sebelum Masehi), yang menghentikan korban-korban sembelihan di Bait Allah dan mendirikan penyembahan berhala di mezbah-mezbah pengorbanan. Itu terjadi jauh sebelum kelahiran Yesus

Kristus: namun demikian Yesus mengatakan bahwa sesuatu yang sama seperti itu akan terjadi lagi. Kata-kataNya menunjuk pada tentara-tentara Roma yang berbaris menuju ke Yerusalem, membawa patung-patung (berupa burung-burung raja-wali dan raja-raja) mereka yang mereka sembah. Yesus, di dalam Injil Lukas, dikutip sebagai yang mengatakan, “Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah bahwa keruntuhannya sudah dekat” (Lukas 21:20). Dia menunjukkan bahwa pembinasa yang dimaksudkan adalah tentara-tentara Romawi dan simbol-simbol mereka tidak seharusnya berada -- di dalam Bait Allah Kudus dan di Kota Kudus.
Ini selanjutnya merupakan tanda yang pasti dari kehancuran Yerusalem: kota itu akan dikelilingi oleh tentara Romawi yang akan menaklukkannya. Yesus memperingatkan murid-muridNya pada waktu itu, dan berkata bahwa orang-orang Kristen harus melarikan diri di gunung-gunung yang jauh, tidak peduli mereka sedang berada di mana pada waktu itu. Bagi wanita-wanita yang sedang mengandung dan ibu-ibu yang menyusui, maka pelarian mereka akan menjadi lebih menyulitkan. Kristus meminta kepada
murid-muridNya untuk berdoa agar pelarian mereka tidak terjadi pada musim dingin, karena aniaya yang menimpa Yerusalem tidak akan pernah ada bandingannya di dalam sejarah.
Di balik gambaran yang menakutkan ini, Kristus memberikan sinar pengharapan dan dorongan semangat (ayat 20): masa-masa itu akan dipersingkat demi kepentingan umat pilihan. Tetapi tekanan dan penderitaan yang sangat berat ini akan menyebabkan banyak yang bersandar pada harapan-harapan palsu, dengan mempercayai nabi-nabi palsu dan mesias-mesias palsu yang menawarkan kelepa-san. Jadi, banyak yang akan disesatkan -- bahkan jika mungkin, di antara orang-orang pilihan.
Semua yang dinubuatkan Kristus ini terjadi pada waktu Yerusalem dihancurkan. Jendral Roma, Gallus, menduduki Yerusalem pada tahun 66 Masehi, dan dilanjutkan dengan pendudukan oleh Vespasian dalam tahun 68 Masehi. Selama pendudukan yang terakhir, orang-orang Kristen yang tahu akan perkataan-perkataan Kristus lari meninggalkan kota, dan tidak binasa. Kemudian, jendral Roma lainnya, Titus, menyerang Yerusalem dalam tahun 70 Masehi sampai pada keruntuhannya. Dia membunuh sekitar 1,5 juta orang Yahudi. Banyak yang disalibkan sampai tidak ada tempat lagi untuk mendirikan
tiang-tiang salib. Jadi, perkataan-perkataan Kristus benar digenapi: “Sebab pada masa itu akan terjadi siksaan seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia, yang diciptakan Allah, sampai sekarang dan yang tidak akan terjadi lagi.”
Bait Allah dihancurkan dan dibakar. Pendudukan Yerusalem sebenarnya sangat singkat bilamana dibandingkan dengan pendu-dukan di kota-kota lain. Singkatnya pendudukan itu sendiri sungguh mengejutkan, bilamana mempertimbangkan kenyataan bahwa Yerusalem itu secara alami tidak bisa direbut karena dibangun di atas gunung-gunung. Titus, yang menaklukkan kota besar itu, menolak untuk bertanggung-jawab atas

kehancuran kota itu. Dia memberikan pujian sepenuh pada Allah yang telah memberikan kemenangan dalam menduduki kota itu. Pada dasarnya, Allah memang mengijinkan Titus untuk mengalami kemenangan ini karena dosa-dosa dari bangsa Yahudi.
Kristus memberitahu murid-muridNya mengenai akan terjadinya peristiwa-peristiwa itu, “Hati-hatilah kamu! Aku sudah terlebih dahulu mengatakan semuanya ini kepada kamu.” Karena mereka mengerti dan menghargai kata-kataNya, mereka terlepas dari aniaya besar yang menimpa Yerusalem.

8.2. Kedatangan Kristus yang kedua

“Tetapi pada masa itu, sesudah siksaan itu, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit, dan kuasa-kuasa langit akan goncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaanNya. Dan pada waktu itupun Ia akan menyuruh keluar malaikat-malaikatNya dan akan mengumpulkan orang-orang pilihanNya dari keempat penjuru bumi, dari ujung bumi sampai ke ujung langit” (Markus 13:24-27).

Sesudah memberitahukan mengenai akan kehancuran Yerusalem, Yesus mulai berbicara mengenai kedatanganNya yang kedua. Dia berkata, “Tetapi pada masa itu, sesudah siksaan itu ,” menunjuk pada masa sesudah penghancuran Kota Kudus. Waktu yang tepat dari kedatanganNya yang kedua tidak dapat dipastikan, karena satu hari bagi Tuhan adalah sama dengan seribu tahun, dan seribu tahun adalah sama dengan satu hari (2 Petrus 3:8). Rujukan
sehubungan dengan kejadian-kejadian di langit bisa dimengerti sebagai jatuhnya orang-orang besar dan terguncangnya raja-raja. Hal itu juga mengandung arti bahwa langit musnah dalam kobaran api yang besar. Unsur-unsurnya akan hancur dan mencair, dan dunia dan segala sesuatu yang ada di dalamnya akan terbakar (2 Petrus 3:10). Kemudian, Anak Manusia akan datang dalam awan-awan dan dengan kuasa yang besar akan membangkitkan orang-orang mati dan menghakimi dunia. Dia akan datang dalam kemuliaan dan kebesaran, dan akan mengutus malaikat-malaikatNya ke seluruh ujung bumi untuk mengumpulkan orang-orang pilihanNya.

8.3. Saat kehancuran Yerusalem

“Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara. Apabila ranting-rantingnya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu, bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu lihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa waktunya sudah dekat, sudah di ambang pintu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya itu telah terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanKu tidak akan berlalu. Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja.

Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba” (Markus

13:28-33).

Sebelumnya, ketika Kristus menyebutkan mengenai kehancuran Bait Allah di Yerusalem, murid-muridNya ingin mengetahui kapan hal ini akan terjadi dan apa tanda-tanda yang mendahuluinya. Yesus pertama-tama menjawab pertanyaan mereka yang kedua, menjelaskan bahwa tanda-tandanya kepada mereka. Dia kemudian menjawab pertanyaan mereka yang pertama sehubungan dengan masa dari peristiwa-peristiwa ini dengan memakai analogi alam: “Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara. Apabila ranting-rantingnya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu bahwa musim panas sudah dekat.” Dia kemudian berkata bahwa generasi itu pasti tidak akan berlalu, sampai segala sesuatu terjadi. Yang mentakjubkan adalah bahwa banyak dari orang-orang Kristen abad pertama menyaksikan kehancuran Yerusalem pada masa mereka masih hidup.
Perkataan-perkataan Kristus digenapi sesuai dengan kata-kataNya, “Langit dan bumi akan lenyap, tetapi perkataan-perkataanKu tidak.” Sejauh menubuatkan mengenai Yerusalem akan dihancurkan, Yesus berkata bahwa tentang hari itu baik Dia, sebagai Anak Manusia, maupun malaikat-malaikat tidak ada yang tahu, kecuali Bapa; jadi Dia mengakhiri perkataanNya dengan nasehat untuk berhati-hati, berjaga-jaga dan berdoa.
Kita digodai untuk bertanya mengapa Kristus tidak tahu. Jawabannya adalah bahwa Dia datang di dalam daging sebagai Anak Manusia, meskipun Dia adalah Allah (I Timotius

3:16); dan karena itu, Dia mengosongkan diriNya dan mengambil bentuk seorang hamba, dan mendapatkan dirinya dalam rupa manusia (Filipi 2:7). Kristus Tuhan tahu segala sesuatu, tetapi Kristus Manusia tidak tahu hari atau waktu kehancuran Yerusalem. Kendatipun kita tidak dapat mengerti bagaimana ini bisa terjadi, kita dapat memilih untuk mempercayai Dia dengan pertolongan Roh Kudus. Rasul Paulus menjelaskan mengenai Roh Kudus sebagai yang sangat dibutuhkan bagi iman orang percaya ketika dia menulis: “Tidak seorangpun dapat berkata bahwa Yesus adalah Tuhan kecuali oleh Roh Kudus” (1 Korintus

12:3).

8.4. Nasehat supaya berjaga jaga

“Dan halnya sama seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggung-jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan tugas-nya, dan memerintahkan penunggu pintu supaya berjaga-jaga. Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu bilamanakah tuan itu pulang, menjelang malam atau tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta, supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur. Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!”

Kristus berbicara mengenai kehancuran Yerusalem, dan kemudian menjelaskan mengenai kedatanganNya yang kedua. Hal-hal ini terjadi pada waktu dan saat yang tidak ada seorangpun mengetahui dan kata-kataNya, “Berjaga-jagalah,” adalah untuk semua orang. Perumpamaan, dalam hubungannya dengan nasehatnya untuk berjaga-jaga, adalah tentang seorang yang memberi tugas kepada hamba-hambanya, memberi petunjuk pada penjaga

pintu untuk tetap berjaga-jaga karena kedatangannya bisa kapan saja dan tiba-tiba. Pada waktu itu, malam hari dibagi ke dalam empat bagian, masing-masing terdiri dari tiga jam, dan hamba-hamba tidak tahu pada malam yang mana tuan mereka akan datang.
Saudara Pembaca yang kekasih,
Apakah tugas yang Allah percayakan kepada anda? Bagaimana sikap anda sebagai seorang suami atau ayah di dalam rumah tangga? Bagaimana sikap dan tingkah-laku anda di antara kawan-kawan anda di pekerjaan? Jangan lupa bahwa masing-masing diberi tugas? Apakah yang diminta dari anda? Apakah anda menjalankan tugas-tugas anda dengan setia? Hari ini kita tahu bahwa Kristus akan datang, tetapi kita tidak tahu kapan hari atau jamnya. Kristus memberitahu kita untuk berjaga-jaga karena musuh-musuh mengepung dari luar dan dari dalam! Berjaga-jagalah, karena anda mempunyai tanggung-jawab untuk melayani Allah. Berjaga-jagalah, karena dalam waktu yang singkat Tuhan anda akan kembali dan memberi anda pahala! Kiranya Kristus mendapatkan kita sedang berjaga-jaga pada waktu Dia datang!

8.5. Perumpamaan tentang sepuluh gadis

“Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur.

Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: ’Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itupun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana, ‘Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam.’ Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu, “Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ.’ Akan tetapi waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata, ‘Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu!’ Tetapi ia menjawab, ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu.’ Karena itu

berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun saatnya” (Matius 25:1-13).

Di dalam perumpamaan Sepuluh Gadis, ada mempelai laki-laki yang saat kedatangannya untuk pernikahan masih ditunggu-tunggu. Ada dua kelompok yang terlibat di sini, yang satu bersiap-siap, yang lain tidak siap. Ketika saat pernikahan itu tiba, kelompok yang tidak siap mengira mereka bisa meminta tolong dari orang-orang yang sudah siap, atau mereka menyangka masih punya cukup waktu untuk mempersiapkan diri mereka sendiri. Tetapi pada waktu mempelai laki-laki tiba dan acara pernikahan itu dimulai, mereka menyadari
kekeliruan mereka. Ketika mereka meminta untuk dikasihani, sang tuan menanggapi dengan kata-kata sedih dan menakutkan, “Sesungguhnya, aku berkata kepadamu, aku tidak mengenal kamu.” Oleh karena itu mereka tidak diijinkan untuk mengambil bagian dalam pesta itu.

Melalui perumpamaan ini, Kristus bermaksud mengajarkan betapa pentingnya untuk bersiap-siap menyambut kedatanganNya dan untuk Hari Pertanggungan-jawab. Adalah
sia-sia untuk membayangkan, seperti yang diajarkan oleh beberapa orang, bahwa kebaikan dari orang-orang kudus akan berlimpah-limpah dan bersedia untuk menolong orang lain mendapatkan pengampunan dan masuk sorga. Dalam hal yang sama, perumpamaan ini menghapuskan harapan dari orang-orang yang membayangkan bahwa belas kasih ilahi terhadap orang-orang berdosa berlaku sampai di balik kubur.

8.6. Perumpamaan tentang talenta

“Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seo-rang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu dan beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi

dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya. Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya, ‘Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya, ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.’ Lalu datanglah hamba yang me-nerima dua telenta itu, katanya, ‘Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta.’ Maka kata tuannya itu kepadanya, ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.’ Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata, ‘Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam, yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah. Ini, terimalah kepunyaan tuan!’

Maka jawab tuannya itu, “Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut di tempat di mana aku tidak menanam? Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kau berikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya. Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi” (Matius 25:14-30).

Perumpamaan tentang Talenta menunjukkan bahwa Allah memberikan kepada orang-orang talenta yang berbeda-beda, namun pahala yang diberikan untuk kerajinan dan kesetiaan mereka adalah sama. Kedua hamba yang membawa kepada tuannya keuntungan menerima

perkenan dan pujian yang sama, kendatipun yang seorang mendapatkan keuntungan kurang daripada yang lain. Tetapi seorang yang tidak berusaha untuk mendapatkan keuntungan dihukum dan dibuang ke tempat di mana ada tangisan dan kertakan gigi. Dia tidak dihukum karena mencuri atau melakukan yang jahat, tetapi karena malas dan mengabaikan pemberian tuannya. Tidak diragukan lagi bahwa pemberian Allah yang terbesar kepada manusia adalah keselamatan kekal. Oleh karena itu, hukuman terbesar dan tangisan yang terpahit dan kertakan gigi adalah bagi mereka yang mengabaikan pemberian yang tidak ternilai harganya ini yang Kristus telah beli untuk mereka melalui kematianNya di kayu Salib.

8.7. Penghakiman terakhir

“Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaanNya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapanNya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kananNya

dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kananNya, ‘Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. ‘Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya, ‘Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?’ Dan Raja itu akan menjawab mereka, ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.’

Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiriNya, ‘Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatNya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan di dalam penjara, kamu tidak melawat Aku.’ Lalu merekapun akan menjawab Dia katanya, ‘Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?’ Maka Ia akan menjawab mereka, ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.’ Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal” (Matius 25:31-46).

Bagian penutup dari pengajaran kepada murid-murid di atas Bukit Zaitun ini tidak hanya mengharukan tetapi juga amat sangat berguna. Kristus menjelaskan mengenai dikumpulkan-nya semua orang pada Hari Pehukuman. Pada waktu itu, Tuhan akan menampakkan diri dalam semua kemuliaanNya sebagai Hakim yang duduk di atas takhta kemuliaan, dan semua malaikat kudusNya akan bersama dengan Dia. Bangsa-bangsa akan

dikumpulkan di hadapanNya, dan sebagai Gembala Yang Baik yang mengenal milik kepunyaanNya, Dia akan memisahkan domba dari kambing dengan menempatkan yang pertama di sebelah kanan di tempat penerimaan dan kehormatan, dan yang kemudian di sebelah kirinya di tempat pehukuman. Ketika orang-orang yang ditolak melihat Kristus, yang dalam kasih dan kemurahanNya mati sebagai tebusan bagi orang banyak, mereka tidak akan punya alasan untuk kegagalan mereka datang kepadaNya untuk keselamatan. Pada waktu itu, mereka akan menyadari bahwa Dia, sebagai Imam Besar yang penuh dengan belas kasihan, akan selalu siap untuk menerima mereka, karena Dia mengerti kelemahan setiap manusia,
dan sudah dicobai dalam segala hal sebagaimana kita. Tetapi bagi mereka, semuanya itu sudah sangat terlambat.
Hakim kemudian akan mengumumkan pahala-pahala yang disediakan bagi orang-orang yang ada di sebelah kananNya. Warisan yang dipersiapkan sebelum dunia dijadikan menantikan mereka, karena mereka diberkati oleh Bapa, dan Dia sudah mempersiapkan warisan itu untuk mereka. Dia juga akan menyatakan bagian bagi mereka yang ada di sebelah kiri, yang pada mulanya tidak dipersiapkan untuk mereka; yaitu api yang kekal yang ditetapkan untuk Setan dan malaikat-malaikatnya. Mereka memilih untuk dipimpin oleh si Jahat, dan menolak maksud tujuan Allah dan jalan yang sudah Dia sediakan untuk keselamatan mereka. Jadi, mereka tidak punya alasan lagi kalau Allah mengirim mereka ke tempat Setan, penguasa
yang mereka ikuti selama kehidupan mereka di bumi. Mereka lebih suka menunjukkan kesetiaan mereka pada Setan daripada mentaati Juruselamat. Alasan mendasar untuk pehukuman mereka adalah penolakan mereka untuk menerima Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan. Karena mereka meninggalkan dan tidak melakukan tugas yang sangat penting ini, maka mereka tidak melakukan apa yang diharapkan dari pengikut-pengikutNya,
mengabaikan pekerjaan khusus yang Dia tugaskan kepada mereka -- yaitu menolong
orang-orang yang malang dan kekurangan, khususnya pengikut-pengikutNya yang Dia sebut sebagai “saudaraKu.”
Melalui gambaran ini, Kristus menjadikan jelas bahwa memberi makan orang yang
kelaparan, memberi pakaian orang yang telanjang, mengunjungi orang-orang yang terpenjara dan sakit, memberikan tumpangan kepada orang-orang asing, dan melakukan
perbuatan-perbuatan sebagai pernyataan kasih, yang dilakukan karena mengasihi Dia, adalah seperti melakukan kepada Dia sendiri secara pribadi. Pelaku-pelaku belas kasihan ini dipahalai bukan hanya karena perbuatan-perbuatannya tetapi juga karena maksud tujuannya. Dalam hal yang sama, mereka yang gagal melakukan perbuatan-perbuatan baik ini kepada orang lain, karena tidak adanya kasih kepada Kristus, diperlakukan sesuai kegagalan mereka untuk mela-kukan hal-hal tersebut kepada Kristus. Allah adalah adil, Dia memperhatikan tidak hanya perbuatan-perbuatan baik yang manusia gagal untuk melakukannya, tetapi juga kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan, kedua hal itu akan menyebabkan manusia dibuang ke neraka. Ini merupakan salah satu dari pelajaran terberat dan hanya sedikit yang mempelajarinya.

Yudas Iskariot merupakan satu contoh dari orang yang menyerahkan dirinya secara sepenuh pada bujukan Setan. Ini mau tidak mau membawa dia kepada api yang dipersiapkan untuk Setan dan malaikat-malaikatnya. Pemisahan batinnya dari Kristus terbukti tiga hari sebelumnya ketika dia memprotes Maria karena mengurapi khaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal di Betani. Murid-murid yang lain barangkali tidak memperhartikan apa yang dilakukannya, karena kebaikan hati mereka. Sepertinya, sementara Yesus berbicara kepada murid-muridNya di Buki Zaitun, Yudas mengajukan alasan-alasan untuk meninggalkan mereka, kembali ke Yerusalem untuk melakukan apa yang Setan sudah sarankan kepadanya. Seorang dapat membayangkan bahwa hati nuraninya sedang bergumul keras sementara dia bertanya-tanya bagaimana caranya untuk memanfaatkan sikap perlawanan orang-orang Yahudi terhadap Kristus sebagai jalan untuk mendapatkan uang mereka dan persahabatan. Dia akan memerlukan pertolongan mereka kalau dukungan dari kantong uangnya tidak ada lagi, dan kalau dia tidak punya kesempatan untuk mencuri lagi. Dia tidak belajar dari perkataan Kristus bahwa kerajaanNya bukan berasal dari dunia ini, dan bahwa apa yang akan dihadapi oleh murid-muridNya adalah perlawanan, perlakuan yang semena-mena dan aniaya tanpa sebab. Tidakkah dia mengerti bahwa Kristus mengetahui pikirannya yang paling dalam dan rahasianya yang tersembunyi sekalipun? Karena dia tidak sedikitpun punya kecenderungan ke arah pertobatan dan kebenaran, maka faktor-faktor ini menyebabkan dia menjauh dari Yesus. Dan selanjutnya Setan mulai masuk ke dalam dia dan menguasai hatinya.

8.8. Penatua penatua Yahudi Berkomplot

Setelah Yesus selesai dengan semua pengajaranNya itu, berkatalah Ia kepada murid-muridNya, “Kamu tahu, bahwa dua hari lagi akan dirayakan Paskah, maka Anak Manusia akan diserahkan untuk disalibkan.” Pada waktu itu berkumpullah imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi di istana Imam Besar yang bernama Kayafas, dan mereka merundingkan suatu rencana untuk menangkap Yesus dengan tipu muslihat dan untuk membunuh Dia. Tetapi mereka berkata, “Jangan pada waktu perayaan, supaya jangan timbul keributan di antara rakyat.”

Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada

imam-imam kepala. Ia berkata, “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus (Matius 26:1-5; 14-16).

Pertemuan pada hari itu, di rumah Kayafas Imam Besar, diprakarsai oleh Setan. Juga hadir pada pertemuan itu Imam-imam Kepala, para ahli Taurat dan tua-tua bangsa Yahudi, yang memutuskan untuk menangkap Yesus dan membunuh Dia. Karena mereka sudah tidak dapat lagi mentolerir Kristus, mereka mau melakukan hal ini sebelum Perayaan, bila memungkinkan. Tetapi yang bijaksana di antara mereka menyadari bahwa bangsa itu tidak akan mendukung maksud tujuan mereka. Mereka memutuskan untuk menanti sesudah Perayaan di mana pada saat itu orang banyak -- khususnya kawan-kawan Kristus, yaitu

orang-orang Galilea -- akan kembali ke rumah mereka masing-masing. Itu adalah keputusan dari Dewan Sanhedrin. Tetapi bagi Dewan Sorga, hal itu sudah ditetapkan sejak kekekalan, bahwa pengorbanan Anak Domba Allah akan terjadi pada waktu Perayaan Paskah. Jadi, keputusan lain yang diambil oleh Sanhedrin akan sia-sia saja.
Setuju mendapatkan imbalan uang, Yudas menjanjikan untuk secara diam-diam menyerahkan Yesus sebelum Perayaan. Jelas sekali, para pemimpin menghadapi Yudas dengan penuh kecurigaan pada awalnya, karena sukar sekali bagi mereka untuk mengerti bahwa seorang murid Yesus mengkhianati Dia. Mereka sepertinya minta bukti yang cukup memadai sebagai jaminan atas kesetiaan Yudas terhadap mereka. Ketika dia meminta sejumlah uang, maka pada waktu itu dia menunjukkan pengkhianatannya yang sepenuh terhadap Kristus. Para tua-tua Yahudi barangkali melihat adanya tanda positif dalam keterlibatan Yudas, dengan perkiraan bahwa murid-murid yang lain akan mengikutinya dan mengkhianati Yesus juga. Mereka sangat senang dengan janji Yudas untuk menyerahkan Kristus dengan diam-diam. Mereka selanjutnya akan segera menyerahkan Dia ke tangan penguasa-penguasa Roma. Sesudah itu, tidak akan ada lagi ketakutan mereka terhadap orang banyak untuk membela Dia.
Karena para tua-tua tidak lagi memerlukan Yudas sesudah Perayaan, maka upah yang disetujuipun tidaklah banyak. Mereka membayar hanya untuk mempercepat penangkapan. Yudas menerima upah sedikit, mengira bahwa keterlibatannya tidak akan mendatangkan akibat apa-apa. Tetapi, dia salah besar dan baru sadar setelah melihat kenyataan
mengejut-kan yang akan segera kita lihat.

9. KRISTUS MENETAPKAN PERJAMUAN KUDUS

Kristus kembali ke Betani pada malam hari, bersama-sama dengan murid-muridNya. Jadi, hari Selasa sudah berlalu, dan Alkitab tidak memberitahu apa-apa tentang apa yang terjadi pada hari Rabu itu. Sepertinya Yesus dan murid-muridNya memanfaatkan waktu mereka dengan diam-diam di Betani pada hari itu demikian juga pada hari Kamis. Karena Yudas berada di antara mereka, dia tidak mampu untuk menyerahkan janjinya kepada para tua-tua secara cepat. Mereka barangkali mencurigai bahwa pendekatan Yudas kepada mereka hanya siasat saja, dan bahwa dia tidak bermaksud untuk menggenapi janjinya. Sementara itu, dia menjadi semakin dalam terlibat dalam ketamakan dan tipu muslihat, ketika mengamat-amati Guru dan kawan-kawannya, menunggu waktu dan saat yang tepat untuk mengkhianati Dia.
Ketika matahari terbit pada hari Kamis, Kristus hanya tinggal punya waktu semalam lagi sebelum penyalibanNya. Dia mengadakan waktu pada malam itu untuk makan Paskah bersama dengan murid-muridNya, yang sejak saat itu dikenal sebagai “Perjamuan Kudus atau Perjamuan Tuhan.” Selanjutnya pada malam itu, Dia berdoa dalam pergumulan yang berat di Taman Getsemane, dan tidak lama sesudah itu Yudas mengkhianati Dia. Kemudian,

Dia diadili dengan secara tidak sah di rumah Kayafas, Imam Besar. Malam itu dilanjutkan dengan dua malam di mana tubuhNya terbaring di kubur. Hal ini, kemudian, dilanjutkan dengan kebangkitanNya yang penuh dengan kemuliaan.

Pada hari pertama dari Hari Raya Roti Tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepadaNya dan berkata, “Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan Perjamuan Paskah bagiMu?” Jawab Yesus, “Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya, ‘Pesan Guru, WaktuKu hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-muridKu.” Lalu murid-muridNya melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah (Matius 26:17-19).

Pada hari Kamis pagi itu, Kristus menunjukkan tidak ada keinginan untuk pergi ke Yerusalem. Dapat disimpulkan bahwa Dia berkeinginan untuk makan Paskah di Betani. Peringatan ini terjadi pada hari keempat belas pada bulan Nisan, pada bulan itu sinar bulan nampak redup (sekitar bulan April), dan merupakan hari pertama dari Perayaan Paskah. Murid-murid mempersiapkan segala sesuatunya untuk Perjamuan Paskah pada malam itu, karena mempersiapkan anak domba, sayur pahit, anggur dan peralatan-perlatan makan banyak waktu. Yesus mengutus Petrus dan Yohanes dengan petunjuk yang agak kurang jelas dengan maksud untuk mencegah Yudas mengetahui tempat yang pasti. Dia memberitahu
mereka bahwa rumah yang Dia kehendaki untuk dipakai berada di daerah itu, dan pemiliknya harus diberitahu. Mereka menemukan tepat seperti yang diberitahukan kepada mereka, dan seorang yang ramah menunjukkan kepada mereka sebuah tempat yang luas, tertata rapi, di kamar loteng. Di situ, dua orang ini mempersiapkan segala sesuatunya sesuai dengan ketetapan Hukum Musa.

9.1. Kristus membasuh kaki murid murid Nya

Sebelum hari raya Paskah, ketika Yesus tahu bahwa waktuNya sudah tiba bahwa Dia harus meninggalkan dunia ini dan pergi kepada Bapa, yang sudah mengasihi umat milik kepunyaanNya sendiri yang berada di dalam dunia, Dia mengasihi mereka sampai kesudahannya. Dan ketika perjamuan itu hampir selesai, Setan yang sudah membisikkan ke dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia, Yesus, mengetahui bahwa Bapa sudah memberikan segala sesuatu ke dalam tanganNya, dan bahwa Dia sudah datang dari Allah dan kembali kepada Allah, bangkit dari meja makan, melepaskan jubahNya, mengambil sebuah handuk dan mengikat pinggangNya. Sesudah itu, Dia menuangkan air ke dalam sebuah baskom dan mulai membasuh kaki murid-murid, dan menyeka kaki mereka dengan handuk yang diikatkan pada pinggangNya.

Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepadaNya, “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?” Jawab Yesus kepadanya, “Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak.” Kata Petrus kepadaNya, “Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya.” Jawab Yesus, “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku.” Kata Simon Petrus kepadaNya, “Tuhan, jangan hanya kakiku saja tetapi juga tangan dan kepalaku!” Kata Yesus kepadanya, “Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah

bersih, hanya tidak semua.” Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata, “Tidak semua kamu bersih” (Yohanes 13:1-11).

Pada malam, Kristus dan sepuluh muridNya pergi ke Kamar Loteng, bergabung dengan Petrus dan Yohanes. Sebelum mengambil tempat masing-masing di meja, mereka harus membasuh debu jalan yang ada di kaki mereka, karena sandal yang mereka pakai menutupi sebagain kecil saja dari kaki mereka. Biasanya, pelayan-pelayan yang melakukan pembasuhan ini, karena tidak ada pelayan maka murid-murid akan saling membasuh kaki satu dengan yang lain. Tetapi, karena ini adalah perjamuan resmi, dan hal itu adalah sesuatu yang penting, mereka barangkali tidak bersedia untuk menjadi pelayan, masing-masing merasa diri mereka lebih tinggi dari yang lain. Karena alasan itu, mereka bertengkar satu dengan yang lain untuk mengetahui siapakah yang lebih besar (lihat Lukas 22:24). Sepertinya, orang utama yang ada di balik perdebatan ini adalah Yudas yang merasa diri paling tua, karena berasal dari Yudea dan yang memegang keuangan bagi kelompok itu. Kita membaca bahwa pertengkaran itu terjadi sesudah Setan membisiki Yudas untuk segera melakukan pengkhianatan terhadap Kristus.
Rasul Yohanes menggambarkan bagaimana Yesus sungguh sangat menyadari sepenuhnya otoritas menyeluruh yang Bapa sudah mem-berikan kepadaNya. Pengertian ini menjadikan contoh kerendahan hatiNya semakin bernilai. Dua belas murid tidak mau melakukan tugas membasuh kaki, jadi Kristus berdiri sesudah semua yang lain duduk di meja, melepaskan jubahNya, mengikatkan handuk di pinggangNya, dan mulai membasuh kaki murid-murid -- pelayanan yang mereka menolak untuk melakukan pada satu dengan yang lain. Jangan seorangpun mengira bahwa tindakan ini dilakukan dalam kemarahan. Yohanes menulis bahwa Kristus mengasihi milik kepunyaanNya sampai kesudahannya, dan kasih yang besar yang tidak tergoyahkan inilah yang menggerakkan Dia untuk membasuh kaki mereka. Melalui tindakan ini, Dia memberikan kepada mereka sebuah contoh keteladanan untuk diikuti. KasihNya pada mereka tetap sampai pada akhir kehidupanNya di bumi, di balik ujian-ujian keras yang sesekali ditandai dengan kegagalan dan kejatuhan. Dia bahkan membasuh kaki Yudas, si pengkhianat, dengan maksud untuk menegaskan lebih lanjut kebenaran ini. Tidakkah tindakan ini merupakan salah satu cara terakhir yang Juruselamat pergunakan sehubungan dengan rencana Yudas, mencoba melunakkan hatinya yang keras dan membawa dia kembali kepada pertobatan dan kesalehan?
John Chrysostom, salah satu dari bapa-bapa Gereja, percaya bahwa Kristus mulai dengan Yudas, karena Dia yang duduk paling dekat denganNya di sebelah kiri. Sepertinya, Petrus berada di depan Yohanes, di sebelah kanan. Jadi, Kristus sudah membasuh kaki semua orang, kecuali Yohanes, sebelum datang mendekati Petrus. Ketika tiba giliran Petrus, Dia
menentang dengan keras, dan masih kurang yakin ketika Kristus memberitahu bahwa nanti dia akan mengerti kegunaan dari pembasuhan ini. Sekali lagi dia memprotes, menyalahkan Gurunya dan kawan-kawannya yang menolak untuk melakukan tugas ini. Dia tidak

diragukan lagi beranggapan bahwa yang lain-lain lebih rendah dari dia baik dalam pengertian dan tingkah-laku, dan untuk ini dia mendapatkan peringatan yang keras dari Kristus:”Kalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku.” Sesudah Kristus mengatakan demikian, kita mendapatkan Petrus menjadi bersemangat, minta agar tangan dan kepalanya dibasuh juga. Ketundukannya bisa disebut sebagai “kerendahan hati yang palsu” atau “keangkuhan yang disembunyikan”, karena kerendahan hati yang benar menjadikan orang melupakan dirinya sendiri dan hanya memikirkan orang lain. Kristus mengoreksi kesalahan Petrus, menjelaskan bahwa tangan dan kepalanya tidak perlu dibasuh.
Dari kata-kata Kristus ini, kita mendapatkan pelajaran yang baik tentang dosa. Seorang yang sudah mendapatkan pengampunan melalui pertobatan dan iman tidak perlu mengulangi kembali, karena namanya ditulis dalam Kitab Kehidupan. Dia sudah menerima pengangkatan secara rohani dan menjadi anak Allah. Tetapi, karena secara menyeluruh dia tidak kebal dari jatuh ke dalam dosa melalui kelemahan atau ketidaktahuan, dia memerlukan pengampunan yang berbeda dari yang pertama -- yang terdiri dari pembasuhan kaki saja, dan bukannya seluruh tubuh. Semua murid sudah dilahirkan kembali kecuali Yudas. Dosa-dosanya berbeda dengan dosa-dosa mereka. Untuk alasan ini, Kristus berkata, “Kamu sudah bersih, hanya
tidak semua.” Rasul Yohanes menambahkan, “Karena Dia tahu siapa yang akan mengkhianati Dia. Karena itu Dia berkata: Tidak semua kamu bersih” (Yohanes 13:11). Orang yang benar-benar bertobat tidak kembali kepada kebiasaan lama tetapi berjuang untuk dilepaskan dari kebiasaan-kebiasaan itu. Pengampunan bagi orang yang demikian adalah pasti, demikian juga dengan keselamatannya, karena dia tidak bergantung pada
perbuatan-perbuatan dan ketaatannya, tetapi pada janji-janji Allah dan kasih kemurahanNya. Jika dia tetap saja kembali pada jalan-jalannya yang lama, pertobatannya tidaklah nyata. Yohanes menggambarkan orang yang seperti itu dalam suratnya yang pertama, “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka

sungguh-sungguh termasuk pada kita” (1 Yohanes 2:19).

Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempatNya. Lalu Ia berkata kepada mereka, “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan daripada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya. Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini, ‘Orang yang makan rotiKu, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku.’ Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa me-nerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku” (Yohanes

13:12-20).

Pada waktu Kristus selesai membasuh kaki setiap orang dan kembali ke tempatNya, Dia memberitahu murid-muridNya bahwa kebesaran yang sejati tidak bergantung pada kekayaan, kedudukan, hikmat, kepandaian atau pengetahuan, tetapi dalam hal melayani orang lain. Ukuran dari kebesaran terletak di dalam seberapa banyak kebaikan yang dilakukan
seseorang. Kristus kemudian mengulangi kembali rujukanNya pada pengkhianatan Yudas, mengatakan bahwa semua itu menegaskan keakuratan dari Firman yang diilhami dan sesuai dengan rencana sorgawi, agar tidak ada yang beranggapan bahwa apa yang dilakukan Yudas bertentangan dengan ketetapan ilahi. Tidak diragukan lagi, bahwa Yudas sudah dibaptiskan oleh Yohanes seperti halnya dengan murid-murid yang lain, dan Yesus bahkan sudah membasuh kakinya sebagai simbol pembersihan dari dosa. Ini menunjukkan bahwa bahkan yang terbaik dari pelaksanaan upacara-upacara keagamaan secara lahir, seperti sakramen dan ritus-ritus keagamaan lainnya, tidak menghasilkan keselamatan di dalam diri orang-orang yang menjalankannya, kecuali disertai dengan iman dan keyakinan yang nyata di dalam Kristus.

9.2. Kristus makan perjamuan paskah

Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu. Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepadaNya, “Bukan aku, ya Tuhan?” Ia menjawab, “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” Yudas yang hendak menyerahkan Dia itu, menjawab, katanya, “Bukan Aku, ya Rabi?” Kata Yesus kepadanya, “Engkau telah mengatakannya” (Matius 26:20-25).

Kita sudah melihat otoritas Kristus di Bait Allah Yerusalem untuk menyucikannya, pada hari Sabat Yahudi untuk memerdekakannya, dan pada Kitab Ilahi untuk menjelaskannya. Kita sekarang melihat Dia menjalankan kontrol pada Paskah Yahudi untuk mengubahnya. Hukum di dalam Torat menuntut bahwa setiap keluarga harus merayakan Perjamuan Paskah
bersama-sama. Tetapi Kristus mengutamakan hubungan rohani lebih dari hubungan jasmani, menjadikan murid-muridNya anggota-anggota keluargaNya, sesuai dengan kata-kataNya, “Sebab siapapun yang melakukan kehendak BapaKu di sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu” (Matius 12:50). Saudara-sudara Yesus yang sebenarnya berada di Yerusalem pada Paskah, tetapi mereka merayakannya terpisah dari saudara besar mereka. Ini menunjukkan kepada kita martabat dari kedudukan yang Kristus berikan kepada murid-muridNya tetapi tidak kepada orang lain -- bahkan tidak kepada ibuNya yang keberkatan.

Selama makan Paskah ini, sukacita dan kesedihan bercampur menjadi satu di dalam hati Kristus. Menyatakan kebahagiaanNya, Dia berkata, “Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita.” (Lukas 22:15). Dia bersukacita sementara Dia ambil bagian dalam Perjamuan Paskah, karena banyak mengandung arti. Dalam rincian dan peringatan, Paskah ini menunjuk pada keselamatan yang Dia akan segera selesaikan. Waktu kemenanganNya atas kuasa dan penguasa neraka semakin dekat. Dia akan meremukkan kepala ular yang akan menggigit tumitNya (Kejadian 3:15). Dia juga sangat bersukacita atas semakin mendekatnya kepulanganNya ke pangkuan Bapa. Ini juga menyenangkan murid-muridNya, karena akan memastikan mereka sebagai rasul-rasul, memampukan mereka untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dan menjamin mereka keberhasilan di dalam kehidupan mereka.
Disamping sukacita, Kristus juga sedih karena semua usahaNya untuk membaharui Yudas, si pengkhianat itu, ternyata tidak seperti yang diharapkan. Ini justru lebih menyakitkan dari
pada perlawanan dari orang-orang Yahudi. Kristus juga sedih atas kenyataan bahwa semua muridNya akan kehilangan iman di dalam Dia pada malam itu, menggenapi nubuat di dalam Taurat yang mengatakan, “Bunuhlah gembala, sehingga domba-domba tercerai-berai!” (Zakharia 13:7). Lebih lanjut, murid utamaNya, Simon Petrus, akan lebih banyak berbicara dari pada yang lain-lain di dalam penyangkalannya yang sementara. Yesus berduka atas kelemahan murid-muridNya yang Dia kasihi, yang bergantung kepada kepemimpinanNya pribadi. Ini juga merupakan saat perpisahan yang menyakitkan. Sebagai Anak Manusia, Dia sedih atas apa yang akan ditimpakan kepadaNya dalam penderitaan jasmani dan bahkan yang lebih menyakitkan adalah penderitaan rohani.
Kristus memberitahu murid-muridNya bahwa salah seorang dari mereka akan menyerahkan Dia kepada musuh-musuhNya, para tua-tua Yahudi. Ketika Yudas bertanya, apakah itu dia, Yesus menjawab, “Engkau sudah mengatakannya.” Mencelupkan potongan roti ke dalam pinggan berisi sayur pahit, Yesus memberikannya kepadanya.
Paskah Yahudi berakhir dengan penolakan Yudas untuk menyambut kasih Kristus yang diberikan kepadanya. Alkitab mengatakan bahwa Setan masuk kepadanya, maksudnya semakin memperkencang pegangannya atas Yudas. Kristus berkata kepadanya, “Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera.” Yang lain tidak mengerti, mengira bahwa perkataan itu mengingatkan tentang pelayanan kasih yang Yesus minta agar dia melakukannya. Sesudah makan sepotong roti yang terakhir, Yudaspun pergi; dan waktu itu hari sudah malam. Malam itu akan dilanjutkan dengan malam-malam yang lebih gelap lagi dari pehukuman kekal. Betapa besar kejatuhan Yudas, dari kedudukan tinggi dan terhormat di antara murid Yesus, merosot sebagai pengkhianat, ke dalam lobang kejahatan,
keputus-asaan, dan siksaan, terdampar ke dalam api pehukuman kekal.
Kejatuhan Yudas ke dalam neraka terjadi secara bertahap, sebagaimana hal itu terjadi dengan orang lain. Dia jatuh karena dia tidak berjaga dan berdoa untuk dilepaskan dari ketamakan

dan kemunafikan. Dia menuju ke satu tempat yang sudah disediakan. Kekerasan hatinya semakin bertambah karena dia menolak kebesaran hati Kristus yang ditujukan kepadanya. Dia mengikuti kecenderungannya yang rusak, padahal dia bisa mengalahkan dan merubahnya. Jadi, dia dikuasai dan dihancurkan oleh ketamakan dan kemunafikan itu.
Yudas pergi meninggalkan murid-murid untuk mencari kawan-kawan barunya dan memberitahu mereka bahwa Yesus ada dekat di mana mereka dapat menangkapNya dengan mudah. Beban terangkat dari hati Kristus, karena Dia berkata, “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan” (Yohanes 13:31). Sampai di sini, murid-murid mengerti bahwa Guru mereka akan diserahkan kepada musuh-musuhNya yang akan membunuh Dia, tetapi mereka masih belum bisa menangkap makna atau arti dari kematianNya. Oleh karena itu, Dia menjelaskan kepada mereka maksudnya dengan melalui sakramen baru, yang bisa dilihat dan dimengerti: Perjamuan Tuhan ( atau Perjamuan Kudus). Dia mengkaitkannya dengan Perjamuan Paskah di masa dahulu, memudahkan mereka untuk menerima dan memahaminya.

Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya, lalu memberikannya kepada murid-muridNya dan berkata, “Ambillah, makanlah, inilah tubuhKu.” Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur, lalu memberikannya kepada mereka dan berkata, “Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa. Akan tetapi Aku berkata kepadamu, mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan BapaKu.” Sesudah menyanyikan nyanyian pujian, pergilah Yesus dan murid-muridNya ke Bukit Zaitun (Matius

26:26-30).

Sepotong roti tidak beragi yang Yesus ambil melambangkan kemerdekaan dari ragi yang lama dan kerusakan. Sesudah memecah-mecahkannya dan mengucapkan syukur, Dia membagi-bagikannya kepada murid-muridNya, sambil berkata, “Ambillah, makanlah, inilah tubuhKu.” Dalam menaikkan syukur, Dia mengingatkan murid-muridNya untuk berterima kasih kepada Tuhan di sorga untuk setiap pemberian yang baik.
Roti tidak akan merawat tubuh kecuali pertama-tama dipecah-pecahkan. Oleh karena itu, pada waktu kita memecahkan roti bersama-sama, kita mengingat bahwa Kristus menghidupkan mereka yang “mati” di dalam dosa-dosa karena Dia menderita dan mati sebelum Dia bangkit kembali. Kristus mengingatkan murid-murid bahwa Dia adalah yang sudah diberi otoritas oleh Bapa. Adalah Dia yang berkat-berkatNya menjadikan kaya dan Dia tidak menambahkan susah payah di dalamnya (Amsal 10:22). Ketika Dia memberikan roti dari tanganNya ke tangan mereka, Dia mengingatkan mereka bahwa Dia adalah Jalan, Kebenaran, dan Kehidupan, dan bahwa tidak ada seorangpun sampai kepada Bapa kecuali melalui Dia. Dalam mengatakan, “Ambillah, dan makanlah,” Dia membiarkan mereka untuk mengetahui bahwa apa yang Dia kerjakan untuk keselamatan mereka akan sia-sia kecuali mereka menakai kehidupanNya; maksudnya yaitu, kecuali mereka menerimanya secara

rohani. Setiap orang harus secara pribadi menerima Dia dan karyaNya dengan iman. Penerimaan secara rohani ini ditunjukkan dalam proses memakan secara jasmani.
Pada waktu Yesus mengatakan bahwa tubuhNya akan dipecah-pecahkan untuk mereka, Dia menjelaskan bahwa Dia menetapkan roti yang dipecahkan dalam perayaan yang baru ini sebagai simbol dari kematianNya atas dosa-dosa dunia. Satu tahun sebelumnya, Dia sudah berbicara dengan perkataan yang keras pada orang-orang Yahudi di rumah sembahyang di Kapernaum mengenai hal makan tubuhNya dan minum darahNya dalam pengertian rohani (Yohanes 6). Tetapi, kata-kata ini membuat tersinggung hampir semua orang yang adalah pengikut-pengikutNya. Tidak ada sesuatu yang baru sebenarnya di dalam pengajaran yang mengatakan bahwa tubuhNya adalah Roti Hidup yang dimakan secara rohani dalam Perjamuan Tuhan. Kegunaan baru yang diungkapkan dari kata-kata lama ini adalah cukup memadai untuk menghentikan tafsiran-tafsiran harafiah yang Dia memperingatkan kita untuk menolaknya. Maksud tujuan Kristus yang sebenarnya adalah rohani. Pemahaman secara rohani dari kata-kata Kristus juga dinyatakan kalau kita mempertimbangkan bahwa tubuhNya tidak dipecah-pecahkan pada saat Dia mengatakan, “Inilah tubuhKu ”; seluruh tubuhNya dan roti sepotong secara nyata kedua-duanya ada pada saat itu.
Yesus memberikan kepada mereka cawan dan menjelaskan maknanya sebagai darahNya yang ditumpahkan untuk banyak orang, bagi pengampunan dosa. Darah memegang peranan penting di dalam ajaran-ajaran Perjanjian Lama, mulai sejak saat di mana Allah menerima korban persembahan darah dari Habil dan menolak korban persembahan yang tanpa pencurahan darah dari Kain (Kejadian 4). Keseluruhan dasar dari sistim hukum Musa didasarkan pada darah. Tetapi, semua darah kambing dan kambing jantan dan semua binatang lainnya tidak ada nilainya sama sekali kecuali dalam hal melambangkan Kristus, Anak Domba Allah, yang mencurahkan darahNya untuk dosa-dosa dunia. Sebagaimana darah menyelamatkan anak-anak sulung Yahudi di Mesir, ketika dipercikkan pada ambang pintu rumah orang-orang Ibrani di Mesir (Keluaran 12:13), demikian juga darah Anak Domba Allah menyelamatkan orang berdosa dari pehukuman kekal bilamana diterapkan dengan iman. Oleh karena itu, cawan Perjanjian Baru tidaklah sama dengan yang diambil pada kehadiran Yudas Iskariot, yang semua keturunan Abraham diwajibkan untuk meminumnya, tidak peduli bagaimanapun karakternya. Melainkan, cawan itu berbicara mengenai darah, yang dalam beberapa jam lagi, akan mengalir dari Salib dan dari Dia yang pengorbananNya akan mendatangkan kebaikan bagi semua orang percaya.

9.3. Kepentingan dari Perjamuan Kudus

Pada waktu Kristus berkata, “Perbuatlah ini sebagai peringatan akan Aku,” Dia memerintahkan kepada semua pengikutNya yang benar -- mulai sejak saat itu sampai kedatanganNya kembali -- untuk mentaati mengadakan sakramen yang kudus dan misterius ini. Dalam cara ini, ingatan akan kematianNya yang merupakan penebusan bagi semua

manusia itu akan tetap hidup dan disegarkan di dalam pikiran dari semua orang yang mengambil bagian. Pesta Perkawinan Anak Domba di masa yang akan datang, dipersiapkan bagi semua orang percaya melalui karya pengorbanan Kristus yang sempurna, adalah pesta perjamuan di mana cawan sukacita mereka akan melimpah di hadapan kekudusan dan kebesaran Allah (Wahyu 19:6-9).
Perjamuan Tuhan merupakan bukti dan meterai kasih di antara orang-orang percaya. Yesus berkata, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yohanes 13:34). Jadi, kasih kepada saudara-saudara di dalam iman, yang orang percaya tunjukkan kepada orang lain, menjadikan dia lebih dekat pada orang percaya itu dari pada terhadap saudara secara alami yang bukan orang percaya.

9.4. Nasehat nasehat untuk Petrus

Maka berkatalah Yesus kepada mereka, “Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: ‘Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai.’ Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea.” Petrus menjawabNya, “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.” Yesus berkata kepadanya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” Kata Petrus kepadaNya, “Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau.” Semua murid yang lainpun berkata demikian juga (Matius

26:31-35).

Ketika Kristus memberitahu murid-muridNya bahwa Dia akan segera meninggalkan mereka untuk pergi ke suatu tempat di mana mereka tidak dapat mengikuti Dia, Petrus menjadi salah tingkah sebagaimana biasanya. Tanggapannya dimaksudkan baik karena perhatiannya yang kuat, tetapi dia tidak mengetahui kelemahannya sendiri. Kristus harus memberitahu dia bahwa sebelum ayam berkokok menjelang pagi, dia akan menyangkali Gurunya tiga kali. Pada waktu yang sama untuk mencegah kesombongan dan penghinaan dari yang lain-lain, Dia menambahkan juga bahwa mereka semua akan meninggalkan Dia pada malam itu, dengan demikian menggenapi nubuat Zakharia tentang gembala dan domba yang
tercerai-berai (Zakharia 13:7). Kristus sudah memberitahu kepada mereka untuk mengasihi satu dengan yang lain seperti Dia mengasihi mereka. Itu adalah perintah yang meminta mereka untuk membela satu dengan yang lain. Tetapi Petrus segera saja melanggar perintah itu dengan berusaha untuk membela diri sendiri. Dia bahkan mengisyaratkan bahwa jika yang lain-lain jatuh, tidak demikian dengan dia! Dengan kata-kata ini, Dia menjadikan Kristus pendusta. Dia seharusnya mendengarkan perkataan Salomo, “Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan” (Amsal 16:18). Kata-kata Rasul Pauluis perlu untuk diper-hatikan oleh semua, “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh” (1 Korintus 10:12). Pertumbuhan rohani orang percaya tidak bergantung pada usahanya sendiri.

“Simon, Simon, lihat Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum. Tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.”

Lalu Ia berkata kepada mereka, “Ketika Aku mengutus kamu dengan tiada membawa pundi-pundi, bekal dan kasut, adakah kamu kekurangan apa-apa?” Jawab mereka, “Suatupun tidak.” KataNya kepada mereka, “Tetapi sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia

membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang. Sebab Aku berkata kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi padaKu, ‘Ia akan terhitung di antara pemberontak-pemberontak.’ Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi.” Kata mereka, “Tuhan, ini dua pedang.” JawabNya, “Sudah cukup” (Lukas 22:31, 32;35-38).

Karena Kristus tahu bahwa Petrus akan jatuh parah dengan segera, Dia menasehati Dia untuk bangun kembali sesudah itu, dan memperingatkan dia untuk tidak sombong sesudah pulih kembali. Dia memberitahu dia bahwa Setan sudah meminta untuk menampi dia seperti gandum, tetapi Dia berdoa untuk dia agar imannya tidak jatuh. Jadi, meskipun Setan
membuat rencana yang jahat, Allah dapat mengijinkan rencana itu terjadi untuk maksud-maksud pemurnian yang sangat berguna.
Petrus secara khusus didoakan karena dia memerlukan sejumlah pelajaran dalam kerendahan hati dan kepercayaan. Melalui kegagalannya, dia belajar tentang tanggung jawabnya terhadap saudara-saudaranya bilamana mereka jatuh; doa Yesus untuk dia dijawab.
Kristus selanjutnya mengingatkan murid-muridNya tentang pemeliharaanNya terhadap mereka di masa lalu. Ketika Dia mengutus mereka untuk berkhotbah, mereka tidak punya apa-apa. Tetapi sekarang, keadaan berbeda. Pada waktu dulu, hanya untuk jangka waktu yang pendek dan di negeri mereka sendiri (Lukas 9:1-6). Tetapi sekarang, mereka akan berjalan jauh dan luas untuk memberitakan di antara orang-orang asing. Oleh karena itu, mereka perlu membawa uang dengan mereka. Jika perlu, mereka akan menjual jubahnya untuk membeli pedang untuk membela diri melawan perampok-perampok. Kristus mengatakan di sini bahwa orang Kristen harus memakai hikmat di dalam membela dirinya sendiri, pada waktu dunia beramai-ramai melawan dia.
Yesus menjadikan jelas bahwa Dia tidak bermaksud untuk membela diriNya karena kematianNya sudah diberitahukan di dalam Alkitab dan tidak dapat dihindari. Apa yang Dia katakan, ”Sudah cukup,” ketika murid-murid memberitahu Dia, “Tuhan, ini dua pedang,” dipergunakan oleh guru-guru agama zaman dahulu untuk menyuruh diam karena ketidaktahuan dari murid-murid mereka. Murid-murid tidak mengerti apa yang dimaksudkan Kristus. Dari catatan mengenai penangkapanNya di Taman Getsemane, kita tahu bahwa Dia tidak mau mereka memakai kekerasan untuk membela Dia. Sesudah Petrus memotong
telinga Malkhus, dalam usahanya untuk melindungi Gurunya dari kekasaran orang banyak, Yesus berkata, “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa

menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang” (Matius 26:52).

10. KRISTUS DI KAMAR LOTENG

Sesudah menetapkan Perjamuan Tuhan, Kristus menasehati murid-muridNya, dan apa yang dikatakanNya memenuhi tiga pasal dari Injil Yohanes (14-16). Dia memulainya dengan mengatakan, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu.” Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKu, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada” (Yohanes 14:1-3). Ini adalah pernyataan yang mentakjubkan, yang berasal dari seorang yang tahu dengan jelas bahwa sebelum matahari terbenam pada hari berikutnya
orang-orang yang kepada mereka Dia memberi nasehat akan tercerai-berai, menyembunyikan diri dari wajah musuh-musuhNya dan musuh-musuh mereka. Dia sendiri akan disalibkan di antara dua orang pencuri. Dengan dasar apa Dia berbicara sebagai seorang pememang? Apa yang harus kita katakan sehubungan dengan kata-kataNya: “Akulah jalan, dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes

14:6); “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal BapaKu. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa ” (Yohanes 14:7, 9b); “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta di dalam namaKu, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepadaKu dalam namaKu, Aku akan melakukannya.” (Yohanes 14:12-14)

Dia memberikan kepada mereka janji-janji yang terbesar, karena kesejahteraan mereka akan bergantung pada Dia. Kesejahteraan dari Gereja dan keberhasilan dari anggota-anggotanya dalam setiap abad juga sebagai hasil dari kuasa pemeliharaanNya. Dia berkata, “Jikalau
kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam
kamu” (Yohanes 14:15-18). Yesus mengulangi kembali kata-kataNya tentang hubungan antara mengasihi Dia dan menuruti perintah-perintahNya, dan Dia menunjukkan hasil yang indah dari ketaatan dengan mengatakan: “Barangsiapa memegang perintahKu dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh BapaKu dan Akupun mengasihi Dia dan akan mentakan diriKu kepadanya” (Yohanes 14:21). Agar murid-murid tidak menjadi putus-asa karena akan kepergianNya, Dia

menambahkan, “Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada BapaKu, sebab Bapa lebih besar daripada Aku” (Yohanes 14:28). Siapakah orang lain yang dapat memberikan penjelasan seperti itu kecuali Kristus, yang adalah Allah berinkarnasi, membuat pernyataan-pernyataan besar dengan kuasa sorgawi yang luarbiasa.
Kristus adalah Raja Damai -- yang kelahiranNya diberitakan dengan ekspresi damai sejahtera dan perkenan Allah oleh malaikat-malaikat dari sorga. Dia berkata, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahteraKu Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu” (Yohanes 14:27). Orang-orang tidak seharusnya berkata, “Damai sejahtera atasNya, “ tetapi, “Damai sejahtera dari Dia.” Rasul-rasul menegaskan hal ini dalam ajaran-ajaran mereka.
Yesus mengalihkan perhartianNya dari murid-murid kepada peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di kota pada tengah malam. Dia dapat melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh murid-muridNya: orang banyak yang berkumpul di rumah Imam Besar, mempersiapkan tindakan kejahatan yang paling tercela dalam sejarah. Dia tidak hanya melihat persekongkolan jahat dari para tua-tua Yahudi, pembantu-pembantu mereka, dan Yudas, tetapi juga melihat musuh utamaNya, yaitu Setan, yang memimpin mereka dalam rencana jahat sementara mereka tidak sadar akan kehadirannya secara rohani di tengah-tengah
mereka. Dia melihat semuanya itu dan berkata, “Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikitpun atas diriKu” (Yohanes 14:30). Setan, penguasa dari dunia ini, sudah menghalangi setiap nabi -- paling tidak dalam hal-hal tertentu -- tetapi tidak atas Anak Manusia, yang sempurna tanpa dosa dan tanpa kesalahan.

10.1. Perumpamaan tentang pokok anggur

“Akulah pokok anggur yang benar dan BapaKulah pengusahanya. Setiap ranting padaKu yang tidak berbuah, dipotongNya dan setiap ranting yang berbuah dibersihkanNya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku” (Yohanes 15:1-4).

Dengan perkataan ini, Kristus menekankan hubungan yang kuat antara diriNya dan
orang-orang yang percaya di dalam Dia. Dia menyamakan diriNya dengan pokok anggur,
dan orang-orang percaya ranting-rantingnya. Dia mengajarkan bahwa hal yang penting dalam hubungan dengan Dia adalah buah, karena Allah dipermuliakan dengan buah itu. Dengan melalui orang-orang percayalah Dia menyatakan buahNya, sebagaimana pokok anggur menghasilkan buah melalui ranting-rantingnya. Dan bagi ranting-ranting yang tidak berbuah, dipotong dan dibakar. Satu-satunya jalan untuk berbuah-buah adalah tetap tinggal di dalam Dia; maksudnya tetap berhubungan dekat dan dipersatukan dengan Dia. Keterpisahan yang

terjadi antara pokok anggir dan ranting-rantingnya akan menyebabkan tidak berbuah-buah, ranting menjadi kering, dan menjadi penyebab kematian. Tetapi tetap di dalam Dia memastikan keberlangsungan sukacita di dalam setiap orang percaya. Adalah diinginkan dan dikehendaki agar setiap orang percaya menikmati berkat dari hubungan yang terus-menerus bersama Dia.

11. Pertanyaan pertanyaan untuk menolong mengetahui pemahaman anda

Jika anda sudah mempelajari buku ini, maka anda akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan mudah.

1. Apa sajakah tiga perumpamaan yang Yesus sampaikan di dalam Lukas 15? Mengapa Dia menyampaikan perumpamaan-perumpamaan ini?

2. Apakah yang anda pelajari dari kisah mengenai si anak sulung di dalam Perumpamaan

Anak Yang Hilang?

3. Apakah pelajaran yang anda pelajari dari perumpamaan mengenai Para Penggarap Kebun

Anggur yang jahat?

4. Manfaat apa yang anda terima dari Perumpamaan tentang Orang Kaya dan Lazarus?

5. Mengapa Kristus memberitahu kepada orang muda yang kaya bahwa tidak ada seorangpun yang benar kecuali Allah?

6. Mengapa Kristus menangisi Yerusalem?

7. Dengan kuasa apa Kristus menyucikan Bait Allah untuk yang kedua kalinya?

8. Apakah yang merupakan perintah terbesar?

9. Dari perkataan Kristus dalam Matius 25:31-46, apakah tanda yang membedakan antara domba dari kambing?

10. Apakah hubungan antara pokok anggur dan ranting-rantingnya? Bagaimana ini menggambarkan hubungan antara orang-orang percaya dan Kristus?