KEHIDUPAN KRISTUS

Buku VII - KEMATIAN DAN KEBANGKITANNYA YANG PENUH KEMULIAAN

by George Ford

Table of contents

  1. PENANGKAPAN KRISTUS DI TAMAN GETSEMANI
  2. KRISTUS DIADILI OLEH TUA TUA YAHUDI
  3. PENGADILAN KRISTUS OLEH GUBERNUR ROMAWI
  4. PENYALIBAN KRISTUS
  5. KRISTUS DI DALAM KUBUR
  6. KRISTUS BENAR BENAR BANGKIT!
  7. PENAMPAKAN PENAMPAKAN KRISTUS SESUDAH KEBANGKITAN
  8. KENAIKAN KRISTUS KE SORGA
  9. Pertanyaan pertanyaan untuk menolong mengetahui pemahaman anda

1. PENANGKAPAN KRISTUS DI TAMAN GETSEMANI

Maka sampailah Yesus bersama-sama murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya, “Duduklah di sini, sementara Aku pergi di sana untuk berdoa.” Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus serta-Nya. Maka mulailah Ia merasa sedih dan gentar, lalu kata-Nya kepada mereka, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku” (Matius 26:36-38).

Sebuah obyek yang berjalan ke depan dengan cahaya yang berada di belakangnya menimbulkan bayangan ke depan. Jadi, Salib yang semakin mendekat, dengan terang keselamatan di belakangnya, mendatangkan bayangan yang sungguh suram; Yudas Iskariot baru saja meninggalkan Kamar Loteng, dan waktu itu malam hari -- sungguh malam yang sangat gelap. Sesudah kepergian Yudas, Kristus menetapkan “Perjamuan Tuhan” dan membicarakan maksud tujuannya. Kemudian Dia menyampaikan khotbah yang berkesinambungan kepada murid-murid-Nya, dilanjutkan dengan doa-Nya sebagai Imam Besar. Tidak diragukan lagi, bahwa hampir tengah malam ketika doa-Nya selesai, dan rencana jahat untuk kematian-Nya yang sedang berlangsung di dalam kota sudah siap untuk dilaksanakan. Tetapi Yesus, pada jam-jam yang menakutkan ini, tidak dapat menghadapi dengan tanpa terlebih dahulu mengadakan waktu sendiri dengan Bapa, sebagai persiapan untuk apa yang akan terjadi dengan-Nya.
Kristus meninggalkan Kamar Loteng ditemani dua belas murid-Nya. Mereka secara diam-diam melewati gang-gang sempit di bawah lindungan kegelapan, menyeberangi Lembah Kidron pada saat bulan purnama, menuju ke arah tenggara ke-sebuah taman di kaki Bukit Zaitun. Taman ini milik dari salah seorang sahabat Kristus di se-buah daerah yang disebut Getsemani, yang artinya “pemerasan minyak.” Tradisi me-ngatakan bahwa
pohon-pohon yang ada di taman itu adalah pohon-pohon zaitun, dan Kristus bisa memilih tempat yang baik di antara pohon-pohon ini sebagai tempat yang tepat un-tuk menyendiri berdoa.
Pada waktu memasuki taman, Kristus meminta delapan orang murid-Nya duduk. Dia menasehati mereka untuk berdoa agar jangan jatuh ke dalam pencobaan yang segera akan datang. Dia melangkah lebih jauh ke dalam taman dengan tiga orang murid-Nya yang terdekat -- Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Mereka bertiga ini menemani Yesus ketika dimu-liakan di atas gunung di mana keberadaan-Nya sebagai Anak dinyatakan. Sementara
berada di sana, Dia berada dalam keadaan sukacita dan penuh kemuliaan. Tetapi sekarang, mereka melihat Dia dalam keadaan berduka, karena dikuasai oleh kesedihan yang mendalam. Tetapi suasana baru di dekat Bukit Zaitun ini sangat perlu, agar dengan demikian mereka mengerti kemanusiaan-Nya yang sejati. Kristus, pada waktu dipermuliakan, menampilkan

kebesaran-Nya yang luarbiasa, bagaikan cahaya matahari di cakrawala. Tetapi sementara berada di Getsemani, Dia menunjukkan awal permulaan dari penghinaan dan
penderitaan-Nya. Cahaya dari kemuliaan-Nya menjadi redup dan gelap, seperti terkena gerhana; tetapi keredupan-Nya ini tidak kurang ajaib dari kemuliaan-Nya yang terdahulu, karena dua kejadian ini amat sangat berhubungan.
Kristus memilih untuk menyendiri dalam peperangan-Nya yang terakhir dengan Setan, pertemuan-Nya dengan Bapa-Nya, dan penyerahan-Nya secara total pada kehendak-Nya. Kita terheran-heran melihat bahwa Kristus, yang satu jam sebe-lumnya penuh dengan
sukacita ketika menyampaikan khotbah dan menaikkan doa, sekarang mengatakan, “Jiwa-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya.” Alasan untuk ini adalah bah-wa saatnya sudah tiba, yang untuk itu Dia sudah datang dari sorga. Dia meminta kepada ketiga murid-Nya untuk tetap berjaga bersama Dia. Dia berjalan sepelemparan batu jauhnya, menjatuhkan diri-Nya berlutut ke tanah, dan mulai berdoa. Betapa rendah hati, betapa indah dan jujur
permintaan-Nya, “Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.”

1.1. Kristus berdoa di Getsemani

Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Setelah itu Ia kembali kepada murid-murid-Nya itu dan mendapati mereka sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus, “Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan. Roh memang penurut, tetapi daging lemah.” Lalu Ia pergi untuk kedua kalinya, dan berdoa, kata-Nya, “Ya

Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah

kehendak-Mu!” Dan ketika Ia kembali pula, Ia mendapati mereka sedang tidur, sebab mata mereka sudah berat. Ia membiarkan mereka di situ lalu pergi dan berdoa untuk ketiga kalinya dan mengucapkan doa yang itu juga. Sesudah itu Ia datang kepada murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka, “Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Lihat, saatnya sudah tiba, bahwa Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa. Bangunlah marilah kita pergi. Dia yang me-nyerahkan Aku sudah dekat” (Matius 26: 39-46).

Di sini kita melihat Kristus, pahlawan sorga, Anak Allah yang tunggal dan yang setara dengan Dia, menghindarkan diri dari apa yang Dia lihat pada jam itu saat di mana wajah Bapa-Nya akan tersembunyi dari Dia. Keadaan-Nya yang sedemikian itu bisa dimengerti kalau kita menyadari bahwa kematian-Nya sebagai ketebusan mengharuskan-Nya untuk
menanggung dosa dari umat manusia, Dia tidak dapat menjalankannya dengan tenang-tenang saja. Kenyataan inilah yang merupakan alasan dari kesedihan-Nya dan doa-doa
permohonan-Nya agar saat-saat seperti ini dilalukan dari Dia bilamana mungkin. Jika saja Bapa punya cara lain untuk menyelamatkan dunia tanpa Dia harus menderita aniaya yang tidak terkatakan! Tiga kali Dia meminta kepada Bapa untuk melepaskan Dia dari saat itu; Dia bergumul berat, berdoa dengan ratapan dan keluh-kesah, sampai keringat-Nya jatuh ke tanah

seperti tetes-tetes darah. Tetapi Dia menolak untuk menanggung ketidaksenangan Bapa-Nya bahkan untuk sesaatpun.
Kristus tahu bahwa Setan tidak hanya menyerang Dia saja, tetapi juga menyerang
murid-murid-Nya. Serangan-serangan yang jahat ini dimaksudkan agar Dia menolak karya Penebusan di Kayu Salib. Oleh karena itu, Kristus memperingatkan murid-murid-Nya terhadap serangan Setan, dan Dia meminta mereka untuk berjaga dan berdoa bagi Dia dan mereka sendiri. Orang akan mengira bahwa keadaan tidak bersemangat adalah tidak mungkin bagi mereka dalam menghadapi saat-saat seperti itu. Tetapi mereka segera saja tertidur,
persis seperti yang mereka lakukan di Bukit pada waktu Yesus dipermuliakan.
Sementara murid-murid tertidur, Kristus berlutut di dalam doa dan bersekutu dengan
Bapa-Nya. Dia tidak hanya meminta agar ujian berat yang akan ditimpakan berlalu dari Dia, tetapi menambahkan, “tetapi janganlah seperti yang Ku-kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Ketika Dia selesai berdoa, Dia kembali menemui murid- murid-Nya dan dengan lembut menegur mereka, dimulai dengan Petrus. Dia sangat sedih karena kemalasan mereka, menunjukkan kelemahan mereka.
Sekali lagi Dia berdoa, kali ini lebih bersungguh-sungguh lagi. Sesudah agak lama, Dia mendapatkan bahwa ketiga murid-Nya masih tidur dan tidak mampu menanggapi ketika Dia men-coba untuk membangunkan mereka; jadi untuk ketiga kalinya Dia pergi dan berdoa, mempergunakan kata-kata yang sama yang sudah Dia naikkan sebelumnya. Karena Bapa tidak menja-wab semua permohonan Kristus, kita mendapatkan perlunya Dia untuk menjalani penderitaan ini. Allah, di dalam kasih-Nya yang tidak terbatas, tidak biasanya meninggalkan Anak-Nya untuk menderita seperti itu, kecuali bahwa hal itu mutlak tidak dapat dihindari lagi. Bapa, yang mengasihi seluruh umat ma-nusia yang jatuh, tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi menyerahkan Dia untuk kita semua (Roma 8:32).
Ketika Kristus membangunkan ketiga murid-Nya untuk yang ketiga kalinya, Dia memberitahu mereka bahwa kesempatan untuk berjaga dan berdoa sudah lewat. Sekarang tidak ada lagi gunanya, entah mereka bangun atau tidur karena saat-Nya sudah tiba. Meskipun murid-murid yang Dia kasihi tertidur semua, si pengkhianat Yudas Iskariot tetap terjaga; dia tidak memerlukan siapapun untuk mendorong dia agar tetap berjaga-jaga. Meskipun Yesus sudah berulang-ulang kali berusaha un-tuk melatih dia di dalam kebenaran dan keselamatan, Dia sekali lagi menunjukkan keprihatinan-Nya terhadap orang ini yang akan mengkhianati dirinya sendiri dan Gurunya demi untuk tiga puluh keping uang perak.
Kristus menyerahkan diri-Nya kepada Bapa-Nya di dalam taman sebelum Dia menyerahkan tubuh-Nya kepada musuh-musuh di pintu gerbang. Di dalam tindakan menyerahkan seluruh keberadaan diri-Nya, secara mendasar keselamatan diselesaikan. Penyaliban dan
penderitaan-Nya secara tubuh merupakan hasil dari pekerjaan-Nya yang mendasar, yang diselesaikan-Nya di Getsemani.

Waktu Yesus masih berbicara datanglah Yudas, salah seorang dari keduabelas murid itu, dan bersama-sama dia serombongan besar orang yang membawa pedang dan pentung, disuruh oleh

imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. Orang yang menyerahkan Dia telah memberitahukan tanda ini kepada mereka, “Orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia.” Dan segera ia maju mendapatkan Yesus dan berkata, “Salam Rabi,” lalu mencium Dia. Tetapi Yesus berkata kepa-danya, “Hai teman, untuk itukah engkau datang?” Maka majulah mereka memegang Yesus dan

menangkap-Nya. Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya, menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinganya. Maka kata Yesus kepadanya, “Masukkan pe-dang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barang siapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. Atau kausangka bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua be-las pasukan malaikat membantu Aku? Jika begitu, ba-gaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan harus terjadi demikian?” (Matius 26:47-54)

Sementara yang lain tertidur sesudah perjamuan Paskah, Yudas menetapkan rincian terakhir dari rencananya bersama dengan para pemimpin Yahudi. Inilah kesaksian dari sejarah: “anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang” (Lukas

16:8). Bukankah seharusnya kegiatan dari kuasa kegelapan di dalam dunia menantang un-tuk menggandakan kewaspadaan, berjaga-jaga dan berdoa oleh semua kekuatan baik?

Kristus dan murid-murid-Nya berada di dalam taman, Iskariot sudah meninggalkan Kristus dan murid-murid yang lain di Kamar Loteng. Dia tahu bahwa satu-satunya senjata yang mereka punyai adalah dua bilah pedang, dan mereka tidak akan mendapatkan perlindungan pada saat ini karena semua orang tertidur. Dia meyakinkan komplotannya bahwa Kristus tidak akan mempergunakan kekuatan ajaib-Nya untuk mele-paskan diri dari mereka, karena Dia sudah berulang-ulang kali mengatakan bahwa Dia harus menderita banyak hal dari para tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan akan dibunuh oleh mereka.
Yudas sudah melihat sebelumnya, bahwa tidak akan ada kesulitan dalam menangkap Kristus, ketika dia masih ada di Kamar Loteng. Dia dapat menyerahkan Kristus kepada
penguasa-penguasa Roma pagi-pagi sekali sebelum orang banyak bangun, tetapi, tidak di Kamar Loteng, jadi Iskariot berpikir bahwa dia dan kawan-kawannya akan menemukan Dia di Taman Getsemani. Dia membawa lagi beberapa orang dan mereka mempersiapkan diri mereka untuk perbuatan jahat mereka di luar kota.
Kita tahu bahwa kelompok yang tiba di taman terdiri dari Yudas, tentara-tentara Roma penjaga Bait Allah yang disediakan bagi para pemimpin Yahudi, hamba-hamba imam besar, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, dan para tua-tua Yahudi. Mereka merupakan rombongan besar dan mereka tidak diragukan lagi membawa obor, lampu, dan membawa senjata-senjata lainnya, disamping pedang dan pentungan mereka. Untuk mencegah agar tidak terjadi salah tangkap orang di dalam kegelapan, disetujui bahwa Yudas akan memberikan kepada mereka tanda: “Orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia.”

Yudas lebih dulu mendekati Kristus dan berkata, “Salam Rabi,” dan mencium Dia, menunjukkan seolah-olah mereka adalah sahabat yang baik. Yesus, masih berharap dapat menye-lamatkan dia, bertanya kepadanya, “Hai, Yudas, engkau menye-rahkan Anak Manusia dengan ciuman?” (Lukas 22:48). Karena Kristus mengatakan ini, maka hal itu menunjukkan bahwa ada harapan bagi orang-orang berdosa yang keadaannya sudah payah sekalipun, karena Juruselamat tidak akan pernah ber-henti untuk mencari dan menyelamatkan dia, di balik banyak-nya kejahatan yang dilakukannya. Ini juga merupakan dorongan semangat bagi para pemenang jiwa untuk terus berjuang sampai akhir di dalam usaha mereka untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang terhilang, tidak peduli betapapun dalamnya mereka sudah terjerumus di dalam dosa.
Nampak sepertinya bahwa Yudas dan sejumlah pemimpin Yahudi sudah memasuki taman, sementara sebagian dari rombongan tetap berada di luar, menunggu perintah lebih lanjut. Sesudah Yudas menyalami Dia, Yesus melihat banyak orang membawa senjata dan pentingan. Perhatian utama-Nya adalah melindungi murid-murid dari serangan. Dia bertanya kepada orang-orang, siapa yang mereka cari, dan kemudian Dia memperkenalkan diri-Nya. Mereka yang berada dalam kum-pulan orang banyak mundur ke belakang dan jatuh ke tanah; seperti itulah kuasa dari kepribadian Kristus (Yohanes 18:6). Adalah jelas bagi mereka bahwa mereka tidak dapat memegang mereka dengan tanpa persetujuan. Pada waktu mereka berdiri, Dia mengajukan pertanyaan yang sama. Mereka menerima jawaban yang sama dan masih belum dapat maju ke depan. Dia memberitahu mereka bahwa kalau yang mereka cari adalah Dia, mereka harus membiarkan murid-murid-Nya pergi (Yohanes 18:7,8). Dengan mengatakan hal itu, Dia adalah yang memberi perintah, dan mereka taat. Ini bukan untuk yang pertama kalinya Yesus membuat takut orang banyak yang kasar, yang bermaksud menjalankan rencana mereka untuk melawan Dia; tetapi kejadian ini adalah yang terbesar
dan yang mengejutkan mereka semua. Kristus sudahmendapatkan tambahan kekuatan dan ketabahan sebagai hasil dari berjaga, berdoa dan ketundukan-Nya secara total kepada Bapa. Ketika musuh-musuh-Nya melihat wibawa Yesus, maka kepengecutan merekapun kelihatan, sebagai akibat dari hati nurani mereka yang bersaksi melawan mereka.
Murid-murid tidak melarikan diri sesudah Kristus meme-rintahkan musuh-musuh-Nya untuk membiarkan mereka pergi. Mereka ingat akan janji mereka untuk bersama dengan Dia, jika perlu, ke penjara dan kematian. Pada awal dari malam itu, Kristus sudah memberitahu mereka bahwa jika mereka tidak punya pedang, mereka harus menjual jubah mereka untuk
membelinya. Ketika mereka mengatakan bahwa mereka punya dua pedang, Dia memberitahu mereka bahwa itu sudah cukup (Lukas 22:36-38). Ini membuat mereka mengira bahwa mereka harus membela Dia dengan kekerasan. Jadi, ketika mereka me-lihat orang-orang
yang menangkap Dia mengikat tangan-Nya ke belakang, sebagaimana biasa dilakukan dengan penjahat besar, mereka menjadi kuatir dan bertanya kepada Dia dengan tanpa berpikir lagi, “Tuhan, mestikah kami menyerang mereka dengan pedang?” (Lukas 22:49).

Petrus memperhatikan bahwa orang yang dengan kasar menangkap Gurunya adalah seorang hamba imam besar. Tidak lagi menunggu jawaban dari Kristus, dia menarik pedangnya dan menetakkan ke seorang hamba ini yang bernama Malkhus. Ini serangan yang mematikan, karena diarahkan ke kepala. Tetapi serangan Petrus luput, dan telinga hamba itulah yang terkena. Yesus segera bertindak untuk mengatasi kesalahan Petrus demi kebaikan mereka. Tetapi pada waktu yang sama, Dia dengan jelas menunjukkan keberadaan-Nya di hadapan musuh-musuh-Nya. Mereka tidak mampu untuk menguasai Dia kecuali dengan seijin-Nya. Dia menunjukkan ketidaksenangan-Nya terhadap tindakan Petrus dan memerintahkan dia untuk menyarungkan kembali pedangnya, mengingatkan dia pada kata-kata lama, “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang” (Matius 26:52). Dia mengajarkan pada Petrus bahwa Dia tidak perlu bantuan manusia untuk menye-lamatkan Dia; Dia tidak menghendaki
murid-murid-Nya menyelamatkan Dia dengan kekerasan. Kalau saja Dia mau, Dia dapat meminta kepada Bapa-Nya untuk mengutus dua belas pasukan malaikat! Tidak dapatkah Petrus mengerti bahwa Gurunya harus ditangkap agar nubuatan digenapi?
Kristus meminta agar Malkhus dibawa kepada-Nya, ini menunjukkan bahwa
musuh-musuh-Nya harus melepaskan ikatan pada tangan-Nya. Ketika mereka melakukannya, Dia mengulurkan tangan-Nya dan menyembuhkan telinga hamba itu, sesuai dengan
perintah-Nya: “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik bagi orang-orang yang membenci kamu” (Lukas 6:27). Ini merupakan mujizat-Nya yang terakhir sebelum penyaliban-Nya.
Pada waktu murid-murid menyadari bahwa Kristus tidak memerlukan pertolongan mereka, dan bahwa keberadan mereka yang menempuh bahaya tidak ada gunanya, mereka semua meninggalkan Dia. Jadi nubuat-Nya di Kamar Loteng digenapi: “Malam ini, kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai” (Matius 26:31).

2. KRISTUS DIADILI OLEH TUA TUA YAHUDI

Hanya pemerintahan Romawi yang dapat menegaskan untuk menjatuhi hukuman mati, dan pemerintah biasanya cepat menjalankan keputusan dari para pemimpin agama Yahudi, untuk mencegah terjadinya banyak masalah.
Orang-orang Yahudi mempunyai dua imam besar. Yang pertama adalah Hanas, sebagai iman kepala yang sah secara hukum, kendatipun pemerinthan Roma sudah menyingkirkan-nya sekitar dua puluh tahun sebelumnya untuk menyenangkan Kayafas, anak menantunya. Hanas sangat berpengaruh bagi orang-orang dan dia merupakan pemrakarsa utama dari
per-sekongkolan untuk melawan Kristus.
Sesudah Kristus ditangkap dan murid-murid melarikan diri, tentara-tentara membawa Dia ke tempat Hanas. Tetapi, Yohanes yang Dikasihi, kembali dan bergabung dengan kum-pulan

orang banyak yang berbaris menuju ke rumah imam besar. Karena dia sudah sangat dikenal di sana, maka dia bisa masuk ke dalam bersama-sama dengan yang lain-lain. Petrus juga kembali, meskipun dia mengikuti dari jauh. Ketika dia tiba sesudah yang lain, seorang hamba perempuan penjaga pintu menghentikan dia, dan dia minta kepadanya untuk memang-gilkan Yohanes, kawan dan rekannya. Sesudah Yohanes keluar dan berbicara dengan hamba perempuan itu, Petrus diijinkan masuk ke dalam rumah, tetapi tidak di ruang pertemuan
imam besar (Yohanes 18:15-16).
Nampak sepertinya bahwa Kayafas mengumpulkan orang-orang yang dia inginkan dari antara ahli-hali Taurat dan para tua-tua, untuk dapat mengadakan pengadilan. Kemudian, dia mengeluarkan keputusan yang dapat dilakukan dengan segera, yang memampukan mereka untuk menyerahkan Kristus kepa-da penguasa Roma pada pagi-pagi sekali. Dengan demikian Kayafas dapat mengumumkan putusan hukuman mati sebelum korban persembahan Paskah dijalankan, karena Hukum Musa melarang tindakan seperti itu dilakukan pada Hari Raya ini dan selama hari-hari raya yang lain.

2.1. Kristus dihadapan Imam besar

Maka mulaikah Imam Besar menanyai Yesus tentang murid-murid-Nya dan tentang ajaran-Nya. Jawab Yesus kepadanya, “Aku berbicara terus terang kepada dunia. Aku selalu mengajar di

rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi. Mengapa-kah engkau menanyai Aku? Tanyailah mereka, yang telah mendengar apa yang Ku-katakan kepada mereka; sungguh mereka tahu apa yang telah Ku-katakan.” Ke-tika Ia mengatakan hal itu, seorang penjaga yang ber-diri di situ, menampar muka-Nya sambil berkata, “Be-gitukah jawab-Mu kepada Imam Besar?” Jawab Yesus kepadanya, “Jikalau kata-Ku itu salah, tunjukkanlah sa-lahnya, tetapi jikalau kata-Ku itu benar, mengapakah engkau menampar Aku?” Maka Hanas mengirim Dia terbelenggu kepada Kayafas Imam Besar itu (Yohanes 18:19-24).

Kita diperhadapkan di sini dengan suatu keadaan yang sungguh aneh: Imam Besar yang benar, yang sah, yang ditentukan oleh Allah, berdiri terikat dan dikawal, menunggu untuk diadili di hadapan seseorang yang sudah mengambil-alih fungsi dari imam besar, dengan perkenan pemerintahan kafir yang jahat dan tidak mengenal Allah.
Karena pengikut-Nya banyak dan sangat populer. Kristus dituduh sebagai pemimpin komplotan pemberontak yang mau menggulingkan pemerintahan. Oleh karena itu Kayafas menga-jukan pertanyaan-pertanyaan kepada Yesus tentang murid-murid-Nya dan
ajaran-ajaran-Nya. Kristus menjawab bahwa keterangan ini diketahui di hadapan umum, dan dapat dia peroleh melalui orang-orang yang sudah mendengar perkataan-perkataan-Nya. Kalaupun Kristus menuruti permintaan Kayafas, dan membeberkan ajaran-ajaran-Nya, jawaban-Nya tidak akan mendatangkan pengharuh apapun dalam pengadilan ini, dan orang yang mengajukan pertanyaan kepada-Nya belum tentu bersedia untuk Dia yakinkan.
Kata-kata Kristus membuat marah salah seorang penjaga; dia menampar Yesus dan menegur

Dia karena menajwab imam besar dengan cara itu. Jelas sekali, kita dapat mengingat kembali ajaran Kristus dalam Khotbah di Bukit tentang mem-berikan pipi yang lain. Tetapi karena Kristus tidak maksudkan ini secara hurufiah, atau menerapkannya dalam setiap situasi, Dia dengan tenang mencela si penjaga yang menampar Dia, daripada membiarkan kekeliruannya. Untuk perlakuan-perla-kuan lainnya yang ditujukan kepada-Nya beberapa saat ke-mudian, Dia tidak memprotes atau melawan sama sekali.

2.2. Kesaksian kesaksian Palsu

Imam-imam kepala, malah seluruh Mahkamah Agama mencari kesaksian palsu terhadap Yesus, supaya Ia da-pat dihukum mati, tetapi mereka tidak memperolehnya, walaupun tampil banyak saksi dusta. Tetapi akhirnya tampillah dua orang, yang mengatakan, “Orang ini ber-kata, Aku dapat merubuhkan Bait Allah dan memba-ngunnya kembali dalam tiga hari.” Lalu Imam Besar itu berdiri dan berkata kepada-Nya, “Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?” Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepada-Nya, “Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.” Jawab Yesus, “Engkau telah menga-takannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.” Maka Imam Besar itu mengoyak-kan pakaiannya dan berkata, “Ia menghujat Allah, un-tuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya. Bagaimana pendapat kamu?” Mereka menjawab dan berkata, “Ia harus dihukum mati!” Lalu mereka meludahi muka-Nya dan meninju-Nya; orang-orang lain memukul Dia, dan berkata, “Cobalah kata-kan kepada kami, hai Mesias, siapakah yang memukul Engkau?” (Matius 26:59-68).

Para pemimpin bangsa Yahudi sangat mau sekali mengumpulkan saksi-saksi palsu, tetapi semua kesaksian mereka tidak memadai. Mereka mengira bahwa pada akhirnya mereka berhasil, ketika mereka mendapatkan dua orang yang dapat menyaksikan bahwa Kristus mengatakan akan merobohkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari. Ini merupakan pemutar-balikan dari apa yang dikatakan-Nya di Bait Allah sekitar tiga tahun lalu, ketika Dia bermaksud untuk menyucikannya untuk kali pertama, yang Dia maksudkan
dengan bait adalah tubuh-Nya. Imam Besar sangat marah. Dia berdiri di tengah dan meminta Yesus untuk menanggapi tuduhan tersebut, tetapi Yesus menolak. Jadi, nubuat nabi Yesaya benar terjadi, “Dia di aniaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, seperti induk domba yang kelu, di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya” (Yesaya

53:7).

Sampai di sini, imam besar bertanya langsung kepada-Nya apakah Dia benar Kristus, Anak
Allah. Untuk ini, Yesus tidak dapat terus berdiam diri, karena bisa ditafsirkan sebagai
pe-nyangkalan dari apa yang dinyatakan-Nya sehubungan dengan kebenaran ini atau bisa ditafsirkan sebagai tanda ketakutan terhadap penuntut-penuntut-Nya. Oleh karena itu, Dia segera menjawab sebagai penegasan, menambahkan bahwa mereka akan melihat Dia duduk di sebelah kanan Allah dan juga akan kembali dari sorga. Sepertinya Dia memberitahukan

kepada para penuduh-Nya tentang satu hari yang akan datang, pada saat meja-meja akan dijungkir-balikkan; dan Dia yang akan menjadi hakim, duduk di kursi pengadilan mengadili mereka dan bangsa mereka.
Sungguh mengherankan namun merupakan kata-kata anggun yang berasal dari seorang yang sedang diadili -- kata-kata yang ditujukan kepada orang-orang yang menfitnah-Nya, sementara hidup-Nya berada di tangan mereka! Dapatkah manusia biasa mengatakan hal-hal seperti itu? Iman besar sangat gusar dengan kata-kata itu yang bagi dia dianggap sa-ngat menghina Allah Yang Maha Tinggi. Seraya mencabik-cabik pakaiannya, dia berkata, “Sekarang kalian semua men-dengar sendiri hujatan-Nya! Bagaimana pendapat kalian?” (Matius 26:65,66).
Tidak ada imam besar yang berhak untuk mengekspresikan pendapatnya sehubungan dengan satu persoalan sebelum ada keputusan akhir dari Persidangan, karena kekuasaan mereka akan mendatangkan akibat yang penting sehubungan dengan hasil yang diambil berdasarkan pemungutan suara. Pada persidangan, seorang penguasa Yahudi yang setaraf biasanya meminta agar pungutan suara dari anggota-anggota kecil di ambil sebelum anggota-anggota besar. Tetapi, Kayafas, me-langkahi otoritasnya sebagai hakim pada saat dia menyatakan bahwa Yesus adalah penghujat. Tuduhan ini, yang dilanjutkan dengan keputusan hukuman mati, pada waktu itu juga disetujui sebagai suatu keputusan oleh semua koleganya.
Ketika hamba-hamba yang hadir dan para pengawal penjaga melihat bahwa para pemimpin Yahudi sudah dengan suara bulat menuduh Kristus sebagai penjahat keagamaan yang terbesar yang pernah ada, mereka segera saja ikut-ikutan menjadi marah dan melakukan
penghinaan dan perlakukan kasar terhadap Dia, karena tahu bahwa dengan berbuat de-mikian mereka akan menyenangkan pimpinan mereka. Mes-kipun pengadilan secara resmi belum dimulai, mereka mulai meludahi wajah Yesus, memukuli Dia, dan melakukan
tindakan-tindakan penghinaan dan semena-mena melawan Dia. Jadi, nubuatan lainnya dari Yesaya digenapi, “Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipi-ku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi” (Yesaya 50:6).
Pengadilan terhadap Kristus terjadi di sebuah ruangan yang terbuka menghadap halaman di luar di mana hamba-hamba dan budak-budak berkumpul. Karena biasanya udara agak dingin pada bulan April sebelum menjelang fajar, orang-orang yang berkumpul di tempat itu menyalakan api unggun kecil di halaman, Petrus ada di antara mereka. Nampak sepertinya bahwa Dia tidak berkeberatan menyaksikan penghinaan-penghinaan yang langsung ditujukan pada Gurunya; jadi dia menghindarkan diri dari kritikan-kritikan mereka. Tetapi, hamba perempuan di pintu masuk terus saja menatap dia dan mengenalinya sebagai salah seorang dari pengikut Kristus. Tetapi dia menyangkalinya.

2.3. Petrus menyangkali Kristus

Pada waktu itu Petrus masih ada di bawah, di hala-man. Lalu datanglah seorang hamba perempuan Imam Besar, dan ketika perempuan itu melihat Petrus sedang bediang, ia menatap mukanya dan berkata, “Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus orang Nazaret itu.” Tetapi ia menyangkalnya dan berkata, “Aku tidak tahu dan tidak mengerti apa yang engkau maksud.” Lalu ia pergi ke serambi muka [dan berkokoklah ayam]. Ketika hamba perempuan itu melihat Petrus lagi, ber-katalah ia pula kepada orang-orang yang ada di situ, “Orang ini adalah salah seorang dari mereka.” Tetapi Petrus menyangkalnya pula. Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ berkata juga kepada Petrus, “Engkau ini pasti salah seorang dari mereka, apalagi engkau seorang Galilea!” Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah, “Aku tidak kenal orang yang kamu

sebut-sebut ini!” Dan pada saat itu berkokoklah ayam untuk kedua kalinya. Maka teringatlah Petrus, bahwa Yesus telah berkata kepadanya, “Sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” Lalu menangislah ia tersedu-sedu (Markus 14:66-72).

Penyangkalan Petrus yang pertama terhadap Kristus menya-la di dalam hatinya, dan dia pergi menuju ke serambi muka. Sementara berada di sana, dia mendengar kokok ayam. Hamba yang lain bertemu dia dan hamba itu mengatakan bahwa dia adalah salah satu dari pengikut Kristus. Sekali lagi, Petrus menyangkali hal ini, kali ini dengan bersumpah, agar mereka
tidak mengetahui kebohongannya yang dia tutup-tutupi. Sesudah beberapa saat, tuduhan ditujukan lagi kepadanya dari orang-orang yang terus mengatakan bahwa dia adalah salah seorang dari murid Kristus -- terlebih lagi karena logat Galileanya yang sangat kental, semakin memperkuat ke-curigaan mereka. Pada akhirnya, famili dari Malkhus, yang telinganya dipotong, menampakkan diri. Dia menjelaskan bagaimana dia sudah melihat Petrus sebelumnya (Yohanes 18:26). Ketika Petrus menyadari adanya bahaya besar, diapun masuk, dan menyadari bahwa hanya sekedar menyangkal tidak akan menolong apa-apa, dia mulai bersumpah dan mengutuk, ber-sikeras bahwa dia tidak kenal Kristus.
Petrus masih belum selesai dengan ekpresi penyangkalannya yang sangat memalukan, ketika untuk keduakalinya terdengar ayam berkokok. Kristus menantikan saat-saat ini dengan maksud untuk menyelamatkan murid-Nya dari terjerumus ke dalam lobang yang sudah dia gali sendiri. Dia mengalihkan perhatian-Nya dari penderitaan-Nya sendiri, untuk dapat mengetahui jiwa dari murid-Nya yang jatuh. Dia mengalihkan wajah-Nya dari imam besar dan para pemimpin Yahudi, dan menatap Petrus dari ruang persidangan. Pandangan mata mereka bertemu, bertepatan dengan suara kokok ayam. Panda-ngan sekilas Kristus, meluluhkan hati Petrus. Tatapan penuh kasih yang disertai dengan kesedihan. Air mata sudah mengalir bercucuran bagaikan sungai, dan emosi penyesalan menguasai dirinya. Penyesalan yang tulus, sungguh-sungguh terjadi sehubungan dengan penyangkalan dan ketidaksetiaan yang telah dilakukan. Dia tahu bahwa dosa ini sudah diampuni dan bahwa doa-doa Kristus untuk dia -- agar imannya jangan runtuh -- sudah dijawab. Petrus tidak lagi peduli dengan
apa yang orang lain mau katakan tentang dirinya atau bahaya apa yang akan dihadapinya.
Dia hanya menginginkan perkenan Gurunya, yang mengasihi jiwanya. Kita diberitahu bahwa

dia pergi ke luar dan menangis tersedu-sedu. Ini karena dia sudah mendapatkan pengampunan sepenuh untuk dosanya.
Kristus, yang memulihkan Petrus dengan tatapan sekilas, akan selalu menyelamatkan orang-orang yang menatap Dia dengan iman. Dia akan menyelamatkan mereka dari perbuatan-perbuatan jahat mereka dan akibat-akibatnya yang akan me-ngikuti. Dengan
janji-janji yang tersedia di dalam Alkitab, dapatkah kita meragukannya?: “Marilah, baiklah kita berper-kara! - firman TUHAN - Sekalipun dosamu merah seperti kir-mizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba” (Yesaya 1:18); “Aku, Akulah yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak me-ngingat-ingat dosamu” (Yesaya 43:25); “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi” (Mazmur

32:1).

2.4. Pengadilan pagi hari dihadapan Sanhedrin

Dan setelah hari siang berkumpullah sidang para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu mereka menghadapkan Dia ke Mahkamah Agama mereka, katanya, “Jikalau Engkau adalah Mesias katakanlah kepada kami.” Jawab Yesus, “Seka-lipun Aku mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan percaya; dan sekalipun Aku bertanya sesu-atu kepada kamu, namun kamu tidak akan menjawab. Mulai sekarang Anak Manusia sudah duduk di sebelah kanan Allah Yang Mahakuasa.” Kata mereka semua, “Kalau begitu Engkau ini Anak Allah?” Jawab Yesus, “Kamu sendiri mengatakannya, bahwa Akulah Anak Allah.” Lalu kata mereka, “Untuk apa kita perlu kesak-sian lagi? Kita ini telah mendengarnya dari mulut-Nya sendiri. Lalu bangkitlah seluruh sidang itu dan Yesus dibawa menghadap Pilatus (Lukas 22:66-71;23:1).

Pada saat pagi semakin cerah pada hari Juma,t, penatua-penatua bangsa Yahudi memutuskan untuk menyerahkan keputusan yang sudah mereka sepakati selama pengadilan pada malam sebelumnya -- meskipun pengadilan malam hari dianggap tidak sah. Selama waktu itu, merteka bertanya kepada Kristus apakah Dia Mesias. Yesus berkata bahwa menjawab-pun tidak akan ada artinya dan Dia mengulangi kembali perkataan-Nya sebelumnya tentang Dia duduk di sebelah kanan Allah. Mereka bertanya sekali lagi, apakah Dia Anak Allah, dan ketika Dia menjawab dengan tegas, mereka menanggapi, “Untuk apa kita perlu kesaksian lagi? Kita semua telah mendengarnya dari mulut-Nya sendiri.” Dan selanjutnya para pemuka agama yang sangat terhormat ini menjatuhi hukuman mati pada Kristus, karena dianggap melakukan kejahatan penghujatan. Apa yang akan dilakukan oleh Mahkamah sesudah keputusan ini?
Gubernur Roma, Pilatus, harus menyetujui keputusan itu, untuk bisa dijalankan, dan karena hari berikutnya adalah permulaan dari Hari Raya yang akan berlangsung selama satu minggu, maka para tua-tua bangsa Yahudi harus segera menda-patkan persetujuan dari Pilatus. Jika keputusan itu tidak segera dilaksanakan, harus tertunda sampai satu minggu, dan siapa yang

dapat memberitahu apa yang akan terjadi selama tujuh hari berikutnya. Barangkali
orang-orang akan mencoba untuk menyelamatkan Kristus dari keputusan yang tidak adil itu. Oleh karena itu, setiap orang segera bangkit berdiri dan membawa Yesus ke istana Pilatus, sang gubernur.
Pemandangan yang sangat menegangkan! Di sini para pemimpin bangsa Yahudi, para pengajar Taurat ilahi, tampil ke depan memimpin orang banyak ke Kota Kudus, menyerahkan Mesias mereka -- satu-satunya pengharapan mereka dan aspirasi menyeluruh dari dunia -- kepada pemerintahan yang jahat, tidak adil dan kafir untuk disalibkan.

2.5. Yudas bunuh diri

Sampai di sini, Yudas Iskariot akhirnya tahu bahwa dia sudah melakukan kesalahan terhadap Kristus. Barangkali dia berharap Kristus akan melepaskan diri dari orang-orang yang menangkap-Nya dengan kuasa yang dimiliki-Nya dan kemam-puan-kemampuan
supernatural-Nya. Tetapi, ketika dia melihat bahwa pengadilan ternyata berjalan lancar-lancar saja, dan bahwa Kristus diperhadapkan pada kematian, Dia segera saja menemui para penatua bangsa Yahudi dan memberitahu mereka bahwa dia sudah melakukan kesalahan dengan meng-khianati darah orang yang tidak bersalah. Dia mau mengem-balikan tiga puluh keping uang perak yang diterimanya karena menyerahkan Kristus kepada mereka. Tetapi para penatua bangsa Yahudi tidak merasa perlu untuk mengadili dengan
seadil-adilnya, dan tidak mau tahu, dengan mengatakan bahwa hal itu adalah permasalahannya Yudas sendiri. Yudas melem-parkan uang perak tersebut di bawah khaki mereka lalu pergi. Tetapi, hukum Taurat melarang untuk mengembalikan uang tersebut ke perbendaharaan, jadi mereka lalu memakainya untuk membeli sebidang tanah untuk kuburan. Dengan demikian nubuatan penting dari Nabi Zakharia digenapi, “Lalu aku berkata kepadamu, ‘Jika itu kauanggap baik, berikanlah upahku, dan jika tidak biarkanlah!’ Maka mereka membayar upahku dengan menimbang tiga puluh uah perak. Tetapi ber-firmanlah TUHAN kepadaku, ‘Serahkanlah itu kepada penuang logam’ - nilai tinggi yang ditafsir mereka bagiku. Lalu aku me-ngambil ketiga puluh uang perak itu menyerahkannya kepada penuang logam di rumah TUHAN” (Zakharia 11:12,13).
Ketika Yudas melihat bahwa Kristus tidak akan melepaskan diri dari putusan kematian yang dijatuhkan kepada-Nya, dia merasa sangat pahit dan hati nuraninya terus menerus menyalahkan dirinya. Tetapi, penyesalannya berbeda dengan Petrus, karena dia hanya mau meluruskan masalahnya dengan manusia. Dia sudah terjerumus ke dalam kegagalan yang selalu menghantui orang-orang yang pertama-tama mengakui dosa-dosanya pada manusia. Dia menyangka dia dapat mencabut kembali apa yang sudah dilakukannya, tetapi hal itu adalah tidak mungkin. Dia seharusnya pertama-tama datang kepada Allah untuk mohon pengampunan, mohon kepada-Nya untuk meluruskan kembali kekeliruan yang sudah dia lakukan.

Betapa menyedihkan riwayat Yudas Iskariot; yang pada awalnya dimulai dengan pengharapan, namun berakhir dengan tragis! Dia menggantung diri, yang selanjutnya isi perutnya terbuai ke luar. Akibat yang mengerikan ini setimpal dengan perbuatannya yang brutal. Kejadian ini memberikan gambaran sekilas mengenai siksaan di neraka. Menyiratkan kepada dunia kita sebuah pelajaran dan sebagai contoh. Siapa yang tidak akan memperhatikan hal itu?

Mulai sekarang kamu akan melihat ANAK MANUSIA DUDUK DI SEBELAH KANAN ALLAH YANG MAHAKUASA dan datang di atas awan-awan di langit. (Matius 26:64)

3. PENGADILAN KRISTUS OLEH GUBERNUR ROMAWI

Juma’t pagi-pagi sekali, Pilatus, sang gubernur, menerima berita tentang kedatangan imam besar dan mahkamahnya, yang membawa bersama mereka nabi dari Nazaret dan pelaku mujizat yang sangat terkenal dalam keadaan terbelenggu, me-laporkan bahwa Dia sudah melakukan pelanggaran yang serius. Para pemimpin bangsa Yahudi sangat dihargai oleh para penguasa Roma. Para gubernur menghormati para pemimpin ini dan mengakui otoritas mereka yang sangat luas dan penga-ruh mereka yang besar. Sudah menjadi aturan, mereka menja-lankan keputusan-keputusan keagamaan mereka dengan tanpa diragukan.
Para pemimpin bangsa Yahudi mengharapkan Pilatus menjalankan semua keputusan mereka seperti kebiasaan, dengan tanpa harus menganalisa kasusnya, terlebih lagi karena mereka dikejar waktu. Lebih dari itu, mereka takut karena dengan me-nganalisa kembali kasusnya, akan menyebabkan dibatalkannya keputusan mereka yang tidak adil. Hukum mereka mengatakan bahwa mereka akan menjadi najis kalau masuk ke ruangan pengadilan kafir, dan tidak cukup waktu untuk menyucikan diri sebelum Hari Raya. Oleh karena itu penguasa Roma ini berlu-nak hati, keluar menemui mereka. Dia membawa Kristus dan tentara-tentara yang mengawal Dia ke dalam rumahnya. Ketika dia bertanya kepada para pemimpin bangsa Yahudi mengapa Kristus dibawa kepadanya, mereka berkata bahwa kalau tidak bersalah, mereka tidak akan membawa Dia. Mereka berharap, dengan jawaban ini, pemeriksaan kembali kasusnya oleh Pilatus bisa dihindari. Tetapi gubernur tetap berpegang pada tugasnya sesuai dengan hukum. Oleh karena itu mereka berkewajiban untuk menyampaikan tuduhan mereka secara hukum -- sedemikian rupa sehingga Kristus bisa dijatuhi hukuman mati.

3.1. Tuduhan orang orang yahudi

Maka mereka membawa Yesus dari Kayafas ke ge-dung pengadilan. Ketika itu hari masih pagi. Mereka sendiri tidak masuk ke gedung pengadilan itu, supaya jangan menajiskan diri, sebab mereka hendak makan Paskah. Sebab itu Pilatus keluar mendapatkan mereka dan berkata, “Apakah tuduhan kamu terhadap orang ini?” Jawab mereka kepadanya, “Jikalau Ia bukan se-orang penjahat, kami tidak akan menyerahkan-Nya kepadamu.” Kata Pilatus kepada mereka, “Ambillah Dia dan hakimilah

Dia menurut hukum Tauratmu.” Kata orang-orang Yahudi itu, “Kami tidak diperbolehkan membunuh seseorang.” Demikian hendaknya, supaya genaplah firman Yesus, yang dikatakan-Nya bagaimana caranya Ia akan mati (Yohanes 18:28-32).

Kejahatan pertama yang orang-orang Yahudi tuduhkan pada Kristus adalah bahwa Dia merusak bangsa, maksudnya, Dia menghasut untuk berontak pada pemerintah (Lukas 23"2). Tetapi jika ini sebenarnya kasusnya, Pilatus akan mengetahui hal itu secara menyeluruh melalui mata-matanya. Dia tidak akan memerlukan campur-tangan dari para pemimpin ini, dan siapa yang tidak berdiam diri kalau ada yang mau berontak terhadap pemerintahan Roma.
Tuduhan kedua yang ditujukan pada Kristus adalah bahwa Dia melarang membayar pajak pada Kaisar (Lukas 23:2). Inilah yang mereka coba untuk menjebak Yesus pada awalnya, tetapi Dia menolak, dan malah mengatakan, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Lukas

20:25).

Sedangkan tuduhan yang ketiga, adalah bahwa Dia mengaku sebagai Mesias (Lukas 23:2). Tetapi tuduhan-tuduhan ini tidak memberatkan barang sedikitpun di mata penguasa Roma ini. Pilatu tahu bahwa mereka sebagai bangsa Yahudi membangga-kan diri mereka dalam semua hal yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Romawi. Adalah tidak mungkin bagi mereka untuk menyerahkan siapapun orang Yahudi agar dija-tuhi hukuman mati atas tuduhan-tuduhan ini, meskipun jika tuduhan itu benar.
Gubernur menjawa dengan gusar, kesal dan sinis. Dia me-nyarankan agar mereka mengadili Kristus sesuai dengan Taurat, meskipun ini tidak ada kaitannya sama sekali antara Taurat itu sendiri dan tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada-Nya. Sepertinya gubernur memberitahu mereka, “Kamu tidak dapat melakukan apa yang kamu mau tanpa saya, dan aku akan tunduk apda keinginanmu dengan tanpa mengujinya terlebih dahulu.” Para pemimpin dipaksa untuk merendahkan diri mereka agar keinginan mereka terlaksana, jadi mereka menjawab, “Kami tidak diperbolehkan untuk membunuh siapapun.”

3.2. Pilatus menanyai Kristus

Maka kembalilah Pilatus ke gedung pengadilan, lalu memanggil Yesus dan bertanya kepada-Nya, “Engkau inikah raja orang Yahudi?” Jawab Yesus, “Apakah engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku?” Kata Pilatus, “Apakah aku seorang Yahudi? Bangsa-Mu sendiri dan imam-imam kepala yang telah menyerahkan Engkau kepada-Ku; apakah yang telah Engkau perbuat?” Jawab Yesus, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.” Maka kata Pilatus kepada-Nya, “Jadi Engkau adalah raja?” Jawab Yesus, “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah Raja. Untuk itulah Aku lahir, dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengar suara-Ku.” Kata

Pilatus kepada-Nya, “Apakah kebenaran itu?” Sesudah mengatakan demikian, keluarlah Pilatus lagi mendapatkan orang-orang Yahudi dan ber-kata kepada mereka, “Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya” (Yohanes 18:33-38).

Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan pada Kristus dilakukan di tempat terbuka, di depan istana hubernur yang menanyai Dia. Pertanyaannya yang pertama adalah masuk akal dan tepat karena orang-orang Yahudi sudah menuduh Kristus yang mengaku sebagai Mesias, raja di dalam propinsinya. Gubernur bertanya kepada Kristus apakah Dia benar raja orang Yahudi, Yesus tidak memberikan jawaban penegasan ataupun jawaban yang negatif karena hal itu sudah ditafsirkan secara politik. Dia tahu bahwa orang-orang Yahudi sudah berbicara kepadanya, jadi dia ingin tahu apakah Pilatus menanyakan ini dari dirinya sendiri ataukah hanya sekedar memakai kata-kata mereka. Seolah Yesus bertanya kepadanya, “Apakah kamu ingin tahu kebenaran atau kamu hanya sekedar mau memastikan kejuju-ran dari orang-orang yang sudah menyerahkan Aku?” Jawaban Pilatus menunjukkan bahwa ia sebenarnya tidak tertarik sama sekali pada kebenaran.
Berbicara lebih lanjut dengan Pilatus, Yesus mengemukakan keagungan sifat dari kerajaan rohani-Nya. Dia membawa per-hatian Pilatus pada kenyataan bahwa pengikut-pengikut-Nya akan membela Dia dengan selengkap senjata, kalau saja kerajaan-Nya itu bersifat politis. Tetapi, hal ini tentu saja adalah berita yang mengandung makna ganda bagi seorang gubernur yang menghendaki adanya jawaban langsung. Menge-tahui keinginan Pilatus untuk suatu jawaban yang terus-terang, Yesus menyatakan keberadaan-Nya sebagai Raja dan menambahkan sejumlah penjelasan yang sangat gamblang sehubungan dengan
asal-usul-Nya, tugas dan tanggung jawab-Nya pada kebenaran. Sehubungan dengan ini, Pilatus men-jawab dengan keras, “Apa itu kebenaran?” Dia ingin tahu mana yang benar di antara berbagai pandangan keagamaan yang saling berlawanan itu. Apakah itu para filsuf Gereka yang menyembah keindahan, orang-orang Romawi yang mengagung-agungkan kekuasaan, ataukah orang-orang Yahudi yang mengklaim menyembah Allah yang Esa, Roh yang tidak keli-hatan? Ataukah Kristus -- yang ditolak oleh bangsa Yahudi karena mengatakan datang dari sorga untuk menyaksikan kebenaran?
Pilatus bertanya apa kebenaran itu, tetapi dia tidak menanti jawabannya. Berapa banyak
orang-orang di setiap abad dan tempat yang seperti dia! Mereka mengajukan pertanyaan yang sama seperti Pilatus, tetapi tidak menantikan jawaban dari Ke-benaran itu sendiri, dan dengan demikian mereka tidak me-nemukan Dia. Yesus berkata, “Jikalau kamu tetap di dalam
firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku, dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memer-dekakan kamu” (Yohanes 8:31,32).
Sesudah menanyai Yesus, Pilatus berpaling kepada orang-orang Yahudi dan berkata bahwa dia tidak menemukan kesa-lahan apapun di dalam Dia. Beberapa orang memperkirakan bahwa isteri Pilatus sudah mempengaruhinya untuk berpihak pada Kristus, karena rasa hormatnya yang dalam pada yang dituduh jelas terbukti. Tetapi di balik pengakuan Pilatus

yang jelas, orang-orang Yahudi memperbaharui serangan mereka, dengan sangat menyakitkan menuduh Kristus menghasut orang banyak untuk melakukan pemberontakan. Mereka berkata, “Ia menghasut rakyat dengan ajaran-Nya di seluruh Yudea, Ia mulai di Galilea dan sudah sampai ke sini” (Lukas 23:5).
Para pemimpin Yahudi menyebutkan kaitan Kristus dengan Galilea, dengan maksud agar gubernur menentang Dia dan untuk meyakinkan agar Dia dijatuhi hukuman mati. Tetapi para pemimpin Yahudi ini menyesal mengucapkan tuduhan ini karena hal itu menyebabkan tertundanya rencana mereka, karena kemudian kasus Kristus ini diserahkan pada gubernur Yahudi di Galilea, Herodes.
Pilatus mengirim Yesus ke istana Herodes di Yerusalem, bersama-sama dengan orang-orang yang menuduh Dia. Dia mengira bahwa pemindahan ini akan melepaskan dia dari tanggung jawab terhadap orang-orang Yahudi dan dari hati nuraninya sendiri yang gelisah. Dia juga berharap bahwa pemindahan ini akan dilihat sebagai sikap atau tanda berdamai oleh Herodes, membantu untuk meredakan permusuhan yang mendalam di antara mereka.
Rencana Pilatus nampaknya berhasil; dia dan Herodes menjadi kawan sejak saat itu. Tetapi, dia tidak dapat menenangkan orang-orang Yahudi ataupun mendiamkan hati nura-ninya sendiri.

3.3. Kristus diharapan herodes

Ketika Pilatus mendengar itu ia bertanya, apakah orang itu seorang Galilea. Dan ketika ia tahu, bahwa Yesus seorang dari wilayah Herodes, ia mengirim Dia menghadap Herodes, yang pada waktu itu ada juga di Yerusalem. Ketika Herodes melihat Yesus, ia sangat gi-rang. Sebab sudah lama ia ingin melihat-Nya, karena ia sering mendengar tentang Dia, lagipula ia mengharap-kan melihat bagaimana Yesus mengadakan suatu tanda. Ia mengajukan banyak pertanyaan kepada Yesus, tetapi Yesus tidak memberi jawaban apapun. Sementara itu imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat maju ke depan dan melontarkan tuduhan-tuduhan yang berat kepada Dia. Maka mulailah Herodes dan pasukannya menista dan mengolok-olokkan Dia, ia mengenakan jubah kebe-saran kepada-Nya lalu mengirim Dia kembali kepada Pilatus. Dan pada hari itu juga bersahabatlah Herodes dan Pilatus; sebelum itu mereka bermusuhan (Lukas 23:6-12).

Herodes sangat senang, tidak hanya bahwa Pilatus sudah mengirim Kristus kepadanya, tetapi karena dia sendiri juga beroleh kesempatan untuk melihat dan bertemu Kristus, yang sudah sangat dikenal oleh orang-orang Galilea yang berada di wilayah kekuasaannya. Dia juga berharap Kristus akan menga-dakan sejumlah mujizat yang tentang itu dia sudah banyak mendengar.
Herodes menanyai Yesus, tetapi Yesus tidak memberikan jawaban apapun. Herodes yang jahat sudah menghentikan suara Allah melalui Yohanes Pembaptis, dan sekarang Anak Allah tidak akan mengatakan suatu apapun juga. Kita dapat membayangkan bahwa penglihatan

Kristus yang tidak pernah terhalang itu membawa kembali pada kenangan menyakitkan terhadap Herodes sesudah dia memenggal Yohanes Pembaptis. Ketika sebelumnya dia mendengar tentang Kristus, dia mengira bahwa Yohanes Pembaptis sudah bangkit dari kubur. Sekarang apa yang dipikirkannya?
Karena dia tidak mendapatkan jawaban dari Yesus, Herodes mempermainkan dan memperolok-olokan Dia, bersama dengan pasukannya. Kemudian mengenakan jubah kebesaran kepada-Nya, Herodes mengirim kembali kepada Pilatus tanpa suatu keputusan apapun.

3.4. Pilatus berusaha untuk menyelamatkan Kristus

Lalu Pilatus mengumpulkan imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin serta rakyat, dan berkata kepada mereka, “Kamu telah membawa orang ini kepadaku sebagai seorang yang menyesatkan

rakyat. Kamu lihat sendiri bahwa aku telah memeriksa-Nya, dan dari kesalahan-kesalahan yang kamu tuduhkan kepada-Nya ti-dak ada yang kudapati pada-Nya. Dan Herodes juga tidak, sebab ia mengirimkan Dia kembali kepada kami. Sesungguhnya tidak ada suatu apapun yang dilakukan-Nya yang setimpal dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya” [Sebab ia wajib melepaskan seorang bagi mereka pada hari raya itu.] Tetapi mereka berteriak bersama-sama, “Enyah-kanlah Dia, lepaskanlah Barabas bagi kami!” Barabas ini dimasukkan ke dalam penjara berhubung dengan suatu pemberontakan yang telah terjadi di dalam kota dan karena pembunuhan. Sekali lagi Pilatus berbicara dengan suara keras kepada mereka, karena ia ingin me-lepaskan Yesus. Tetapi mereka berteriak membalasnya, katanya, “Salibkanlah Dia! Salibkanlah Dia!” Kata Pilatus untuk ketiga kalinya kepada mereka, “Keja-hatan apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh orang

ini? Tidak ada suatu kesalahanpun yang kudapati pada-Nya, yang setimpal dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya.” Tetapi de-ngan berteriak mereka mendesak dan menuntut, supaya Ia disalibkan, dan akhirnya mereka menang dengan te-riak mereka. Lalu Pilatus memutuskan, supaya tuntutan mereka dikabulkan. Dan ia melepaskan orang yang di-masukkan ke dalam penjara karena pemberontakan dan pembunuhan itu sesuai dengan tuntutan mereka, teta-pi Yesus diserahkannya kepada mereka untuk diperlaku-kan semau-maunya (Lukas 23:13-25).

Pada waktu orang-orang kembali kepada Pilatus bersama Kristus, mereka berkata bahwa Herodes tidak dapat menemukan adanya kesalahan di dalam Dia yang setimpal untuk dijatuhi hukuman mati. Oleh karena itu, Pilatus berharap bahwa orang banyak akan membantunya untuk menentang rencana penatua-penatua bangsa Yahudi. Karena tidak ada sa-tupuan tuduhan yang ditujukan kepada Kristus dapat dibuk-tikan. Pilatus menyarankan bahwa dia hanya akan menyesah Dia lalu melepaskan-Nya. Dia mengira dapat menyelamatkan Kristus dari kematian dan menenangkan orang-orang Yahudi pada waktu yang sama. Pilatus mau menghajar Yesus sesudah menyatakan bahwa Dia tidak berdosa; betapa tidak berpendi-rian dia! Ini merupakan awal dari kesalahannya yang membawa dia ke dalam pelanggaran yang lebih parah.
Karena semua kejadian ini terjadi selama Hari Raya, maka pikiran orang-orang terarah pada kebiasaan pemberian hadiah yang diberikan kepada mereka dalam rangka menghormati

perayaan tersebut -- seorang tawanan atas pilihan mereka bisa dilepaskan. Pilatus melihat ini sebagai kesempatan untuk mele-paskan Kristus, karena itu dia masuk ke dalam, duduk di atas kursi pengadilan, dan memberikan kepada orang-orang waktu untuk menentukan pilihan mereka. Tidak pernah sedikitpun terpikirkan olehnya bahwa mereka akan memilih seorang penjahat biasa yang bersalah karena memimpin pemberontakan dan melakukan pembunuhan, dari pada seorang rabi yang baik dan saleh yang sudah menyembuhkan banyak orang dari sakit-penyakit mereka.

3.5. Saran dari istri Pilatus

Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya, “Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia, aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.” Tetapi oleh hasutan imam-imam kepala dan tua-tua, orang banyak bertekad untuk meminta supaya Barabas dibe-baskan dan Yesus dihukum mati. Wali negeri menjawab dan berkata kepada mereka, “Siapa di antara kedua orang itu yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu?” Kata mereka, “Barabas.” Kata Pilatus kepada mereka, “Jika begitu, apakah yang harus kuperbuat dengan Yesus, yang disebut Kristus?” Mereka semua berseru, “Ia harus disalibkan!” Katanya, “Tetapi kejahatan apa-kah yang telah dilakukan-Nya?” Namun mereka makin keras berteriak, “Ia harus disalibkan!” Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan memba-suh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata, “Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!” Dan seluruh rakyat itu

men-jawab, Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!” Lalu ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkan-nya untuk disalibkan (Matius 27:19-26).

Sesudah memperoleh mimpi yang tidak menyenangkan tentang Kristus, isteri Pilatus memperingatkan suaminya untuk tidak berbuat sesuatu dengan “Orang yang benar itu.” Tidak diragukan lagi bahwa berita ini mempengaruhi suami-nya, karena dia adalah orang
yang percaya pada ketakhayulan seperti halnya orang-orang yang tidak mengenal Allah pada umumnya, dan dia semakin takut kalau dituduh sebagai orang yang paling
bertanggung-jawab untuk kematian Kristus. Sementara bukti untuk lebih berpihak pada Kristus semakin meningkat di ruang persidangan gubernur, yang sebaliknya justru terjadi di luar; para pemimpin bangsa Yahudi mencoba untuk menghasut orang banyak agar
berteriak-teriak melawan Kristus, dengan mengatakan bahwa penghujatan-Nya dalam hal mengklaim diri-Nya sebagai yang ilahi menjadikan Dia pelaku kejahatan yang lebih besar dari pada Barabas. Ketika Pilatus bertanya kepada orang banyak apa keputusan mereka, mereka semua beteriak-teriak memilih Barabas. Tetapi Pilatus masih berusaha untuk menyelamatkan Yesus karena dia me-minta kepada orang-orang untuk mempertimbangkan lagi keputusan mereka, barangkali mereka terburu-buru mengam-bil keputusan atau hanya karena kesalahmengertian saja. Meskipun dia berharap agar orang banyak merubah keputusan-nya, orang-orang tetap saja bersikeras agar melepaskan Barabas kepada mereka. Pilatus sekali lagi tidak puas dengan jawaban dari orang banyak, jadi dia bertanya sekali lagi

apa yang orang-orang mau ia lakukan dengan Kristus, dan sekali lagi orang banyak berteriak, “Salibkan Dia!”
Di dalam Lukas 23:22, kita membaca kata-kata yang berikut ini. “Kata Pilatus untuk ketiga kalinya, ‘Kejahatan apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh orang ini? Tidak ada suatu kesalahanpun yang kudapati pada-Nya yang setimpal dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya.” Pilatus mencoba untuk menyelamatkan Kristus tiga kali dengan berdebat memihak pada ketidakbersalahan-Nya. Dia mengakhiri usahanya dengan menyediakan diri untuk mengha-jar Dia dan melepaskan-Nya. Tetapi kesediaannya untuk men-disiplin Yesus, sesudah dia mengakui dan menyatakan bahwa Dia tidak berdosa, menunjukkan kepada kita bahwa dia tunduk pada seruan orang banyak, paling tidak sebagian. Barangkali dia berharap orang-orang Yahudi akan merasa puas sesudah Kristus
disesah, dan membatalkan maksud mereka untuk penyaliban-Nya. Tetapi bukan ini yang jadi permasalahannya.
Sementara teriakan-teriakan orang banyak menjadi semakin keras, Pilatus menjadi hanya sekedar alat di dalam tangan mereka, menyerah pada kegilaan orang banyak yang menuntut penyaliban seorang yang tidak berdosa. Tetapi dia tidak mau menyerah dengan tanpa syarat; dia mencoba untuk melepaskan dirinya dari tanggung jawab atas perbuatan jahat ini dengan mengalihkannya di tangan para pemimpin Yahudi. Untuk melambangkan tindakan ini, dia membasuh tangannya di depan orang banyak, dan berkata, “Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri.” Untuk ini, orang banyak itu menjawab, “Tanggungkan darah-Nya pada kami dan anak-anak kami.” Sungguh aneh bahwa
orang-orang ini yang secara terbuka dan berapi-api mengaku bertanggung-jawab untuk penyaliban Kristus, di kemudian mencoba untuk meng-hindar. Di dalam kitab Kisah Para Rasul, orang yang sama melarang pemberitaan para rasul, sesudah Yesus bangkit dari kematian, dengan kata-kata berikut ini, “Dengan keras kami melarang kamu mengajar dalam Nama itu. Namun ternyata, kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu dan kamu mau menanggungkan darah Orang itu kepada kami!” (Kisah Para Rasul 5:28).

3.6. Kristus diolok olokkan

Lalu ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan. Kemudian serdadu-serdadu wali negeri membawa Yesus ke gedung pengadilan, lalu memanggil seluruh pasukan berkumpul sekeliling Yesus. Mereka menanggalkan pakaian-Nya dan mengenakan jubah ungu kepada-Nya. Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan mena-ruhnya di atas kepala-Nya, lalu memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan-Nya. Kemudian mereka berlutut di hadapan-Nya dan mengolok-olokkan Dia, ka-tanya, “Salam, hai Raja orang Yahudi!” Mereka me-ludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan memukul-kannya ke kepala-Nya. Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah itu dari pada-Nya dan me-ngenakan pula

pakaian-Nya kepada-Nya. Kemudian me-reka membawa Dia keluar untuk disalibkan (Matius

27:25-31).

Dalam hukum Yahudi, seorang yang dijatuhi hukuman un-tuk disalibkan, didera atau dicambuki terlebih dahulu, dengan tiga puluh sembilan cambukan. Pengadilan Roma jauh lebih ke-jam; penjahat yang dijatuhi hukuman dicambuki dengan sangat kejam, dimana cambuk-cambuk itu ujungnya diberi besi-besi tajam, timah atau tulang runcing. Sebagai akibatnya, korban sering kali menjadi tidak sadar dalam proses, dan dalam banyak kasus bahkan mati.
Tentara-tentara Romawi membawa Kristus dan mengolok-olokkan Dia. Mendengar bahwa Dia disebut sebagai “Raja orang Yahudi,” mereka lalu mempermainkan Dia. Membawa Dia ke dalam ruangan dalam gubernur, mengumpulkan semua orang bersama-sama. Menyesah Dia dan mengenakan jubah ungu. Kemudian mereka menganyam mahkota duri dan
menem-patkan di kepala-Nya. Tidak anya itu saja, mereka menghina Yesus dengan memberikan kepada-Nya sebatang buluh sebagai tongkat kerajaan-Nya, mengolok-olok pengakuan-Nya bahwa Dia adalah Raja. Mereka berlutut di depan-Nya sambil
berteriak-teriak, “Hidup, Raja orang Yahudi!” Mereka terus menggodai Dia dengan berkali-kali merenggut buluh dari tangan-Nya, memukuli, dan meludahi muka-Nya.

3.7. Usaha terakhir untuk menyelamatkan Kristus

Pilatus keluar lagi dan berkata kepada mereka, “Lihatlah, aku membawa Dia keluar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak mendapati kesalahan apa-pun pada-Nya.” Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka, “Lihatlah manusia itu!” Ketika imam-imam kepala dan penjaga-penjaga itu melihat Dia, berteriaklah mereka, “Salibkan Dia, salibkan Dia.” Kata Pilatus kepada mereka, Ambil Dia, dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya.” Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya, “Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia me-nganggap diri-Nya sebagai Anak Allah.” Ketika Pilatus mendengar perkataan itu bertambah takutlah ia, lalu ia masuk pula ke dalam gedung pengadilan dan berkata kepada Yesus, “Dari manakah asal-Mu?” Tetapi Yesus tidak memberi jawab kepadanya. Maka kata Pilatus kepada-Nya, “Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk

menya-libkan Engkau?” Yesus menjawab, “Engkau tidak mem-punyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas. Sebab itu, dia yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya.” Sejak itu Pilatus berusaha untuk membebaskan Dia, tetapi

orang-orang Yahudi berteriak, “Jikalau Engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.” Ketika Pilatus mendengar perkataan itu, ia menyuruh membawa Yesus ke luar, dan ia duduk di kursi pengadilan, di tempat yang bernama Litos-trotos, dalam bahasa Ibrani Gabata. Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira

jam dua belas. Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu, “Inilah rajamu!” Maka berteriaklah mereka, “Enyahkan Dia! Enyahkan Dia! Salibkan Dia!” Kata Pilatus kepada mereka, “Haruskah aku menyalibkan rajamu? Jawab imam-imam kepala, “Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar!” Akhirnya Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan. Mereka menerima Yesus (Yohanes 19:4-16).

Pilatus membawa Kristus keluar dari penjagaan pasukan, menampilkan Dia di hadapan orang banyak yang menanti-nanti, dan mengulangi berkali-kali bahwa Dia tidak berdosa. Ini hanya membuat orang banyak semakin berani, karena mereka mulai melemparkan tuduhan dengan meneriakkannya bersama-sama dan berulang-ulang, menuntut penyaliban. Pilatus sekali lagi menyatakan bahwa Kristus tidak ada kesalahan sama sekali, dan memperingatkan orang banyak yang sudah berani menangkap Dia dan mau menyalibkan Dia. Tetapi, mereka
ber-pegang pada Hukum mereka, bersikeras bahwa siapapun yang mengatakan bahwa dirinya Allah harus dihukum mati.
Pilatus diyakinkan akan keutamaan Kristus di dalam hikmat dan kesalehan. Ketika dia mengetahui bahwa Yesus sudah menyatakan diri-Nya sebagai “Anak Allah,” dia menanyai Dia mengenai asal-usul-Nya. Tetapi ketika Kristus menolak untuk menjawab, Pilatus menegur Dia, mengingatkan Dia bahwa dia memegang kunci yang menentukan kehidupan atau kematian-Nya. Pilatus bertanya-tanya mengapa Yesus menahan ketera-ngan yang akan dapat menyebabkan pelepasan-Nya. Dia mengira bahwa pasti Kristus akan sangat menghargai usahanya untuk melepaskan Dia. Tetapi siapakah Pilatus sampai dia mengklaim bahwa dirinya berkuasa seperti itu? Apakah dia punya kekuatan moral untuk mengatasi rasa takutnya dan mentaati dorongan suara hati nuraninya? Apakah dia mempu-nyai kontrol terhadap orang-orang Yahudi yang di bawah peme-rintahannya? Apakah dia mempunyai kuasa untuk mencegah Kristus dari menggenapi maksud tujuan-Nya? Adalah akan lebih baik bagi Pilatus untuk tidak mengatakan apapun tentang kuasa, terlebih lagi karena dia sudah mulai mengkompromikan keyakinannya sendiri bahwa Kristus tidak berdosa, demi menyenangkan orang banyak.
Sebagai tanggapan dari pernyataan Pilatus, tentang kuasanya, Kristus menegaskan kuasa-Nya sendiri dengan kata-kata berikut, “Kamu tidak memiliki kuasa apapun untuk melawan Aku kecuali kuasa itu diberikan kepadamu dari atas. Oleh karena itu orang yang menyerahkan
Aku kepadamu lebih besar dosanya.” Orang yang sudah menyerahkan Dia kepada Pilatus adalah imam besar. Adalah jelas mengapa Yesus mengemu-kakan dosa besar dari imam
besar kepada Pilatus; karena Pilatus disesatkan oleh imam besar, tetapi imam besar itu sendiri disesatkan oleh kejahatan hatinya sendiri.
Tanggapan dari Yesus sangat mengguncangkan Pilatus. Sekali lagi dia ingin melepaskan Yesus ketika menyadari kuasa-Nya yang menyeluruh atas kekuatan jahat. Tetapi, para pemim-pin Yahudi sekarang mulai mengancam. Kalau saja Pilatus itu orang yang lurus hidupnya, kenyataan ini tidak hanya meyakinkan dia untuk berpegang pada keadilan, karena
anca-man apapun tidak akan menggoyahkan orang yang punya ketetapan! Sayangnya, Pilatus nampaknya tidak berada dalam hubungan yang terbaik dengan Kaisar di Roma.
Keluhan-keluhan dan laporan-laporan yang tidak mengada-ada sudah disampaikan kepada Kaisar yang sekarang sedang bersiap-siap untuk memecatnya karena adanya sejumlah penyelewengan dan hasutan-hasutan. Oleh karena itu, para pemimpin Yahudi mengancam

Pilatus sebagai pengkhianat kalau dia sampai be-rani melepaskan Kristus. Ini akan menjadikan Pilatus nampak seperti memusuhi Kaisar. Gubernur tahu jelas apa arti dari laporan tentang kesetiaan dirinya ke Roma. Jadi, ancaman orang-orang Yahudi ini memaksan Pilatus untuk menunjukkan ketaatannya di hadapan mereka. Dia berkata kepada mereka, “Lihat Rajamu!” Tetapi mereka tetap bersikeras bahwa Dia melakukan perbuatan yang jahat. Terhadap keberatannya lebih lanjut, “Haruskah aku menyalibkan Rajamu?”, mereka
menja-wab, “Kami tidak punya raja kecuali Kaisar!” Dengan kata-kata ini, orang-orang Yahudi menegaskan nubuat tentang bagaima-na otoritas kerajaan beralih dari keturunan Daud segera sesudah Mesias datang, “Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda
ataupun lambang pemerintahan dari kakinya, sampai dia (Siloh) datang yang berhak atasnya, maka kepada-Nya akan takluk bangsa-bangsa” (Kejadian 49:10).
Pilatus tidak punya pilihan lain, karena itu dia menyerahkan Kristus kepada mereka untuk disalibkan. Menangkap Yesus, para penangkap-Nya meneruskan olokan-olokan mereka. Kemudian mereka menggantikan jubah ungu dengan pakaian-Nya sendiri, dan membawa Dia ke luar untuk disalibkan.
Di dalam catatan sejarah, Pilatus digambarkan sebagai orang yang sangat keras kepala, dan kelakuannya nampak di dalam usahanya yang berulang-ulang dilakukan untuk menenangkan para pemimpin Yahudi. Dari perdebatannya dengan mereka sehubungan dengan nasib Kristus, dia menyatakan dengan jelas keadaan Yesus yang tidak berdosa dan ketidakadilan dari orang-orang yang menekannya. Penyerahan Dia ke dalam tangan orang banyak untuk disalibkan menegaskan kata-kata Yesus sendiri bahwa Dia akan ditinggikan untuk mati demi kehidupan dunia (Yohanes 3:14-16).

4. PENYALIBAN KRISTUS

“Jadi (Pilatus) menyerahkan Dia kepada mereka untuk disalibkan” (Yohanes 19:16).
Kata-kata ini merupakan penda-huluan dari pasal yang baru di dalam kehidupan Kristus di bumi, ketika Dia harus menanggung di dalam tubuh-Nya sen-diri hukuman yang dijatuhkan untuk dosa-dosa dari semua umat manusia. Melalui karya penebusan-Nya ini, Dia harus menjalani penderitaan, yang jauh lebih berat dari semua ujian dan penganiayaan yang Dia alami pada awal pemeriksaan. Keinginan para pemimpin bangsa Yahudi pada akhirnya
terka-bul , dan sekarang kumpulan orang banyak terus memperhati-kan sementara pelaku mujizat berjalan di depan mereka, kelelahan dan bercucuran darah. Di sini “Anak Domba Allah yang menanggung dosa seisi dunia” sedang dalam perjalanan untuk dikorbankan demi kejahatan umat manusia. Dia berjalan tertatih-tatih menelusuri jalan-jalan setapak di dalam kota, membawa sendiri salib-Nya, seperti nenek-moyangnya yang agung, Ishak membawa sendiri kayu bakar, di atas mana dia akan dipersembahkan sebagai korban bakaran (Kejadian 22:6).

4.1. Kristus terhuyung huyung karena beratnya beban

Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggal-kan jubah itu dari pada-Nya dan mengenakan pula pakaian-Nya kepada-Nya. Kemudian mereka membawa Dia keluar untuk disalibkan. Ketika mereka berjalan ke luar kota, mereka berjumpa dengan seorang dari Kirene yang bernama Simon. Orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus (Matius 27:31-32).

Penyebab dari kelelahan Kristus secara tubuh pada hari itu adalah sangat jelas. Beban, hinaan, cercaan, bahkan sesahan itu sedemikian bertubi-tubi sehingga Dia terhuyung-huyung kare-na beban berat dari Salib yang dipikul-Nya. Penderitaan-Nya baik secara rohani dan jasmani menguras seluruh kekuatan-Nya, dan orang yang bertugas mengawal Dia harus memaksa orang lain untuk memikul Salib. Kristus tidak tidur barang se-kejappun sejak penangkapan-Nya di Taman Getsemane. Dari sana Dia dibawa dengan tangan terikat ke istana imam besar, kemudian ke balai pengadilan, dan akhirnya ke rumah Pilatus. Selama dalam peradilan, Dia berdiri tegak untuk jangka waktu yang lama, dijadikan sasaran pukulan, dicambuki dan diolok-olok terus-menerus, dan sepertinya dalam menjalani keselu-ruhan proses itu Dia kehilangan banyak darah.
Betapa berat dan mengerikan penderitaan rohani yang melu-matkan kelemah-lembutan, kepekaan dan jiwa yang penuh kasih dari Kristus! Kita bisa mengingat kembali betapa besar kekecewaan-Nya, karena pengkhianatan Yudas, kejatuhan Petrus, pertengkaran murid-murid yang mau menjadi paling terkemuka dan kemudian lari meninggalkan Dia, pergumulan berat di dalam taman. Sekarang perlakuan-perlakuan jahat dan tidak senonoh berlanjut ditujukan pada Dia, pada waktu yang bersamaan, rasa haus, lapar, kelelahan dan kedinginan semakin menambah berat derita-Nya. Semua faktor ini menyebabkan Dia jatuh terhuyung-huyung ditimpa beban berat dari Salib. Dalam penderitaan yang bertubi-tubi ini, sebagaimana halnya dengan pencobaan di padang gurun, kemanusiaan-Nya menja-lani ujian yang tidak ringan.
Ada empat orang pengawal yang membawa Yesus ke tempat untuk penyaliban. Ketika mereka melihat Dia jatuh terhuyung karena beratnya beban yang ditanggung-Nya, mereka memaksa Simon dari Kirene untuk membawa salib bagi Dia. Tidak ada seorangpun dari orang banyak itu yang menyediakan diri untuk melakukan pelayanan seperti itu secara sukarela, karena dianggap sebagai suatu cela atau aib besar kalau berhubungan dengan orang yang mau disalibkan. Tetapi, apa yang dianggap sebagai sesuatu yang memalukan berubah menjadi suatu kehor-matan, dan dengan demikian Simon dari Kirene melayani sebagai pimpinan dari laskar orang-orang kudus, menolong membawakan Salib Kristus.
Orang banyak melanjutkan iring-iringan mereka disertai dengan delapan orang pengawal dan dua orang penjahat. Masing-masing penjahat membawa sebuah tanda di atas kepalanya, menunjukkan namanya, kotanya dan kejahatan apa yang dilakukannya sehingga dia
dihukum. Sedangkan tanda yang diperuntukkan bagi Kristus, tulisannya terdiri dari tiga

bahasa: Ibrani, bahasa agama, karena Dia Anak Daud dan Anak Allah; Gerika, bahasa kaum terpelajar, karena Dia adalah terang dunia dan kebenaran kekal; dan Latin, bahasa dari kekuatan politik, karena Dia adalah Raja di atas segala Raja dan Tuhan di atas segala Tuan. Jadi, bagi Dia terbaca: “INI ADALAH YESUS RAJA ORANG YAHUDI” (Matius 27:37). Yang dianggap sebagai kejahatan-Nya adalah bahwa Dia mengaku sebagai raja orang Yahudi, memberontak melawan Kaisar.

4.2. Wanita wanita Yerusalem menangisi Yesus

Sejumlah besar orang mengikuti Dia. Yesus berpaling kepada mereka dan berkata, “Hai puteri-puteri Yerusa-lem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu. Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata, ‘Berbahagialah pe-rempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah me-lahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui.’ Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung, “Runtuhlah menimpa kami!” Dan kepada bukit-bukit, “Timbunilah kami!” Sebab jika orang berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu kering?” Dan ada juga digiring dua orang lain, yaitu dua penjahat untuk dihukum mati bersama-sama dengan Dia (Lukas 23:27-32).

Pilatus tetap terus mengatakan bahwa Kristus tidak berdosa. Tetapi, pada waktu dia menyerahkan Kristus untuk disalibkan, dia berkewajiban untuk membiarkan setiap orang melihat bahwa kesalahan-Nya setimpal dengan hukuman yang dijatuhkanm dan untuk ini dia tidak diijinkan untuk membuat kesalahan. Tetapi Pilatus bermaksud untuk membalas
orang-orang Yahudi yang menekan dia untuk melakukan ketidak adilan, karena itu dia menuliskan kata-kata berikut di atas kepala Kristus: “Raja orang Yahudi.” Jadi cela yang menimpa orang-orang Yahudi adalah bahwa mereka menyalibkan raja mereka sendiri. Imam-imam kepala keberatan dengan tulisan itu danb mengusulkan, “Jangan tulis, ‘Raja orang Yahudi,’ tetapi, ‘Dia mengatakan, “Akulah Raja orang Yahudi” (Yohanes 19:21).
Dibalik kritikan mereka, Pilatus tetap pada keputusannya, berkata, “Apa yang sudah aku tulis sudahlah” (Yohanes 19:22). Dia yang tadinya bertanya apa kebenaran itu, sekarang melayani dan mempertahankan kebenaran, meskipun dia tidak menyadarinya.
Pemandangan seperti itu menarik perhatian banyak orang untuk berbondong-bondong ke kawasan Yerusalem, dan banyak wanita dikuasai oleh kedukaan dan menampakkan wajah sedih. Mereka mulai menangis dan meratap dengan keras. Mereka tidak mau ambil peduli, apa anggapan penatua-penatua Yahudi terhadap mereka, mereka juga tidak takut ditegur ataupun dimarahi karena meluapkan emosi mereka secara terbuka. Tetapi Kristus keberatan dengan tangisan wanita-wanita ini, meskipun ini merupakan tanda kasih mereka yang dinyatakan secara terbuka disepanjang pagi itu. Mereka tidak seharusnya menangisi Dia tetapi menangisi diri mereka sendiri. Dia dapat melihat apa yang tidak mereka lihat -- bencana yang menge-rikan yang tak terkatakan akan segera dialami oleh penduduk Yerusalem. Satu hari nanti mereka berharap gunung-gunung tinggi akan menimpa mereka, sehingga mereka bisa dilepaskan dari penderitaan dan aniaya besar, di mana kematian akan

dianggap sebagai suatu kemurahan dan bukan kutuk. Dia bertanya apa yang akan terjadi pada mereka, melambangkan carang-carang kering yang tidak menghasilkan sesuatupun yang
baik, jika mereka mengijinkan orang-orang Romawi menyalibkan Dia, cabang yang lembut, dan menghijau dalam siapa kehidupan kebenaran mengalir. Dia bisa melihat banyaknya penyaliban yang akan terjadi pada saat menjelang kehancuran Yerusalem; dan beberapa yang dipaku di kayu salib adalah orang-orang yang sudah menyalibkan Dia dan sanak-keluarga mereka. Semua tangisan yang terjadi, tidak perlu, karena Kristus menyelesaikan maksud tujuan-Nya. Meskipun para pengolok melihat Dia berada dalam keadaan kalah, Dia saja yang tahu bahwa Dia sudah menyelesaikan sasaran-Nya dan mendapatkan kemenangan. Dengan semua ini dalam pemahaman-Nya, tidaklah mengherankan kalau Dia keberatan
wanita-wanita menangisi diri-Nya.

4.3. Kristus bukan martir

Kematian Kristus tidak dapat dianggap sebagai kematian seo-rang martir, atau mati sahid - mati karena membela kebenaran - sebab para martir dibunuh karena keberadaan mereka. Kendatipun motif mulia mereka adalah lebih memilih kematian dari pada menentang kehendak Allah untuk mereka, mereka tetap tidak berkuasa untuk menyelamatkan diri dari musuh-musuh mereka. Tetapi kedudukan Kristus jelas sangat berbeda. Kuasa-Nya memampukan Dia untuk menyelamatkan diri-Nya dari orang-orang yang menekan-Nya, kalau saja Dia mau memilih untuk menyelamatkan diri. Tetapi karena keselamatan umat manusia bergantung pada kesediaan-Nya untuk mene-rima penyaliban, maka umat manusia akan terhilang selama-lamanya, kalau saja Dia memilih untuk menyelamatkan diri-Nya.
Tidaklah cukup untuk melihat kematian Kristus hanya sekedar sebagai peristiwa yang sangat menyentuh di dalam sejarah, tetapi juga sebagai kejadian yang menentukan atas mana kehidupan rohani dan kebahagiaan kekal kita sekarang ini bergantung. Rasul Paulus memahami kebenaran vital ini dan menekankan hal itu dalam Perjanjian Baru. Ayat berikut menggambarkan berita yang penting ini, “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sen-diri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:20); “Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut di-salibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa” (Roma 6:6); “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus ia adalah ciptaan baru; yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Korintus 5:17).

4.4. Kristus menolak penawar rasa sakit

Maka sampailah mereka di suatu tempat yang bernama Golgota, artinya, Tempat Tengkorak. Lalu me-reka memberi Dia minum anggur bercampur empedu. Setelah Ia mengecapnya, Ia tidak mau

meminumnya (Matius 27:33-34).

Wanita-wanita Yahudi membuat ramuan itu sebagai tugas mereka untuk menolong mengurangi rasa sakit dari orang-orang di negeri mereka yang menjalani hukuman penyaliban, dan sementara iring-iringan itu sampai di sebuah tempat yang bernama Tempat Tengkorak, kepada Kristus ditawarkan obat pembunuh rasa sakit. Wanita-wanita ini mengikuti nasehat Salomo di dalam Amsal 31:6, “Berikanlah minuman keras itu kepada orang yang akan binasa” sejumlah ramuan dicampur dengan anggur menolong meningkatkan ketenangan. Tetapi karena tujuan Kristus adalah untuk minum dari cawan
pahit berupa rasa sakit sampai ke akar-akarnya, maka Dia menolak ramuan penawar sakit itu. Dia merencanakan untuk menyam-paikan kata-kata penting dari Salib kepada orang-orang yang berkumpul, disamping langsung mengarahkan doa-doa penting kepada Bapa-Nya di sorga, maka Dia menolak minum barang setegukpun minuman penenang itu, anggur memang akan me-lakukan hal itu. Adalah penting bagi Dia untuk menjaga agar mental dan kuasa rohani-Nya tetap sadar, karena itu ketika Dia mencicipi minuman yang ditawarkan dan tahu apa itu, Dia menolak untuk minum.

4.5. Disalibkan diantara dua pencuri

Sesudah menyalibkan Dia mereka membagi-bagi pakaian-Nya dengan membuang undi. Lalu mereka duduk di situ menjagai Dia. Dan di atas kepala-Nya ter-pasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia di hukum: INILAH YESUS RAJA ORANG YAHUDI. Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Nya. Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala, mereka berkata, “Hai, Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau mem-bangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu.” Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata, “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya! Karena Ia telah berkata Aku adalah Anak Allah.” Bahkan

penyamun-penyamun yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela-Nya demikian juga (Matius

27:35-44).

Ada dua pencuri yang disalibkan bersama dengan Kristus, dan tentara-tentara menempatkan Salib-Nya di antara mereka. Dikatakan bahwa orang-orang ini bersama-sama dengan Barabas melakukan huru-hara, perampokan dan pembunuhan, dan salib yang di tengah itu pada mulanya dimaksudkan untuk Barabas si penjahat itu. Karena dia dilepaskan, maka Kristus menggantikannya. Dari naskah-naskah kuno, kita mendapat-kan bahwa nama pertama dari Barabas adalah “Yosua” atau “Penyelamat”; dan Barabas itu sendiri artinya “Anak dari Bapa.” Jadi, namanya sendiri menjadikannya khayalan Mesias yang akan menyelamatkan bangsanya dari tindasan orang-orang Romawi. Ini merupakan kejahatan yang dijadikan dasar penyebab mengapa dia dihukum, setimpal dengan apa yang dilakukannya, mati dengan disalibkan. Pada waktu yang sama, ini adalah alasan mengapa orang banyak berusaha untuk

mele-paskan dia dari pada Kristus.
Pada waktu menjalankan penyaliban para pengawal biasanya mengikat para nara pidana ke kayu salib sementara kayu salib itu masih terletak di atas tanah. Kemudian, mereka memasuk-kan paku-paku besar menembus pinggang dan kaki, sesudah itu mereka
menegakkan dan menanamkan salib itu ke dalam tanah. Mereka akan duduk-duduk, menjaga dia sampai kemati-annya. Ini mencegah baik kawan ataupun famili korban untuk menurunkannya. Sebelum mati, mereka yang disalibkan biasanya berada dalam keadaan sekarat selama dua hari atau paling tidak selama sehari penuh, dan kerena kematian korban tidak dapat dihindari lagi, para pengawal seringkali menyiksa mereka sebagai kesenangan. Untuk mempercepat kematian seorang narapidana, para pengawal biasanya mematahkan tulang kaki orang yang disalib dengan tongkat besi. Tentara-tentara Roma ini akan membiarkan mayat orang bersangkutan tergantung di salib dijadikan makanan burung bangkai dan unggas-unggas liar lainnya, tetapi orang-orang Yahudi biasanya akan meminta agar tubuh yang sudah mati itu diturunkan sebelum matahari terbenam. Sedangkan pakaian dari korban, sesuai dengan ketetapan hukum diberikan kepada para pengawal.

4.6. Kristus meminta pengampunan untuk orang orang yang menyalibkan Dia

Yesus berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya (Lukas 23:34).

Pada waktu tentara-tentara mulai menyalibkan Kristus, tiga jam dari hari itu sudah terlewat. Selama waktu itu, Yesus diadili di hadapan Sanhedrin Yahudi, gubernur Roma, Raja Herodes, dan kemudian dibawa ke tempat penyaliban. Sudah menjadi kebiasaan para tentara, untuk mendengarkan kata-kata kasar, teriakan kemarahan, hujatan-hujatan, dan
kutukan-kutukan yang ditujukan kepada mereka oleh para narapidana yang disalib. Sepertinya, dua orang pencuri yang disalib juga tidak berbeda dengan mereka dalam hal ini. Tetapi dengan kata-kata pertama-Nya dari Salib, Kristus terdengar berdoa dengan penuh kasih bagi orang-orang yang telah menyiksa-Nya. Dia tidak meminta agar mereka dimaafkan karena mereka tidak peduli atau tidak mau tahu dengan apa yang mereka lakukan, tetapi Dia meminta agar mereka diampuni, karena mereka benar-benar tidak mengerti siapakah Dia yang mereka salibkan. Rasul Paulus berkata, “ sebab kalau sekiranya me-reka
mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia” (I Korintus 2:8).
Di dalam doa-doa Kristus, “Bapa ampunilah mereka,” ada sebuah catatan baru yang kita tidak mendengar Dia mengata-kan sebelumnya. Dia biasanya memberikan pengampunan se-bagai Seorang yang mempunyai hak untuk mengampuni. Tetapi Dia sekarang berbicara sebagai Seorang yang mengampuni karena hak-hak-Nya melawan orang lain dan sebagai Seorang yang peduli agar murka atau pehukuman Allah dijauhkan dari mereka karena apa yang mereka sudah perbuat.

4.7. Nubuat nubuat digenapi

Tentara-tentara Roma tidak tahu apa yang mereka perbuat, karena mereka berada di dalam kegelapan dari keadaan yang tidak mengenal Allah, demikian juga halnya dengan para pemimpin Yahudi karena mereka dengan kemauan mereka sendiri sudah menutup mata mereka terhadap terang, menjadi buta seperti orang-orang yang menutup mata mereka sangat lama. Mereka menggenapi nubuat-nubuat tentang Mesias me-reka dengan tanpa mengetahuinya, dengan berbuat itu mereka membuktikan bahwa Kristus adalah Mesias mereka, meskipun mereka menyangkal dengan mulut mereka. Dengan membantu menyalibkan Dia di kayu Salib, mereka menggenapi nubuat di dalam Mazmur 22:17 yang berbunyi, “Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku”; dan dengan menempatkan Dia di kayu Salib di antara dua orang pencuri, mereka menggenapi nubuat dalam Yesaya 53:9,12 yang mengatakan, “Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada di dalam mulutnya Sebab itu aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai
rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak.” Tentara-tentara Romawi membuktikan dengan tidak terbantah lagi bahwa Kristus adalah Mesias yang benar bagi bangsa Yahudi, yang tentang Dia
nabi-nabi sudah berbicara, karena ketika mereka membagi-bagi pakaian-Nya di antara mereka, mereka menggenapi nubuat yang menga-takan, “Mereka membagi-bagikan pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku” (Mazmur 22:19).
Dia yang disalibkan ini dimahkotai dengan makota duri, dan di atas kepala-Nya ditulis
kata-kata ini, “Raja orang Yahudi.” Orang-orang yang memiliki pemahaman dapat melihat adanya cahaya kemuliaan yang memancarkan keindahan sebagaimana nampak dalam ketenangan wajah-Nya, melambangkan hikmat, kuasa yang disertai dengan kemurahan hati, dan kekudusan sorgawi. Penggabungan dari gelar-gelar atau sifat-sifat rajani ini membentuk mahkota yang bahkan lebih agung lagi -- yaitu kasih penebusan-Nya, yang dinyatakan melalui kata-kata dan perbuatan-Nya.
Betapa banyaknya cela dan hinaan yang Kristus dengar di kayu Salib! Para penonton menyenangkan diri mereka dengan memutarbalikkan kata-kata yang Dia pernah kemukakan di se-panjang pelayanan-Nya -- bahkan kata-kata seperti itu dilontarkan ketika Dia diadili di hadapan Pilatus. Mereka menyerang rujukan yang ditujukan terhadap diri-Nya sendiri sebagai Seorang yang mampu untuk meruntuhkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari, sebagai Anak Allah dan Juruselamat dunia, sebagai Mesias, dan sebagai Raja. Sementara mereka mempertontonkan Dia di kayu Salib, keberadaan-Nya pada waktu itu nampak seperti bertentangan dengan pernyataan-pernyataan ini. Mereka menantang Dia

untuk turun dari Salib, agar mereka dapat percaya di dalam Dia. Tetapi kalau saja Dia melakukan hal ini -- dan jelas sekali bahwa Dia bisa melakukan itu -- maka Dia akan mendamparkan semua umat manusia ke dalam keputusasaan karena terpisah untuk
selama-lamanya dari Allah. Semua ejekan dan hinaan yang Dia hadapi dengan tenang, yang dilontarkan oleh orang-orang yang berada di bawah Dia, merupakan penegasan lebih lanjut dari penggenapan nubuat, karena di dalam Mazmur 22:8,9 dikatakan di situ: “Semua yang melihat aku, mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya: Ia menyerah kepada TUHAN, biarlah Dia yang meluput-kannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukan-kah Dia berkenan kepadanya?”
Tentara-tentara Romawi ikut bergabung dengan para pengolok, memberikan kepadanya cuka untuk diminum dan bukan anggur, seraya berkata, “Jika Engkau adalah Raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!” (Lukas 23:37). Pencuri-pencuri juga menyampaikan
sumpah-serapah terhadap Kristus, tetapi orang lebih bisa mengampuni olokan mereka daripada yang lain-lain, karena siksaan mereka semakin menambah derita di dalam hati mereka. Nampak sepertinya bahwa motif mereka adalah mendorong Kristus untuk menyelamatkan diri-Nya dan diri mereka juga, jika mungkin. Semua ejekan dan ci-biran yang ditujukan kepada Kristus adalah sesuai dengan nubuatan lainnya di dalam Mazmur

69:10, yang mengatakan, “ dan kata-kata yang mencela Engkau telah menimpa aku.”

4.8. Salah seorang pencuri bertobat

Seorang dari penjahat yang digantung itu menghujat Dia, katanya, “Bukankah Engkau adalah Kristus? Sela-matkanlah diri-Mu dan kami!” Tetapi yang seorang me-negor dia, katanya, “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.” Lalu ia berkata, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Kata Yesus kepadanya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:39-43).

Yesus pernah berkata, “Dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku” (Yohanes 12:32). Orang-orang yang Kristus tarik melalui Salib-Nya adalah seperti bintang-bintang di dalam bentangan gelap dari penderitaan-Nya. Tiba-tiba saja bintang pertama menam-pakkan diri; seorang pencuri yang bertobat, dia yang menurut banyak penafsir Alkitab dipercayai sebagai yang berada di sebelah kanan Kristus, ditarik kepada-Nya. Dia sudah menyak-sikan tingkah-laku Kristus, berdiam diri, sabar dan mendoakan orang-orang yang menyiksa dan menganiaya Dia. Orang ini sudah dengan cermat memperhatikan ketenangan Kristus di tengah-tengah hinaan, cercaan yang tidak terkatakan lagi, dan ia membandingkan hal itu dengan kawannya yang disalibkan di sebelah kiri Kristus. Dia menempatkan imannya di dalam Juruselamat yang disalibkan, bertobat dari
perbuatan-perbu-atannya, dan mulai melayani Dia dengan cara apapun yang dapat dia

lakukan, menegur rekannya yang ikut-ikutan orang banyak dan penatua-penatua Yahudi mencela Kristus. Hanya dia saja yang membela Yesus dengan keberanian yang
mentak-jubkan. Dalam cara ini, dia melakukan apa yang murid-murid Kristus gagal untuk melakukannya di Taman Getsemane.
Pencuri yang bertobat ini, pada dasarnya, memberitahu kaki tangannya, “Jika orang banyak ini, yang tidak dihukum, mencela dan menghina rekan yang disalibkan bersama-sama dengan kita, beranikah kita ikut-ikutan menghakimi -- kita yang berada dalam penghakiman yang sama seperti Dia, bukankah hukuman kita setimpal? Tidak seperti kita, Orang ini tidak berdosa.” Betapa anehnya kedengaran kata-kata ini di telinga orang-orang yang berkumpul di bawah -- salah seorang pencuri bertanya kepada yang lain, tidakkah takut akan Allah, dan mengakui bahwa mereka berdua layak disalibkan karena dosa-dosa mereka. Dia menyeru Kristus yang tergantung di sebelahnya, mengatakan, “Tuhan.” Air mata pertobatannya seperti lensa dari sebuah teleskop yang membuat sangat jelas apa yang ada di kejauhan dan yang buram dalam pandangan orang lain. Dengan iman, orang ini dapat melihat kerajaan rohani dengan Dia Yang Disalibkan ini sebagai raja, dan dia meminta kepada-Nya, “Tuhan, ingatlah kepadaku, apabila Engkau datang ke dalam kerajaan-Mu.” Beribu-ribu orang sudah dibangunkan semangatnya oleh contoh keteladanan dari orang ini, menerima pengampunan dan keselamatan dari Kristus sebagai hasilnya!
Peristiwa ini mendatangkan semangat bagi mereka, yang sudah menyia-nyiakan kehidupan mereka di dalam dosa, untuk bertobat pada saat-saat menjelang kematian. Banyak orang berdosa yang menghabiskan hidupnya jauh dari Allah sudah menunjukkan pertobatan yang benar dan diterima dengan alasan bahwa Kristus mengampuni pencuri yang ada di Salib. Tetapi kisah ini adalah kisah yang tersembunyi, dan orang-orang berdosa tidak seharusnya beranggapan, atas dasar ini, menunda-nunda pertobatan sampai saat kematian.
Kristus cepat memberikan tanggapan-Nya pada pencuri itu, menjanjikan kepadanya kebahagiaan segera sesudah kematian-nya. Dia sendiri akan menemani orang ini. Sekali lagi, dengan memberikan janji sedemikian itu, Dia menyatakan otoritas ilahi-Nya dan pada saat
itu juga nubuat lain digenapi: “Sesudah kesusahan jiwanya dia akan mendapat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan mem-benarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul” (Yesaya 53:11).
Suci mempersembahkan panen sulung dari hasil tuaian sesuai hukum Musa. Sementara imam-imam mempersembahkan hasil tuaian panen sulung, Kristus Imam Besar kita mempersembah-kan kepada Bapa di sorga buah-buah sulung dari panen berupa orang-orang yang Dia tarik untuk datang kepada iman dan keselamatan melalui kematian-Nya. Sukacita di sorga karena ada orang berdosa yang bertobat, menjadikan Dia melupakan
penderitaan-Nya. Dia menganggap bahwa memenangkan satu jiwa ini sebagai pahala untuk semua yang ditanggung-Nya di bumi, sesudah meninggalkan kemuliaan di sorga. Jadi ucapan-Nya yang kedua dari kayu Salib, seperti yang pertama, bukan untuk diri-Nya, tetapi

kasih-Nya kepada orang lain -- bukan orang-orang yang dekat pada-Nya di dalam roh, pikiran, atau sebutan-sebutan, tetapi kepada orang-orang yang sangat jauh.
Dua orang pencuri ini melambangkan seluruh umat manu-sia. Yang di sebelah kiri Juruselamat yang disalibkan adalah orang-orang yang binasa, karena mereka mati di dalam dosa-dosa mereka. Yang sebelah kanan adalah mereka yang selamat, karena bertobat dan percaya sepenuh di dalam satu-satunya Juruselamat.

4.9. Perhatian Kristus untuk ibu-Nya

Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya, dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya disampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya:”Ibu, inilah anak-Mu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya:”Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya (Yohanes 19:25-27).

Kristus menyampaikan perkataan-Nya yang pertama dari Salib kepada Bapa-Nya di sorga, yang kedua pada pencuri yang bertobat, dan yang ketiga kepada Maria, ibu-Nya, yang
kepada jiwanya sebuah pedang menembus pada waktu itu. Simeon yang sudah lanjut usianya itu menubuatkan kepedihan Maria sekitar tiga puluh tiga tahun sebelumnya pada waktu dia menatang Bayi Yesus dalam kedua tangannya (Lukas 2:35). Pemandangan dari ibu Kristus yang dilanda kesedihan, dibasahi oleh kehangatan air matanya sendiri, sungguh sangat menyentuh. Sesungguhnyalah, hanya Allah yang maha mengetahui yang dapat memahami kedalaman dari kesedihannya pada saat-saat yang tak akan terlupakan ini; dan Kristus kendatipun sedang berada dalam tekanan-tekanan yang sedemikian menyulitkan secara
rohani di Kayu Salib, tidak mengijinkan derita dan rasa sakit yang dialami-Nya menghalangi Dia dari menunjukkan perhatian-Nya yang penuh kasih sehubungan dengan kebu-tuhan jasmani dari ibu-Nya. Dia menatap dia dengan kelembutan sementara Yohanes murid-Nya berdiri di sampingnya, dan Dia berkata, “Ibu, inilah anakmu!” Kemudian Dia berkata kepada Yohanes, “Inilah, ibumu!” Dia tahu bahwa murid-Nya yang kekasih ini akan melakukan semua hal yang dapat dilakukan oleh seorang anak terhadap ibu-Nya -- bahkan lebih dari apa yang dapat dilakukan oleh saudara dan saudari-Nya sendiri. Jadi, Dia memberikan kepada Yohanes suatu ke-hormatan khusus, dan mulai sejak saat itu, Yohanes me-nganggap ibu Kristus sebagai ibunya sendiri. Melalui hal ini, Yesus menunjukkan bahwa pelayanan keagamaan sepenuh waktu sekalipun tidak mengecualikan seseorang dari memper-hatikan kebutuhan-kebutuhan untuk keluarganya. Karena tidak ada petunjuk selanjutnya tentang dia, sesudah Kristus menyampaikan perkataan-Nya yang ketiga, kita dapat menyimpulkan bahwa Yohanes segera membawa Maria menyingkir dari tempat yang menyedihkan tersebut,
dengan maksud untuk menjauhkannya dari pemandangan saat-saat akhir kematian-Nya dan apa yang terjadi sesudah itu.

4.10. Kristus ditinggalkan Allah

Pada jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga. Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring:”Eloi, Eloi, lama sabakhtani?”, yang berarti: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Mende-ngar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berka-ta:”Lihat, Ia memanggil Elia.” Maka datanglah seorang dengan bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum serta berkata:”Baiklah kita tunggu dan melihat apakah Elia datang untuk menurunkan Dia.” Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya. Ketika itu tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah. Waktu kepala pasukan yang berdiri berhadapan dengan Dia melihat mati-Nya demikian, berkatalah ia: ”Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” Ada juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh, di antaranya Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome. Mereka semuanya telah mengikut Yesus dan melayani-Nya waktu Ia di Galilea. Dan ada juga di situ banyak perempuan lain yang telah datang ke Yerusalem bersama-sama dengan Yesus (Markus 15:33-41).

Pada waktu Kristus masuk ke dalam dunia, sebuah bintang mengumumkan kelahiran-Nya, menerangi lembah-lembah Betlehem dengan cahaya gemerlapan; dan pada waktu Dia
me-ninggalkan dunia, matahari seolah tertutup tirai, membe-ritakan kematian-Nya yang sudah dekat dengan cahaya redup bagaikan gerhana yang menyelimuti seluruh dunia. Mulai tengah hari sampai pukul tiga petang, seolah-olah alam ikut merasakan kepedihan yang dialami Kristus, dan mengenakan pakaian dukacita. Tetapi gelapnya cahaya matahari diimbangi dengan rahasia yang mendalam yang meliputi murka Allah terhadap Kristus, manusia sempurna yang juga satu-satunya yang dikasihi oleh Bapa.
Perkataan keempat yang diucapkan Kristus dari Kayu Salib, menolong kita untuk memahami alasan untuk kegelapan ini, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Tetapi kita tidak akan pernah mampu untuk mengerti dengan sepenuhnya rahasia dari apa yang sebenarnya terjadi selama waktu-waktu yang mencekam sementara Kristus tergantung di Kayu Salib, ketika sebagai Anak Allah Dia ditinggalkan oleh Bapa-Nya. Dalam pengucapan ini, kata-kata-Nya secara menyeluruh berbeda dari perkataan-perkataan yang sudah Dia ucapkan sebelumnya. Kali ini, Dia tidak mengatakan, “Bapa,” tetapi “Allahku, Allahku!” Nampaknya, Dia sangat merasakan adanya penghalang atau pemisah antara Dia dengan Bapa-Nya, karena hak-Nya untuk menyeru Dia dalam cara ini (menyeru sebagai Bapa) dikesampingkan pada saat itu. Sebagai yang ditinggalkan oleh Bapa, Dia menggenapi nubuatan di dalam Mazmur 22:2 yang mengatakan:”Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku?”; dan sementara Dia tergantung di sana, darah-Nya tercurah untuk dosa-dosa dunia, Dia juga menggenapi nubuatan lainnya dari Nabi Yesaya:

Tetapi sesungguhnya, Penyakit kitalah yang ditanggung-Nya, Dan kesengsaraan kita yang

dipikul-Nya, Padahal kita mengira Dia kena tulah, Dipukul dan ditindas Allah. Tetapi Dia tertikam, Oleh karena pemberontakan kita, Dia diremukkan Karena kejahatan kita; Ganjaran Yang mendatangkan keselamatan bagi kita, Ditimpakan kepada-Nya, Dan oleh bilur-bilur-Nya Kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat Seperti domba, Masing-masing kita Mengambil jalannya sendiri; Tetapi TUHAN Telah menimpakan kepada-Nya, Kejahatan kita sekalian. Dia dianiaya, Tetapi Dia

membiarkan diri ditindas Dan tidak membuka mulutnya Seperti anak domba Yang dibawa ke pembantaian; Seperti induk domba yang kelu Di depan orang-orang Yang menggunting bulunya, Ia tidak membuka mulutnya Tetapi TUHAN berkehendak Meremukkan Dia dengan kesakitan. Apabila Ia menyerahkan Dirinya Sebagai korban penebus salah, Ia akan melihat keturunan-Nya, Umur-Nya akan lanjut, Dan kehendak TUHAN Akan terlaksana oleh-Nya. Sesudah kesusahan jiwanya Ia akan melihat terang Dan menjadi puas’ Dan Hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar,

Akan membenarkan Banyak orang oleh hikmat-Nya, Dan kejahatan yang mereka Dia pikul. Sebab itu Aku akan membagikan kepada-Nya Orang-orang besar sebagai rampasan, Dan Dia akan memperoleh orang-orang kuat Sebagai jarahan, Yaitu sebagai ganti Karena Ia telah menyerahkan nyawa-Nya Ke dalam maut, Dan karena Ia terhitung Di antara pemberontak-pemberontak, Sekalipun Ia menanggung dosa banyak orang Dan berdoa Untuk pemberontak-pemberontak. (Yesaya 53:4-7. 10-12)

4.11. Kristus haus

Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia - supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci, “Aku Haus!” Di situ ada su-atu bekas penuh anggur asam. Maka mereka mencucuk-kan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus (Yohanes 19:28,29).

Di sini kita melihat Pemberi Air Hidup meminta sesuatu untuk diminum - Dia yang pernah mengucapkan kata-kata berikut ini kepada seorang wanita Samaria di dekat perigi: “Tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepada-nya, ia tidak akan haus untuk
selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di da-lam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal” (Yohanes

4:14). Kita tahu bahwa rasa haus yang Dia alami adalah secara jasmani, dan air yang Dia berikan adalah rohani. Sesudah meminta sesuatu untuk menyegarkan, seorang penjaga memberikan kepada-Nya bunga karang yang dicelupkan ke dalam anggur asam. Beberapa orang yang degil hatinya yang mencoba untuk mengalangi hal ini, berkata, “Jangan, baiklah kita lihat, apakah Elia datang untuk menye-lamatkan Dia” (Matius 26:49). Mereka mengatakan ini karena ketika Kristus berseru dalam bahasa Aram, “Eloi, Eloi” mereka mengira bahwa Dia sedang memanggil nabi Elia, karena adanya kemiripan kata-kata dalam bahasa itu. Kristus minum sedikit dari anggur asam itu, karena Dia bermaksud untuk menyerahkan Roh-Nya segera, dan dalam melakukan hal itu, perkataan-Nya yang kelima

dari Kayu Salib merupakan kegenapan dari nubuatan lainnya: ”Pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam” (Mazmur 69:21).

4.12. Kristus menyelesaikan pekerjaanNya

Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia, “Sudah selesai!” (Yohanes 19:30).

Sesudah Kristus minum sedikit dari anggur asam itu, Dia mengucapkan perkataan-Nya yang keenam:”Sudah selesai.” Dengan kata-kata ini, Dia mengumumkan penyelesaian dari

peristiwa yang paling penting di dalam keseluruhan sejarah manusia; yaitu, perdamaian antara Allah yang kudus dan manusia yang berdosa. Di dalam Kolose 1:19-22, Rasul Paulus menjelaskan transaksi yang mentakjubkan ini:”Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, seka-rang
diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak ber-cela dan tak bercacat di pemandangan-Nya”.

4.13. Kristus menyerahkan Roh-Nya kepada Bapa

Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya (Lukas 23:45).

Ketika Kristus bertanya, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”, perasaan gentar karena keter-pisahan sementara antara diri-Nya dan Bapa dinyatakan. Sesudah itu, Dia selanjutnya mengumumkan kepada orang banyak bahwa penghalang yang ada sudah berakhir, dan Dia melihat kematian-Nya di Kayu Salib dengan kepuasan yang
me-nyeluruh, dibuktikan dari ucapan-ucapan doa dan penyerahan-Nya yang terakhir. Di dalam perkataan-Nya yang ketujuh dan yang terakhir dari Kayu Salib, nubuatan yang lain juga digena-pi:”Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku ya TUHAN, Allah yang setia” (Mazmur 31:6). Jadi, pemulihan hubungan dengan Bapa di
sorga terbukti melalui sebutan “Bapa” yang digunakan-Nya, dan dengan kata-kata ini, yang mana tidak terhitung pengikut-pengikut-Nya juga sudah mengucapkannya pada menjelang akhir dari kehidupan mereka, Dia sebagai Anak Maria dan Anak Manusia, mengucapkan selamat tinggal pada keberadaan-Nya di bumi di antara umat manusia, untuk turun ke alam maut di mana Dia akan berada di sana secara singkat.
Kristus memberikan nyawa-Nya secara sukarela, sebagai yang sudah menyelesaikan pekerjaan yang diperlukan untuk keselamatan. Kematian-Nya merupakan penggenapan dari kata-kata yang diucapkan pada awal, “Sama seperti Bapa me-ngenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Tidak seorangpun
mengam-bilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Aku terima dari Bapa-Ku” (Yohanes 10:15,18). Jadi, Dia menyerahkan nyawa-Nya karena Dia sudah menyelesaikan pekerjaan yang untuk itu Dia sudah datang. Ini menolong untuk menjelaskan kematian-Nya yang nampak seperti tiba-tiba di Kayu Salib, sesudah penyaliban yang berlangsung hanya selama enam jam. Dia dipaku di Kayu Salib pada saat korban persembahan pagi, dan menyerahkan nyawa-Nya pada saat korban persembahan petang. Orang-orang yang mati melalui penyaliban biasanya tidak mati pada hari mereka

disalibkan di kayu salib.
Kristus sudah menggenapi Hukum Musa dalam setiap rincian, dan dengan demikian Perjanjian Lama dipudarkan ke dalam yang Baru. Dia sudah menyelesaikan kehadiran-Nya di antara umat manusia sebagai Inkarnasi Allah. Dengan demikian, Dia tidak lagi berhubungan dengan orang-orang sebagaimana yang Dia lakukan sebelumnya, tetapi akan menampakkan diri hanya kepada murid-murid-Nya beberapa kali di dalam tubuh-Nya yang dimuliakan sesudah kebangkitan-Nya.

4.14. Gempa bumi menggoncangkan Yerusalem

Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. Dan sesudah kebangkitan Yesus, merekapun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang (Matius 27:51-54).

Pada waktu Kristus menyerahkan nyawa-Nya, alam digoncangkan atas kematian Raja Kehidupan. Akibat dari goncangan ini banyak orang-orang kudus, yang sudah mati, bangkit dan keluar dari kubur mereka, masuk ke dalam Kota Kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang. Peristiwa ini dan mujizat-mujizat lainnya yang terjadi pada waktu Kristus tergantung di atas Salib merupakan rangkaian mujizat yang menyertai kehadiran-Nya ke dalam dunia sejak awal,selama kurang lebih tiga puluh tiga tahun. Dalam kedua kejadian
ter-sebut Dia tidak ada yang membantu, dan tidak ada campur-tangan atau keterlibatan manusia. Mujizat-mujizat ini memper-kuat kenyataan mengenai pribadi-Nya yang unik.
Kita juga membaca bahwa cariknya tirai di dalam Bait Suci dari atas ke bawah adalah merupakan salah satu dari mujizat-mujizat yang menyertai kematian Kristus dan
peristiwa-peristiwa yang mengikuti kemudian. Dalam keberadaannya yang semula, tirai ini merupakan lambang bahwa perkenan Allah tidak dapat dicapai oleh umat manusia -- bahkan imam-imam -- dengan alasan dosa mereka. Pintu masuk ke dalam hadirat Allah secara langsung ditutup di hadapan semua. Namun demikian, Imam Besar di dalam Bait Suci, adalah keke-cualian terhadap ketentuan ini karena dia merupakan gambaran Imam Besar yang sejati, yang adalah Anak Allah Yang Kekasih. Tetapi kendatipun demikian, dia hanya dapat masuk ke ruangan dalam Bait Suci sendirian, sekali dalam setahun, dan tidak tanpa darah korban persembahan yang sangat diperlukan untuk dosa-dosa umat (Ibrani 9:3).
Tirai di Bait Suci juga merupakan simbol dari sifat kemanusiaan Kristus yang diselubungi dan pada waktu yang bersamaan menyatakan sifat ilahi-Nya. Jadi pada waktu Tubuh Kristus dicabik-cabik di Kayu Salib, maka tirai di dalam Bait
Suci juga carik menjadi dua bagian, dan akibatnya adalah pintu sorgapun terbuka bagi semua umat manusia. Ada arti lain yang lebih mendalam di balil cariknya tirai Bait Suci ini:

berlalunya ketentuan-ketentuan Musa dengan upacara-upacara Bait Suci, keimaman manusia, korban persembahan binatang, dan simbol-simbol lama. Semuanya ini digenapi di dalam pribadi dan peker-jaan Kristus.

4.15. Kristus adalah benar benar Anak Allah

Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka me-lihat gempa bumi dan apa yang terjadi, lalu berkata, “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah!” Dan ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perem-puan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia. Di antara mereka terdapat Maria Magdalena, dan Maria ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus (Matius 27:54-56).

Bersama dengan dua belas penjaga, ada seorang kepala pasukan yang setingkat perwira yang membantu melaksanakan penyaliban Kristus dan dua orang pencuri pada hari itu. Tidak diragukan lagi, bahwa dia dan prajurit-prajuritnya menyadari adanya ketidakadilan sehubungan dengan kematian Kristus, dan sebagai akibat dari kegelapan dan gempa bumi, mereka dipenuhi dengan ketakutan akan pembalasan Allah. Tetapi di balik kegentaran mereka, mereka mengakui bahwa tangan ilahi menyertai Kristus yang menjadikan Dia berbeda dari orang-orang pada umumnya. Oleh karena itu, mereka memuliakan Allah dan memberikan kesaksian tentang kebenaran Kristus. Perwira kepala pasukan menyatakan kesaksiannya tentang Kristus, mengakui bahwa Dia adalah benar Anak Allah. Jadi, dia terhitung di antara banyak orang yang Kristus katakan akan datang dari timur dan barat untuk ikut ambil bagian dalam pesta bersama dengan Abraham, Ishak, dan Yakub di dalam
kerajaan sorga (Matius 8:11). Selanjutnya, kita membaca bahwa semua orang di dalam kumpulan orang banyak itu datang berkumpul dan memukul-mukul dada mereka, melihat apa yang terjadi (Lukas 23:48).

5. KRISTUS DI DALAM KUBUR

5.1. Dia benar benar mati

Karena hari itu Hari Persiapan dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib - sebab Sabat itu adalah hari yang besar - maka datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipa-tahkan dan

mayat-mayatnya diturunkan. Maka datang-lah prajurit-prajurit lalu mematahkan kaki orang yang pertama dan kaki orang yang lain yang disalibkan ber-sama-sama dengan Yesus; tetapi ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya, tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air. Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya. Sebab hal itu terjadi, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci, “Tidak ada tulang-Nya yang akan dipatahkan.” Dan ada pula nas yang mengatakan, “Mereka akan memandang kepada Dia yang telah

mereka tikam” (Yohanes 19:31-37).

Karena Hari Raya Agung hanya tinggal dua jam lagi, para penatua Yahudi meminta kepada gubernur untuk mematahkan kaki dua orang pencuri yang disalib bersama Yesus, untuk mempercepat kematian mereka. Gubernur menyetujui, karena memperkirakan bahwa tidak mungkin ada satupun dari mereka yang sudah mati. Salah satu ketentuan dalam persiapan Domba Paskah selama Hari Raya Agung adalah bahwa tidak ada satupun dari
tulang-tulangnya yang dapat dipatahkan, dan Kristus, sebagai Domba Paskah yang terakhir, tidak ada satupun juga tulang-tulang-Nya yang dipatahkan. Nubuatan Perjanjian Lama memastikan hal ini: “Ia melindungi segala tulangnya, tidak satupun yang patah” (Mazmur

34:21). Tetapi sekarang, dapatkah nubuatan ini digenapi sesudah perintah ini diberikan oleh gubernur? Jawabannya adalah bahwa Kristus sudah mati pada waktu prajurit-prajurit bermaksud untuk me-matahkan kaki-Nya, dan karena itu mereka tidak melakukan-nya. Jadi, tangan Allah menghentikan mereka dari mematah-kan tulang-tulang-Nya.

Tetapi, kalau saja prajurit-prajurit meninggalkan Kristus pada waktu itu, maka kepastian mutlak dari kematian-Nya akan masih tetap dipertanyakan. Dalam kenyataannya, ada satu kelompok yang pada akhirnya memunculkan diri, yang menyangkal kebenaran dari kebangkitan-Nya, mengatakan bahwa Dia dibaringkan di dalam kubur sementara berada dalam keadaan pingsan berat atau mati suri, dan bahwa Dia dihidupkan kembali di dalam kubur itu. Tetapi penyediaan ilahi sudah memberikan kepada kita bukti yang sangat memadai dengan mana kita menyingkirkan keragu-raguan apakah Kristus benar-benar mati di kayu Salib atau tidak, karena kita membaca bahwa salah satu dari prajurit-prajurit itu menikam-
kan tombaknya ke lambung Yesus, dan bahwa yang keluar adalah darah dan air. Ini merupakan penggenapan lainnya terhadap nubuatan: “Mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam” (Zakharia 12:10). Realitas atau kenyataan dari luka inilah yang menyebabkan Kristus menyampaikan kata-kata-Nya kepada murid-Nya yang ragu-ragu, Thomas, sesudah kebangkitan-Nya:”Ulurkanlah ta-nganmu dan cucukkanlah ke dalam lambung-Ku, dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah” (Yohanes

20:27). Untuk menegaskan kebenaran dari kematian Kristus, Yohanes sang Penginjil menulis bahwa dia, sudah melihat, sudah menyaksikan, dan bahwa kesaksian itu adalah benar. Dia tahu dengan tanpa ragu-ragu, bahwa dia menyampaikan kebenaran, agar kita dapat percaya juga.

Jadi, kejadian-kejadian sekitar penyaliban Kristus sudah disimpulkan. Kristus, yang memulihkan tubuh orang-orang yang tertekan dengan sakit penyakit yang menyakitkan dan mematikan menjadi sembuh secara menyeluruh, membaharui Salib -- lambang dari kutukan, kehinaan dan kekejaman -- ke dalam tanda kehormatan dan kemenangan, suatu tanda dari anugerah, kasih, kemurahan, penyerahan, dan keselamatan kekal. Pada waktu Rasul Paulus berkata, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” (Galatia 6:14), dia

bisa dikatakan hampir sendirian di dalam kemegahannya. Tetapi dewasa ini kemuliaan Salib ditingkatkan dari satu generasi ke generasi, dan semakin banyak yang ikut memegahkan Kristus bersama-sama dengan Rasul Paulus.

5.2. Permintaan untuk penguburan

Sementara itu hari mulai malam, dan hari itu adalah hari persiapan, yaitu hari menjelang Sabat. Karena itu Yusuf, orang Arimatea, seorang anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga

menanti-nantikan Kerajaan Allah, memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. Pilatus heran waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati. Maka ia memanggil kepala pasukan dan bertanya kepadanya apakah Yesus sudah mati. Setelah didengarnya keterangan kepala pasukan, ia berkenan memberikan mayat itu kepada Yusuf. Yusufpun memberi kain lenan, kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari Salib dan mengapaninya dengan kain lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu. Maria Magdalena dan Maria ibu Yoses melihat di mana Yesus dibaringkan (Markus

15:42-47).

Ada seorang murid Kristus yang sembunyi-sembunyi bernama Yusuf dari Arimatea, seorang anggota Sanhedrin. Dia memiliki sebuah taman di dalam mana ada sebuah kuburan batu yang digali, nampaknya dipersiapkan untuk penguburan dirinya sendiri di dekat Yerusalem, Kota Kudus. Orang ini memiliki nama baik, kekayaan dan berhubungan baik dengan gubernur Pilatus. Ketika Yusuf dari Arimatea mengetahui bahwa Kristus sudah mati, dan bahwa
murid-murid-Nya sudah tercerai-berai, dia takut kalau-kalau tubuh kudus dari Anak Allah yang tunggal akan disalahgunakan, dan oleh karena itu dia memberanikan diri meminta
tubuh itu, untuk dikuburkan dengan sebagaimana mestinya. Kendatipun Yusuf dari Arimatea bukan murid Yesus secara terang-terangan pada hari-hari pada saat Dia diterima dan diakui, dia tetap mengikut Dia ketika Dia ditolak, dengan demikian dia menunjukkan iman yang benar. Pilatus mengabulkan permintaan Yusuf dari Arimatea setelah mendapatkan penegasan mengenai kematian Kristus dari kepala pasukan yang menangani tugas penyaliban.

5.3. Pengapanan dan penguburan Kristus

Sesudah itu, Yusuf dari Arimatea - ia murid Yesus, tetapi sembunyi-sembunyi karena takut kepada orang-orang Yahudi - meminta kepada Pilatus, supaya ia diperbolehkan menurunkan mayat Yesus. Dan Pilatus meluluskan permintaannya itu. Lalu datanglah ia dan menurunkan mayat itu. Juga Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu malam kepada Yesus. Ia membawa campuran minyak mur dengan mi-nyak gaharu, kira-kira lima puluh kati beratnya. Mereka mengambil mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan

rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat. Dekat tempat di mana Yesus disalibkan ada suatu taman dan dalam taman itu ada suatu kubur baru yang di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang. Karena hari itu hari persiapan orang Yahudi, sedang kubur itu tidak jauh letaknya, maka mereka meletak-kan mayat Yesus ke situ (Yohanes 19:38-42).

Yusuf dari Arimatea membeli sejumlah kain lenan yang terbaik untuk mengapani tubuh Kristus, dan Nikodemus, salah satu murid lainnya yang tersembunyi yang mengagumi Yeus, bergabung dengan dia dalam tugas ini. Nikodemus adalah seorang pemuka Yahudi pernah malam-malam datang kepada Yesus sekitar tiga tahun sebelumnya, dan kepada siapa Yesus menyampaikan kepentingan “kelahiran kembali” dari atas (Yohanes 3). Nikodemus sekarang datang dengan membawa rempah-rempah yang sangat berharga untuk pengapanan,
ba-nyaknya rempah-rempah itu tepat sekali untuk seorang anggota kerajaan. Tidak diragukan lagi, ada orang-orang lain juga yang menolong dalam tugas yang memerlukan banyak tenaga ini yang sedang mereka tangani.
Kristus mati sebagai seorang yang ditolak sesuai dengan nubuatan, tetapi Dia dikuburkan dengan kehormatan yang diberikan kepada seorang raja, melalui semangat serta pengab-dian dari Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea. Jadi, nubuatan yang lain juga sudah digenapi:”Orang menempatkan kubur-Nya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun Ia tidak berbuat kekera-san, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya” (Yesaya 53:9). Karena Yusuf dari Arimatea adalah seorang yang
kaya-raya, kuburannya berupa sebuah ruangan yang luas, ada tempat di dalamnya untuk menempatkan tubuh. Di sinilah orang-orang datang melakukan upacara pemakaman seperti memandikan tubuh, melumurinya dengan rempah-rempah, dan mengapa-ninya dengan lenan. Sesudah mereka menyelesaikan tugas, mereka menggulingkan sebuah batu besar di depan kubur. Sementara itu, wanita-wanita yang setia yang sudah mengikuti Kristus berdiri tidak jauh dari situ, melihat semuanya itu.

5.4. Kubur Yesus dijaga

Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan, datanglah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama menghadap Pilatus, dan mereka berka-ta:”Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata: ‘Sesudah tiga hari Aku akan bang-kit.’ Karena itu perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak murid-murid-Nya mungkin datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat, ‘Ia telah bangkit dari antara orang mati, sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih bu-ruk akibatnya dari pada yang pertama.” Kata Pilatus kepada mereka, “Ini penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya.” Maka pergilah mere-ka dan dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka me-meterai kubur itu dan menjaganya (Matius 27:62-66).

Sekarang kita akan mengalihkan fokus kita dari Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea kepada penatua-penatua bangsa Yahudi yang dikuasai oleh kebencian, yang mengkhayalkan bahwa mereka sudah berhasil melaksanakan rencana-rencana yang sudah selama tiga tahun terakhir memenuhi pikiran mereka. Mereka percaya bahwa mereka sudah berhasil menyingkirkan Kristus, tetapi sangat diragukan kalau mereka mengalami damai sejahtera di dalam hati mereka. Bukankah hati nurani mereka menyala di dalam diri mereka karena menumpahkan darah orang yang tidak bersalah -- sesuatu yang Allah di dalam Hukum mereka, sudah

memerintahkan untuk tidak melakukannya? Mereka ingat kembali akan perkataan Kristus tentang kebangkitan-Nya kembali pada hari ketiga, dan mereka bertanya-tanya, apakah ini akan benar terjadi. Untuk mencegah hal itu, mereka pergi kepada Pilatus, memberitahu dia tentang apa yang mereka kuatirkan, dan meminta ijin dari dia untuk memeteraikan kuburan, menjadikannya sebagai bukti kegagalan menentang apapun yang mungkin dapat mengacaukan. Bisa jadi bahwa mereka memerintahkan kepada prajurit-prajurit Roma yang menjaga untuk berjaga-jaga di depan pintu kubur untuk membunuh Kristus, jika Dia
benar-benar akan bangkit kembali seperti yang Dia sudah katakan.
Dalam kaitannya dengan Penyaliban, kita membaca di dalam Lukas 23:49 bahwa semua kawan-kawan dekat Yesus berdiri dari jauh, melihat apa yang sedang terjadi. Semua ini menjadikan mereka lemah semangat dan putus-asa. Gembala mereka sudah diambil dari mereka, dan mereka bertanya-tanya apakah Kristus akan bangkit kembali ataukah tetap berada di dalam kubur mengalami kerusakan seperti orang-orang pada umumnya. Jika Dia benar bangkit, adalah jelas bahwa Dia tidak memerlukan bantuan manusia yang tersedia bagi Dia. Di dalam kuburan Lazarus, mereka mendengar Dia menjelaskan diri-Nya sebagai Kebangkitan dan Hidup (Yohanes 11:25), dan mereka juga sudah mendengar bahwa Dia memiliki kuasa untuk menyerahkan hidup-Nya dan mengambilnya kembali (Yohanes

10:17,18). Oleh karena itu, jika Kristus tetap berada di dalam kubur, maka orang-orang yang menyalibkan-Nya akan beranggapan bahwa adalah benar pandangan mereka yang

mengata-kan bahwa Dia tidak tepat untuk menjadi Juruselamat umat manusia, sementara Dia tergantung di Salib, karena tidak mampu menyelamatkan diri-Nya dari perlakuan yang memalukan dari penyaliban.
Terbenamnya matahari pada hari Sabtu menandai awal dari hari ketiga sesudah kematian Kristus. Senja yang sudah mulai nampak diperhitungkan sebagai bagian dari hari ketiga, ber-dasarkan perhitungan waktu masyarakat Yahudi. Kebangkitan Kristus terjadi pada hari ketiga menjelang akhir dari malam itu (sebelum pukul 6, Minggu pagi).
Tubuh Kristus bangkit dari kubur, melepaskan diri dari kaian pengapanan, dengan tanpa ada kerusakan; ini tetap merupakan balutan-balutan pengapanan yang sebelumnya dipergunakan untuk membungkus Dia. Disebutkan di dalam Alkitab bahwa kain yang dipergunakan untuk mengapani kepala-Nya juga ada. Tubuh-Nya dilepaskan dari balutan-balutan kain, dan Dia segera akan menampakkan diri, dengan tanpa halangan apapun.

5.5. Wanita wanita mengunjungi kubur Yesus

Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli

rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus. Dan pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu, setelah mata-hari terbit, pergilah mereke ke kubur. Mereka berkata seorang kepada yang lain:”Siapa yang akan meng-gulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?” Tetapi ketika mereka melihat dari dekat, tampaklah, batu yang sangat besar itu sudah terguling (Markus 16:1-4).

Wanita-wanita yang setia pada Kristus sudah membeli rempah-rempah untuk pengolesan dalam pengapanan pada hari Juma’t, dan mereka datang ke kubur pada hari Minggu pagi, berharap untuk mengolesi tubuh-Nya lebih lanjut; mereka mengira tubuh-Nya masih berada di sana. Dewan Sorgawi memperhatikan semangat dan kesetiaan dari wanita-wanita ini yang menghadapi berbagai keadaan yang menyulitkan, karena pada saat mereka sedang
bersiap-siap untuk berjalan menuju ke kuburan, malaikat-malaikat sudah mendahului mereka ke kuburan.

5.6. Kabar baik untuk Petrus dan Yohanes

Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur. Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka:”Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.” Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus sehingga ia lebih dahulu sampai di kubur. Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak masuk ke dalam. Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu, ia melihat kain kapan terletak di tanah, sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung. Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dulu sampai

di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya. Sebab selama itu mereka belum mengerti isi Kitab Suci yang mengatakan, bahwa Ia harus bangkit dari antara orang mati. Lalu pulanglah kedua murid itu ke rumah (Yohanes 20:1-10).

Ketika Maria Magdalena melihat bahwa batu sudah terguling dari kubur, dia mengira bahwa barangkali musuh sudah menyingkirkan tubuh yang berharga dari Tuhannya. Karena tidak tahan lagi dengan pemikiran bahwa musuh bisa jadi menyalahgunakan tubuh itu, maka dia segera lari kembali ke kota untuk memberitahu Petrus dan Yohanes kabar itu. Sesudah
orang-orang itu mendengar hal ini, mereka lari ke kubur, didorong oleh kegusaran dan keprihatinan. Yohanes yang sampai ke sana pertama kali, dan Petrus, tidak puas dengan melihat dari jauh, juga sampai di sana dan melihat ke dalam. Mereka berdua meneliti ruangan dalam kubur dengan secermat mungkin dalam usaha untuk mengetahui secara tepat apa yang sudah terjadi dengan tubuh Kristus. Hilangnya tubuh-Nya yang misterius dari pengapanan menunjukkan bahwa tangan Ilahi sudah bekerja, dan sesudah melihat semua ini, Petrus, pergi meninggalkan tempat itu kebingungan. Tetapi Yohanes, melihat dan percaya karena dia tahu bahwa hilang-nya tubuh Kristus yang kelihatan aneh dari balutan kain pe-ngapanan terjadi bukan karena campur-tangan manusia, tetapi karena campur-tangan Allah. Keadaan dari balutan kain penga-panan yang tetap rapi dan utuh merupakan bukti yang cukup memadai bahwa tidak ada keterlibatan tangan manusia dalam hal itu. Mereka juga, sebagai
orang-orang yang memiliki hubu-ngan dekat, tahu bahwa tidak ada seorangpun dari orang-orang yang dikasihi Kristus memindahkan tubuh itu.

Kubur yang kosong adalah bukti yang tidak dapat disangkal lagi dari kebangkitan Kristus. Jika penatua-penatua Yahudi atau orang-orang Romawi sudah mengambil tubuh Kristus, mereka dapat dengan mudah menyanggah klaim atau penga-kuan rasul-rasul bahwa Yesus sudah bangkit dari kematian, karena tentunya mereka menyimpan tubuh itu. Juga tidak ada seorangpun dari pengikut Yesus dapat memindahkan tubuh itu, karena mereka sendiri dikuasai oleh keputus-asaan, ketakutan dan kelemahan. Juga, prajurit-prajurit Romawi sudah memete-raikan dengan batu besar yang menutup jalan masuk ke dalam kubur berdasarkan kuasa gubernur, dan mereka juga menem-patkan sepasukan prajurit di luar kubur untuk mencegah siapapun yang mau merusak kubur itu. Bahkan seandainyapun murid-murid Yesus sudah mencuri tubuh Kristus seperti yang dituduhkan oleh para penatua bangsa Yahudi, bagaimana kita dapat menjelaskan mengapa mereka bersembunyi di Kamar Loteng di Yerusalem dengan ketakutan pada Minggu malam itu, karena tidak bisa mempercayai bahwa Guru mereka benar-benar sudah bangkit?

6. KRISTUS BENAR BENAR BANGKIT!

Akan tetapi malaekat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu, “Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring. Dan segeralah pergi dan katakanlah kepada murid-murid-Nya bahwa Ia telah bangkit dari antara orang mati. Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia. Sesungguhnya aku telah mengatakannya kepadamu.” Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus (Matius 28:5-8).

Sesudah Petrus dan Yohanes melihat kubur yang kosong, mereka kembali ke kota. Tetapi wanita-wanita tetap tinggal di dekat kubur itu, dan kemudian masuk ke dalam. Sementara mereka kebingungan sehubungan dengan tubuh yang hilang, seorang malaikat menampakkan diri kepada mereka, dan mere-ka sangat terkejut. Melihat kegentaran mereka, malaikat
meya-kinkan dan menghibur mereka, menyatakan kepada mereka bahwa ia tahu maksud tujuan mereka, dan bahwa Kristus benar-benar sudah bangkit dari kematian seperti yang sudah Dia janjikan. Kemudian, dia mengundang mereka untuk meli-hat sendiri tempat di mana Dia dibaringkan. Sementara mereka masih dikuasai ketakutan, dengan muka mereka yang ter-tunduk, dua malaikat menampakkan diri pada mereka dalam pakaian yang bercahaya-cahaya, berkata: “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Dia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalib-kan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga” (Lukas 24:5-7).
Malaikat-malaikat ini, seperti yang pertama, memberitahu kepada wanita-wanita untuk segera menyampaikan berita mengenai kebangkitan Kristus kepada murid-murid, khususnya kepada Petrus yang bersedih. Jadi, mereka segera berlari meninggalkan kubur dengan ketakutan dan sukacita di dalam hati mereka -- ketakutan atas semua kejadian aneh yang

mereka sudah saksikan sendiri, dan sukacita karena Tuhan mereka benar-benar sudah bangkit dari kematian. Gabungan emosi ini sudah mendorong mereka untuk memberitahu
murid-murid mengenai berita tersebut secepat mungkin.
Ketika Kristus bangkit di dalam tubuh-Nya yang dipermu-liakan, kain kapan yang dipergunakan untuk mengapani tubuh-Nya tidak melekat pada-Nya, karena balutan-balutan itu bagaikan lembaran-lembaran lenan di dalam mana Dia tidur untuk beberapa saat.
Orang-orang yang mencari Dia di dalam balutan-balutan pengapanan tidak dapat menemukan Dia, karena Dia sebenarnya hadir bersama dengan mereka. Demi-kian juga halnya dengan orang-orang yang meneliti mengenai Dia hanya di dalam peristiwa-peristiwa sejarah tidak benar-benar menemukan Dia dalam keberadaan-Nya yang sesung-guhnya, karena Dia hadir sekarang ini, kendatipun tidak keli-hatan. Sejarah tidak dapat menyatakan Dia sebagaimana ada-nya Dia yang sebenarnya, tetapi hanya mata iman sajalah yang membawa
keberadaan-Nya ke dalam fokus; dan tidak seorang-pun dapat mengenal Dia kecuali melalui kehadiran-Nya yang penuh dengan keberkatan.
Memiliki pengetahuan tentang Kristus di masa lalu tidak memenuhi kebutuhan dari saat ini; oleh karena itu, suatu pengalaman yang dibaharui tentang Dia adalah sangat perlu. Kita melihat bahwa inilah yang terjadi dengan murid-murid Kristus. Apa yang mereka ketahui tentang Kristus sebelum ke-matian-Nya tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka yang dihadapi pada saat itu. Pandangan mereka yang terakhir tentang Dia adalah di dalam kubur, jadi mereka memerlukan suatu pengalaman yang baru tentang Dia di dalam tubuh kebangkitan-Nya yang dimuliakan.

6.1. Kristus menampakkan diri kepada Maria Magdalena

Tetapi Maria berdiri dekat kubur itu dan menangis. Sambil menangis ia menjenguk ke dalam kubur itu, dan tampaklah olehnya dua orang malaikat berpakaian pu-tih, yang seorang duduk di sebelah kepala dan yang lain di sebelah kaki di tempat mayat Yesus terbaring. Kata malaikat-malaikat itu kepadanya, “Ibu mengapa eng-kau menangis? Siapakah yang engkau cari?” Jawab Maria kepada mereka: ”Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan.” Sesudah berkata demikian ia menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri di situ, tetapi ia tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus. Kata Yesus kepadanya: “Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?” Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu ber-kata kepada-Nya:”Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.” Kata Yesus ke-padanya: “Maria!” Maria berpaling dan berkata kepa-da-Nya dalam bahasa Ibrani:”Rabuni!”, artinya Guru.

Kata Yesus kepadanya:”Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergi-lah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.” Maria Magdalena pergi dan berkata kepada murid-murid: “Aku telah melihat Tuhan!” dan juga bahwa Dia yang mengatakan hal-hal itu kepadanya (Yohanes 20:11-18).

Sesudah memberitahu Petrus dan Yohanes apa yang malai-kat sudah beritahu kepadanya di kubur, Maria kembali ke kubur dan menangis di pintu masuk. Dia menjenguk ke dalam untuk yang pertama kalinya dan sangat takjub melihat dua malaikat duduk saling berhadapan, masing-masing di ujung tempat di mana Kristus dibaringkan. Kita tidak membaca bah-wa dia terkejut atau ketakutan melihat itu. Ini terjadi karena kesedihan hatinya yang sangat besar. Dua malaikat bertanya kepadanya mengapa dia menangis, lalu dia memberikan berita yang sama yang sudah disampaikan kepada Petrus dan Yohanes. Dia menangis karena kubur yang kosong, tetapi ini bisa menjadi alasan untuk sukacita besar. Kalau saja dia mema-hami kebenaran dari apa yang dikatakan oleh malaikat-malaikat sebelumnya. Betapa seringnya
kita ini seperti Maria, menangisi hal-hal yang nampak seperti bencana, tetapi sebenar-nya merupakan berkat-berkat yang tersembunyi di balik apa yang sedang dihadapi!
Maria baru selesai menyampaikan kepada dua malaikat ter-sebut, ketika dia melihat seseorang yang dia kira juru taman. Dia bertanya kepada Maria, apa yang sedang dia
lakukan, dan Maria menjawab bahwa jika dia sudah mengambil tubuh Tuhannya, Maria ingin tahu di mana tubuh-Nya itu sekarang, agar dia dapat menemukan kubur yang lain yang lebih sesuai. Sesudah menunggu jawaban, Maria mendengar suara yang sudah sangat dikenalnya, “Maria!” Dia adalah Gembala Yang Baik yang memanggil domba-Nya dengan menyebut namanya, dan mereka mengenal Dia. Ketika suara lembut memanggilnya, segera saja Maria mengenali Dia dan berbalik menatap Dia dengan hati penuh kasih. Maria menyebut Dia sebagai Rabuni; yang artinya, “Tuhan ku.” Tetapi Yesus memberitahu kepada-nya untuk jangan menyentuh Dia karena tubuh kemuliaan secara keseluruhan yang sudah Dia alami, selama kebangkitan-Nya. Dia menghendaki agar orang-orang memahami bahwa, dari saat sekarang dan seterusnya, mereka memegang Dia secara rohani, bukan secara tubuh atau jasmani. Umat-Nya perlu untuk mempelajari pelajaran yang vital ini karena “Allah adalah Roh, dan barangsiapa yang menyembah Dia harus menyembah di dalam roh dan kebenaran” (Yohanes 4:24). Kita tidak mencari manifestasi-manifestasi supernatural secara lahiriah atau kehadiran Ilahi yang bisa dilihat.
Kristus memberitahu kepada Maria untuk segera pergi dan memberitahu murid-murid-Nya bahwa dia sudah melihat Dia, dan bahwa Dia benar-benar sudah bangkit. Lebih dari itu, Dia memberitahu kepadanya untuk menyampaikan berita bahwa Dia akan segera kembali ke sorga tempat dari mana Dia sudah datang. Dia akan naik kepada Bapa-Nya dan kepada
Allah-Nya baik di dalam kapasitas-Nya sebagai yang ilahi dan manusia.
Yesus menghargai murid-murid-Nya dengan satu sebutan baru. Sebelumnya, Dia sudah menyebut mereka sebagai “sahabat-sahabat” dan “murid-murid,” tetapi sekarang, untuk yang pertama kalinya, Dia menyebut mereka “saudara.” Mempertimbangkan kenyataan bahwa mereka sudah meninggalkan Dia di dalam taman, bagaimana sangat besar kasih-Nya yang ditunjukkan dalam hal merangkul mereka sebagai saudara, khususnya sekarang sesudah pemuliaan-Nya yang baru saja terjadi. Tetapi, Dia menyatakan bahwa yang dimak-sudkan

bukanlah suatu kesatuan mutlak antara Dia dan mereka, karena Dia berkata, “Aku naik kepada Bapa-Ku dan Bapamu dan kepada Allah-Ku dan Allahmu.” Dia tidak berkata, “Allah kami” karena Allah adalah Bapa-Nya melalui diperanak-kan secara pribadi, sebagaimana dikatakan di dalam Mazmur:”Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini” (Mazmur 2:7). Allah adalah Bapa mereka melalui adopsi atau pengangkatan secara rohani, sebagaimana dikatakan di dalam kitab Roma:”Tetapi kamu menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru, “Ya Abba, ya Bapa.!” Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah” (Roma
8:15,16). Keanakan Kristus pada Bapa adalah suatu kenyataan yang asali dan yang tidak terbantah lagi, di mana keanakan manusia pada Allah dimungkinkan hanya karena apa yang sudah dikerjakan Kristus; diperoleh dari Dia melalui suatu hubungan pribadi.

6.2. Penampakan Kristus kepada para wanita

Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka (perem-puan-perempuan) dan berkata:”Salam bagimu.” Mere-ka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta me-nyembah-Nya. Maka kata Yesus kepada mereka:”Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah me-reka akan melihat Aku” (Matius 28:9,10).

Penampakan Kristus yang kedua sesudah kebangkitan-Nya adalah seperti yang pertama:
tidak kepada murid-murid-Nya (kaum pria) tetapi kepada wanita-wanita
(perempuan-perem-puan) sebagaimana mereka pergi dengan berita dari malaikat-malaikat. Kenyataannya, mereka menuduh wanita-wanita itu berkhayal. Tetapi penyediaan rohani mengubah ketidakper-cayaan murid-murid ke dalam berkat terbesar, karena hal itu berubah menjadi bukti-bukti yang paling penting, sehubungan dengan kebenaran dari Kebangkitan. Salah seorang penafsir mengatakan bahwa keragu-raguan para murid hilang secara
perlahan-lahan hanya sesudah bukti-bukti yang tidak dapat dibantah lagi dinyatakan satu demi satu secara berurutan. Jadi, ketidakpastian mereka sebelumnya memperkuat keyakinan kita pada kesaksian mereka sesudah mereka menjadi yakin. Sesaat saja mereka meragukan, agar kita tidak perlu lagi ragu-ragu.

6.3. Para penjaga melaporkan kebangkitan

Ketika mereka di tengan jalan, datanglah beberapa orang dari penjaga itu ke kota dan memberitahukan se-gala sesuatu yang terjadi itu kepada imam-imam kepala. Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka me-ngambil keputusan lalu memberikan sejumlah bessr uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata: “Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang

malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur. Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa.” Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini (Matius 28:11-15).

Para penatua bangsa Yahudi berunding untuk membicarakan berita yang sudah disampaikan kepada mereka oleh penjaga-penjaga Romawi. Mereka disuap dengan sejumlah besar uang agar mengatakan bahwa murid-murid Kristus sudah mencuri tubuh-Nya ketika mereka sedang tidur. Dosa dari para penatua bangsa Yahudi sangat besar karena mereka menyamakan kebangkitan Kristus pada suatu tindakan pencurian yang mereka tahu tidak pernah terjadi; kebangkitan itu sebenarnya dilakukan oleh kuasa Roh Kudus. Jadi mereka menghujat Roh Kudus sama seperti ketika mereka menganggap mujizat-mujizat Kristus berasal dari kuasa roh jahat. Tetapi apa bukti paling besar yang dapat diberikan kepada mereka selain kebangkitan -- bagi orang-orang yang menyombongkan diri tentang kesiapan mereka untuk percaya kepada Kristus, jika Dia mau memberikan kepada mereka suatu tanda dari sorga? Apa penegasan yang lebih besar sehubungan dengan identitas sejati dari Kristus yang dapat diberikan selain kebangkitan-Nya sendiri dari kematian dan mujizat-mujizat lainnya yang pernah Dia adakan sebelumnya? Yang mana tanda yang lebih besar -- untuk turun dari Salib sementara masih hidup seperti yang mereka tantang untuk Dia lakukan, atau bangkit dari kematian sesudah mati selama tiga hari?
Jika iman dari penatua-penatua bangsa Yahudi benar-benar bergantung pada bukti, mereka jelas harus percaya karena bukti-bukti ada banyak -- kehidupan Kristus yang benar selama tiga puluh tahun, mujizat-mujizat yang mentakjubkan pada tiga tahun terakhir
kehidupan-Nya, dan kemudian kebangkitan-Nya, kejadian supernatural yang pernah terjadi! Bukankah Kristus pernah mengatakan sebelumnya dalam “Perumpamaan Orang Kaya dan Lazarus” bahwa mereka yang tidak percaya, padahal memiliki petunjuk-petunjuk ajaran
Kitab Suci, tidak akan mau percaya bahkan pada yang bangkit dari kematian (Lukas 16:30)? Iman adalah hasil dari bukti yang cukup mema-dai, tetapi yang pertama dan terutama adalah karunia Ilahi. Sebagai karunia Ilahi, maka keberadaan hati dan sampai sejauh mana kesiapan untuk menerima adalah sangat penting. Akal budi itu sendiri -- betapapun akurat dan benar -- tidak akan membawa satu jiwa ke sorga. Tidak ada orang yang sudah me-miliki bukti-bukti meyakinkan akan membayangkan bahwa dia dapat memenangkan jiwa-jiwa hanya dengan melalui perde-batan, bahkan seandainyapun dia mempunyai pengetahuan yang luas, logika yang tak terbantah, dan kemampuan bicara yang fasih!

6.4. Bukti terbesar untuk

Bukti yang paling kuat untuk kebangkitan Kristus terdapat di dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah kenaikan-Nya. Hanya tujuh minggu sesudah penyaliban Yesus, kita me-lihat murid-murid menghadapi sekumpulan besar orang banyak di Yerusalem, dengan berani menyatakan kebenaran mengenai kebangkitan-Nya dari kematian. Mereka secara terbuka mene-gur para penatua bangsa Yahudi karena keterlibatan mereka dalam kematian-Nya di kayu Salib. Kita membaca di dalam buku Kisah Para Rasul bahwa ribuan datang kepada
iman di dalam Kristus sebagai hasil dari keberanian murid-murid dan mujizat-mujizat yang mereka lakukan, yang semuanya itu terjadi karena Kristus sudah bangkit dari kematian. Jika

ada kemungkinan sekecil apapun yang menyebabkan kenyataan mengenai kebangkitan Kristus dapat dibantah, murid-murid tidak akan dapat setegas dan seberani itu di dalam pemberitaan mereka, seperti yang mereka tunjukkan. Selanjutnya, penegasan mereka tidak hanya didasarkan pada kubur kosong; tetapi pada kebangkitan tubuh Kristus dalam pengertian yang memberikan kekuatan pada argumentasi mereka.
Kita tahu dari sejarah bahwa kritikan-kritikan dari musuh-musuh Kekristenan sudah muncul sejak awal, karena orang- orang yang tidak percaya pada mujizat-mujizat akan pada waktu yang sama menyangkali Kebangkitan, yang merupakan mujizat yang terbesar. Oleh karena itu, di dalam khotbah mereka, para rasul selalu menekankan kebangkitan Kristus sebagai suatu mujizat yang berbeda dengan semua mujizat yang lain. Jika seseorang percaya pada kebangkitan Kristus, Dia juga akan percaya pada mujizat-mujizat lainnya.

6.5. Kebangkitan bukan suatu rekaan

Jika berita mengenai Kebangkitan diketemukan, orang-orang yang melaporkan hal itu akan memiliki catatan kemun-culan Kristus pada orang lain, dan tidak hanya pada
murid-murid-Nya; ini akan memperkuat kasus mereka. Juga, kalau benar-benar murid-murid mencuri tubuh Yesus, seperti tuduh-an palsu yang dikemukakan oleh para penatua bangsa Yahudi, para penatua ini ini tidak akan tetap berdiam diri seperti yang mereka lakukan; tidak mungkin juga murid-murid punya pikiran untuk melepaskan balutan-balutan pengapanan dan menempatkannya di sebuah tempat dengan rapi, karena para penjaga Romawi ditempatkan di luar kubur. Juga bagaimana dapat murid-murid memindahkan batu besar pada jalan masuk dengan tanpa membangunkan para penjaga (yang disuap oleh para penatua untuk
mengatakan bahawa mereka tertidur)? Dan mengapa wanita-wanita, beberapa di antaranya adalah pengikut-pengikut Kristus yang paling dekat, pergi ke kubur untuk meminyaki
tubuh-Nya pagi-pagi sekali, sementara me-ngetahui bahwa murid-murid-Nya sudah mencuri tubuh-Nya beberapa jam lebih awal? Lebih dari itu, karakter, prinsip-prinsip tinggi dan kesaksian yang tidak tergoyahkan dari murid-murid sehubungan dengan kepastian Kebangkitan, semuanya tidaklah sesuai dengan tuduhan yang mengatakan bahwa semuanya itu adalah direka-reka saja.
Beberapa sudah menyatakan bahwa murid-murid, sebagai orang-orang yang baik dan jujur, tidak menemukan kisah mengenai kebangkitan, tetapi mereka melihat suatu khayalan yang mereka anggap sebagai kenyataan. Tetapi terhadap bantahan ini kita harus menjawab bahwa penyelidikan mengenai kebangkitan Kristus tidak dimulai hanya dengan kesaksian pribadi tetapi dengan bukti yang dapat dilihat: yaitu kubur kosong. Juga, khayalan atau halusinasi biasanya hanya muncul sesuai dengan apa yang diharap-harapkan oleh sese-orang: sedangkan, kebangkitan Kristus adalah hal yang sangat jauh dari pikiran murid-murid. Tidak ada seorangpun dari me-reka yang pernah mengharapkan terjadinya hal itu karena hati mereka dikeraskan terhadap fakta ini. Yesus sendiri sering kali berduka terhadap

murid-murid karena mereka sepertinya tidak bisa percaya atau mengerti Dia akan mati dan bangkit kembali. Jadi, murid-murid membatasi diri mereka pada fakta-fakta yang mereka lihat, dengar, dan jamah. Pada waktu Kristus menam-pakkan diri kepada mereka, Dia menasehati mereka untuk menjamah Dia. Dia juga minta makanan untuk dimakan se-hingga mereka akan tahu Dia sudah mengalami kebangkitan secara tubuh.

7. PENAMPAKAN PENAMPAKAN KRISTUS SESUDAH KEBANGKITAN

7.1. Dijalan ke Emaus

Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus,

yang ter-letak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem, dan mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mende-kati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mere-ka. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia. Yesus ber-kata kepada mereka: “Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?” Maka berhentilah mereka dengan muka muram. Seorang dari mereka namanya Kleopas, menjawab-Nya: “Adakah Engkau

satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?” Kata-Nya kepada mereka: “Apakah itu?” Jawab mereka: “Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah se-orang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan

pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi. Tetapi beberapa perempuan dari kalangan kami telah mengejutkan kami: Pagi-pagi buta mereka telah pergi ke kubur, dan tidak menemukan mayat-Nya. Lalu me-reka datang dengan berita, bahwa telah kelihatan ke-pada mereka malaikat-malaikat, yang mengatakan bah-wa Ia hidup. Dan beberapa teman kami telah pergi ke kubur itu dan mendapati, bahwa memang benar yang dikatakan perempuan-perempuan itu, tetapi Dia tidak mereka lihat.”

Lalu Ia berkata kepada mereka: “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?” Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam se-luruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan sega-la kitab

nabi-nabi. Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah-olah hendak mene-ruskan perjalanan-Nya. Tetapi mereka sangat mende-sak-Nya, katanya: “Tinggallah

bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.” Lalu masuklah Ia untuk tinggal ber-sama-sama dengan mereka . Waktu Ia duduk makan de-ngan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka dan mere-kapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. Kata mereka seorang kepada yang la-in: “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia ber-bicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia mene-rangkan Kitab Suci kepada kita?” Lalu bangunlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem. Di situ mereka mendapati kesebelas murid itu. Mereka sedang ber-kumpul bersama-sama dengan teman-teman mereka. Kata mereka itu: “Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon.” Lalu kedua orang

itupun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecahkan roti (Lukas 24:13-35).

Kemunculan Kristus yang ketiga bukan kepada kesebelas murid-Nya tetapi kepada dua orang pengikut-Nya yang lain dari Emaus. Bisa jadi bahwa alasan untuk ini adalah untuk
men-cegah kepemimpinan Gereja masa depan dari memberikan perhatian yang tidak seharusnya atau berlebih-lebihan khusus pada murid-murid yang dua belas. Dalam perjalanan sekitar sepuluh kilometer jauhnya dari Yerusalem ke Emaus, Yesus menampakkan diri di belakang dua orang yang sedang menga-dakan perjalanan. Dia kemudian bergabung dengan mereka dan mulai bercakap-cakap dengan mereka. Dia bertanya, apa yang menyebabkan mereka nampak sedih. Jelas sekali bahwa peris-tiwa yang baru saja terjadi, yaitu penyaliban dan penguburan Kristus membuat mereka sangat sedih. Dalam pembicaraan mereka, ada rasa pengharapan dan kekecewaan demikian juga halnya dengan rujukan-rujukan mengenai kebangkitan-Nya -- beberapa membawa kepada keyakinan, yang lain membawa kepada keragu-raguan. Dari nada percakapan mereka, nampak jelas bahwa mereka mengasihi Kristus dan cukup berani untuk mengatakan hubungan mereka dengan Dia kepada orang asing.
Ketika Kleopas menanggapi pertanyaan Kristus, dia terkejut karena seorang yang datang dari kota tidak mengetahui apa yang sedang dijadikan pokok pembicaraan oleh banyak orang
baru-baru ini. Sesudah Kristus meminta kepada mereka untuk menjelaskan apa yang mereka maksudkan, mereka menjelaskan kembali semua kejadian selama tiga hari terakhir dan
me-nyatakan betapa kecewanya mereka melihat apa yang akhirnya terjadi. Menyadari bahwa orang yang baru saja bergabung dengan mereka mendengarkan dengan penuh perhatian,
Kleo-pas mengemukakan harapan yang dia dan kawan-kawannya punyai di dalam Kristus, yang sekarang nampaknya hancur berantakan.
Kebanyakan dari sejarah Yahudi berkaitan erat dengan kele-pasan yang dicapai melalui
tokoh-tokoh atau pemimpin-pemimpin yang sangat mereka kenal seperti Musa, Yosua, Daud, Hizkia, dan lain-lainnya. Seperti banyak orang Yahudi pada zaman mereka, dua orang ini berharap bahwa Kristus akan mendatangkan keselamatan secara politis dalam penger-tian menyelamatkan dari penjajahan Roma. Kleopas mengakui bahwa sudah tiga hari sejak
Kristus mati, dan kenyataan ini semakin menambah besar kekecewaannya. Adakah kedua orang ini benar-benar sudah memahami rujukan Kristus sehubungan dengan akan kebangkitan-Nya pada hari ketiga dengan sungguh-sungguh? Adakah mereka sudah tinggal di Yerusalem sampai pada hari ketiga dan sekarang sedang dalam perjalanan pulang, karena kebangkitan Kristus nampak sepertinya tidak seperti yang diharapkan?
Kleopas menyebutkan bahwa perempuan-perempuan yang sudah mengunjungi kubur pada pagi-pagi sekali, mendapatkan kubur berada dalam keadaan kosong. Apakah dua orang yang sedang dalam perjalanan ke Emaus ini menganggap remeh kesaksian ini karena yang mengatakabn adalah perempuan-perempuan? Adakah mereka berpikir bahwa
malaikat-malaikat seharusnya pertama-tama menampakkan diri pada murid-murid; atau jika

benar malaikat-malaikat menampakkan diri kepada perempuan-perempuan, tidakkah seharusnya mereka mengunjungi ibu Kristus yang berduka?
Kristus perlu untuk mengajarkan kepada kedua orang ini pelajaran-pelajaran penting sebelum Dia akan menampakkan diri kepada mereka. Oleh karena itu, Dia menegur mereka, “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi!” Mereka adalah bodoh karena mereka tidak percaya pada apa yang ditulis di dalam Perjanjian Lama tentang Kristus yang haru menderita sebelum Dia dipermuliakan. Mereka mengeta-hui penderitaan-Nya di kayu salib, karena itulah yang
dijadi-kan bahan pembicaraan setiap orang di Yerusalem, tetapi kalau saja mereka tahu Kitab Suci, mereka akan mengerti bahwa ke-bangkitan-Nya dari kematian dan pemuliaan-Nya akan dipas-tikan terjadi. Orang-orang ini, sama halnya dengan murid-murid, mengira bahwa apa yang terjadi dengan Yesus merupa-kan penyangkalan dari keMesiasan-Nya. Tetapi yang benar adalah bahwa penderitaan Kristus di kayu Salib adalah perlu, karena Dia memang
benar-benar Mesias. Yesus tidak menegur dua orang ini karena tidak mempercayai laporan perempuan-perempuan tentang kubur kosong atau berita dari malaikat-malaikat, tetapi karena ketidakmengertian mereka tentang Kitab Suci, Kitab yang diilhami secara Ilahi yang merupakan dasar untuk pemahaman yang kuat. Di dalam Alkitab, nabi-nabi mengajarkan bahwa Kristus pertama-tama perlu untuk menderita sebelum Dia dipermuliakan.
Yesus memberikan penjelasan yang menyeluruh kepada dua orang ini. Dia mulai dengan Musa dan para nabi, menjelaskan hal-hal yang berkaitan tentang Dia di dalam Alkitab. Jika kita ditanya apa yang merupakan kehilangan terbesar di antara perkataan-perkataan Kristus yang tidak dicatat, adalah penya-taan mengenai nubuat-nubuat, tanda-tanda, dan
simbol-simbol di sepanjang Perjanjian Lama yang menunjuk pada penderi-taan-Nya, kematian-Nya sebagai tebusan, dan kebangkitan-Nya. Betapa besar ketakjuban dari dua orang ini tentunya sementara mereka mendengarkan penjelasan luarbiasa dan sa-ngat terperinci yang menjadikan Perjanjian Lama bagaikan sebuah kitab yang baru bagi mereka. Kristus membukakan pi-kiran mereka untuk mengerti, dan membangkitkan di dalam hati mereka pemahaman sehubungan dengan apa yang Dia katakan. Dua hal tersebut dikerjakan sekaligus oleh Roh Kudus di dalam diri orang-orang yang mau mendengarkan dengan sungguh-sungguh sementara Dia menjelaskan arti Kitab Suci kepada mereka, menuliskan
beritanya dalam hati mereka. Kleopas dan kawannya menjelaskan pertemuan mereka dengan
Kristus dalam cara ini: “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?”
Sementara tiga orang ini mendekati perkampungan Emaus, Yesus lalu bermaksud untuk meneruskan perjalanan, dan mau mengucapkan selamat berpisah. Tetapi mereka mengajak Dia untuk tinggal bersama mereka, karena hari sudah menjelang malam. Dia setuju, dan mereka memecahkan roti bersama-sama. Sementara Kristus duduk di meja bersama mereka, Dia bertindak sebagai tuan rumah, karena Dia mengambil roti, memberkatinya dan

memecahkannya, dan memberikannya kepada mereka. Pada saat itu juga, mereka tahu siapa Dia sebenarnya; mata mereka terbuka dan mereka mengenali Tuhan yang sudah bangkit. Tetapi segera sesudah mereka me-ngetahui keberadaan-Nya yang sebenarnya, Dia lenyap
dari pandangan mereka. Melihat kenyataan itu, mereka segera bangkit berdiri dan kembali ke Yerusalem untuk memberitahu kepada murid-murid kabar baik. Kalau saja setiap orang kepada siapa Kristus menyatakan diri-Nya secara nyata akan segera memberitahukan kepada orang lain anugerah dan kasih kemurahan-Nya yang menyelamatkan, maka berkat terbesar akan tinggal bersama orang tersebut demikian juga halnya dengan orang-orang yang mendengarkan!

7.2. Kristus menampakkan diri kepada Petrus

Sementara Kleopas dan kawannya kembali ke Yerusalem pada saat bulan purnama, Kristus menampakkan diri untuk yang keempat kalinya -- kali ini kepada Petrus. Sementara dua orang itu tiba dan memberitahu murid-murid bahwa mereka sudah melihat Kristus, kesebelas orang yang ada di Yerusalem menyambut mereka, dan berkata, “Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon” (Lukas 24:34). Tetapi, kita tidak diberi keterangan yang lengkap dan terperinci sehubungan dengan tempat, waktu atau cara
bagai-mana dari pertemuan ini; kita juga tidak tahu apa pokok pem-bicaraan antara Juruselamat dan murid-Nya yang satu ini. Tetapi nampak sepertinya bahwa Kristus meyakinkan kasih-Nya kepada Petrus dan memberitahu kepadanya bahwa perto-batannya sudah diterima, sesudah kejatuhannya yang menye-dihkan. Ini akan membuang semua rasa bersalah dan meng-hentikan kekecewaan agar tidak berlarut-larut sebagai akibat dari peristiwa tragis dimaksud.

7.3. Kristus menampakkan diri kepada sepuluh murid

Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata:“Damai sejahtera bagi kamu!” Dan sesudah berkata de-mikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika me-reka melihat Tuhan. Maka kata Yesus sekali lagi: “Da-mai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku

mengutus kamu.” Dan sesudah Ia berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu me-ngampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yohanes 20:19-23).

Pada Minggu malam itu, murid-murid bertemu dengan diam-diam, takut jangan-jangan penatua-penatua bangsa Yahudi berusaha membunuh mereka, sebagaimana yang dilakukan ter-hadap Guru mereka. Berita mengenai kebangkitan Kristus sangat mengganggu pemimpin-pemimpin dimaksud, jadi murid-murid bertemu dalam pintu tertutup agar aman.

Thomas, karena satu dan lain hal, tidak hadir pada waktu itu.
Beberapa saat sebelum pertemuan ini, Petrus memberitahu yang lain-lain bahwa Kristus yang bangkit itu sudah menam-pakkan diri kepada-Nya. Jadi, ketika Kleopas dan kawannya tiba dengan berita bahwa mereka sudah melihat Kristus, yang lain memberitahu mereka bahwa Petrus sudah bertemu dengan Tuhan juga. Dua orang ini menceriterakan apa yang terjadi dengan mereka pada perjalanan menuju Emaus, dan bagaimana mereka mengenali Yesus ketika Dia memecahkan roti bersama mereka. Tetapi di antara yang hadir, nampak bahwa masih saja ada yang meragukan kenyataan kebangkitan, menganggap bahwa penjelasan mengenai penampakan Kristus pada Maria Magdalena, pada wanita-wanita lainnya, dan Petrus hanya se-kedar khayalan belaka. Jadi mereka tidak mempercayai juga apa yang disampaikan oleh dua orang ini.
Selama pertemuan malam ini, Kristus menampakkan diri dengan secara tiba-tiba, dengan tanpa membuka pintu. Dia ber-diri di antara mereka dan menyalami mereka -- tidak dengan yang biasanya “Damai sejahtera atas kamu,” menunjukkan bahwa damai sejahtera itu sementara saja sifatnya, tetapi dengan “Damai sejahtera bersamamu,” karena Dia akan
mem-berikan kepada mereka, damai sejahtera batin, damai sejahtera rohani di tengah-tengah ketakutan dan kegelisahan mereka. Damai sejahtera ini adalah apa yang Dia tinggalkan bersama mereka ketika pada awal perpisahan-Nya Dia berkata: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberi-kan dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu” (Yohanes 14:27). Jadi, Dia mengusahakan untuk menenangkan kegelisahan dan kegentaran hati mereka dengan damai sejahtera-Nya seperti ketika Dia menenangkan badai topan yang mengamuk di Laut Galilea. Di dalam Dia sajalah orang percaya mendapatkan damai yang diperlukan dengan Allah, di dalam Dia sajalah ketenangan dapat diperoleh karena
dilepas-kan dari hati nurani yang terus menuduh. Di dalam Dia dite-mukan harmoni yang kita semua perlukan untuk hidup dengan orang lain setiap hari, sesuai dengan perintah kerasulan: “Seda-pat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang” (Roma 12:18).
Namun, nampaknya murid-murid nampaknya masih belum siap dengan damai sejahtera ini, karena iman mereka yang lemah. Mereka ketakutan, mengira mereka melihat hantu. Tetapi kita dapat memaklumi mereka karena kemunculan-Nya yang secara tiba-tiba sangat mengejutkan mereka. Penam-pakan-penampakan-Nya sesudah kebangkitan berbeda setiap kali; Dia akan datang dan pergi secara tiba-tiba, dan setiap kali dalam cara yang berbeda.
Karena Kristus sudah sering berbicara kepada mereka dalam perumpamaan, murid-murid menganggap bahwa rujukan-rujukan-Nya mengenai kematian dan kebangkitan dianggap sebagai gambaran semata-mata. Jadi, mereka tidak begitu mem-berikan banyak perhatian pada kata-kata-Nya; demikian juga mereka tidak begitu peduli dengan kesaksian
wanita-wanita, terlebih lagi karena mereka percaya bahwa wanita-wanita itu kebanyakan

cenderung berkhayal. Mempertimbangkan kenya-taan ini, Kristus dengan lembut menasehati mereka, “Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu?” (Lukas 24:38) Tetapi kemudian, dengan penuh kasih Dia mengundang mereka
untuk membuktikan sendiri bahwa Dia adalah terdiri dari daging dan tulang yang
sungguh-sungguh, menunjukkan kepada mereka tangan-Nya, kaki-Nya dan lambung-Nya. Ini sekali lagi merupakan peristiwa di mana Kristus secara langsung menunjukkan bukti dan penegasan terhadap fakta atau kenyataan sebagai sesuatu yang sangat ber-nilai, dan Dia memastikan hal itu dalam peristiwa yang paling penting, yang mengatasi segala peristiwa; yaitu peristiwa kebangkitan-Nya.

Dan ketika mereka belum percaya karena girangnya dan masih heran, berkatalah Ia kepada mereka: “Adakah padamu makanan di sini?” Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng. Ia mengambil-nya Ia dan memakannya di depan mata mereka. Ia berkata kepada mereka: “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab

nabi-nabi dan kitab Mazmur.” Lalu Ia mem-buka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa ha-rus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi” (Lukas 24:41- 49).

Sesudah makan beberapa makanan di depan murid-murid-Nya, Kristus memberikan kepada mereka apa yang sudah Dia lakukan untuk dua orang dari Emaus; Dia membuka pikiran mereka untuk mengerti Kitab Suci, mengingatkan kepada mereka nubuatan-nubuatan dahulu, dan mengulangi kembali sejumlah prediksi yang sering kali Dia kemukakan pada awal. Dia selanjutnya menekankan mengenai pentingnya memberi-takan tentang pertobatan dan pengampunan dosa di dalam nama-Nya kepada semua bangsa, mulai di Yerusalem. Dengan melakukan hal itu, mereka akan menjadi saksi mata dari apa yang sudah mereka lihat,
dengar, dan yakini. Dia mengulangi pada mereka janji-Nya untuk mengutus Roh Kudus, yang dijanjikan oleh Bapa, dan menyuruh mereka untuk tidak meninggalkan Yerusalem sampai Roh Kudus melengkapi mereka dengan kuasa dari atas. Dia kemudian menyampaikan amanat kepada mereka: “Sebagaimana Bapa mengutus Aku, Kuutus engkau” (Yohanes

20:21). Sesudah Dia mengatakan ini, Dia mengembusi mereka dan berkata, “Terimalah Roh Kudus” (Yohanes 20:22). Yesus adalah Firman yang bersama dengan Allah sejak mulanya (Yohanes 1:2), dan yang melalui-Nya Allah menjadikan alam semesta (Ibrani 1:2). Jadi, sebagaimana Dia mengembuskan nafas kehidupan alami ke dalam Adam, manusia pertama, Dia sekarang mengembuskan nafas kehidupan baru secara rohani kepada murid-murid-Nya.

7.4. Kristus menguduskan hari minggu

Hari pertama dari minggu itu dikuduskan oleh kebangkitan Kristus dan melalui lima penampakkan yang Dia adakan pada hari itu. Karena itu tidaklah mengherankan kalau pengikut-pengikut-Nya datang berkumpul untuk menghormati hari Minggu, karena pada hari itulah Kristus menetapkan suatu ketentuan baru, dasar bagi Gereja, dan dunia baru dalam pengertian rohani. Dia menetapkan hari ini untuk pengikut-pengikut-Nya sebagai suatu peringatan bagi ciptaan baru yang terjadi melalui kematian-Nya sebagai tebusan. Jadi, hari Minggu mengambil alih Sabat Yahudi yang memperingati penyelesaian Penciptaan pada mulanya. Apa yang selanjutnya mendukung keyakinan ini adalah kenyataan bahwa Kristus selama seluruh minggu tidak bersama-sama dengan pengikut-pengikut-Nya sebelum menampakkan diri kembali untuk yang keenam kalinya pada hari Minggu berikutnya. Lebih dari itu, pencurahan Roh Kudus pada kelahiran Gereja Kristen terjadi pada hari Minggu, bertepatan dengan Hari Raya Yahudi, yaitu hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2).

7.5. Kristus menampakkan diri kepada Thomas

Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ. Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: “Kami telah melihat Tuhan!” Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku pada bekas paku itu dan mencu-cukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara

pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di te-ngah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!” Kemudian Ia berkata kepada Tomas: “Ta-ruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkan-lah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan perca-yalah.” Tomas menjawab Dia: ”Ya Tuhanku dan Allahku!” Kata Yesus kepadanya: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yohanes 20:24-29).

Ketika Kristus menampakkan diri untuk yang keenam kalinya pada hari Minggu berikutnya, murid-murid sedang berkumpul di dalam rumah yang tertutup; tetapi kali ini Tomas bersama dengan mereka. Kristus memasuki rumah di mana mereka berkumpul, meskipun pintu-pintu terkunci, dan Dia berdiri di tengah-tengah mereka. Nampak sepertinya bahwa pe-nampakan khusus ini hanya untuk Tomas, karena murid ini menolak untuk percaya kecuali dia sendiri melihat dan menjamah Kristus. Dia sudah menolak bukti-bukti yang meya-kinkan
kawan-kawannya, bersikeras bahwa dia mau mencucuk-kan tangannya sendiri ke dalam luka-luka Kristus.
Barangkali Tomas sangat malu dengan kata-katanya sendiri pada waktu Kristus menampakkan diri kepadanya. Bisa jadi bahwa dia mungkin mengurungkan niatnya untuk mencucuk-kan tangannya pada luka-luka Yesus; kita tidak tahu. Tetapi, kita tahu bahwa dia pada waktu itu juga berhenti dari sikapnya yang ragu-ragu dan menyatakan kepastian mutlak dari iman-nya, dengan berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku!” Jelas sekali bahwa Kristus

sangat berkenan bahwa Tomas pada akhirnya percaya, tetapi Dia mengatakan kepadanya tentang keingi-nannya untuk mengadakan pembuktian sendiri. Dia mening-gikan dan memberkati orang-orang yang percaya meskipun tidak melihat bahkan seandainyapun tidak ada bukti yang bisa dilihat. Keberkatan ini untuk semua orang percaya. Oleh karena itu, marilah kita jangan ikut-ikutan mereka yang men-dasarkan imannya hanya pada bukti yang kelihatan.
Kendatipun kita kasihan pada ketidakpercayaan Tomas, kita memuji dia karena menuntut bukti yang memadai sebelum menerima suatu kebenaran keagamaan yang mendasar. Tidak-lah dibenarkan untuk mendasarkan keyakinan keagamaan seseorang pada apa yang sudah dilihat atau dialami oleh orang lain. Orang yang teliti dan cermat tidak akan puas
hanya menerima apa yang sudah diturunkan secara turun-temurun oleh nenek-moyangnya, jangan-jangan dia menerima sesuatu yang salah; karena kesalahan diturunkan sebagaimana halnya dengan kebenaran. Dalam hal yang sama tidak ada seorangpun yang merasa puas dalam mendasarkan imannya pada apa yang para sarjana mengaku sudah menetapkannya, dengan tanpa terlebih dahulu menyelidiki dan menguji bukti-bukti mereka untuk dirinya sendiri. Keraguan di dalam hal-hal keagamaan pada dasarnya dapat menjadi pintu untuk suatu kepastian, karena hal itu membawa kepada suatu pengujian yang mana, pada akhirnya, membawa kepada kepercayaan yang sangat teguh dan kuat. Tidak akan ada kepastian atau keyakinan di dalam hal-hal keagamaan tanpa adanya penelitian pribadi.
Jika demikian, mengapa Kristus menegur Tomas? Karena dia melangkah terlalu jauh di dalam menuntut suatu bukti. Ketidakpercayaannya sebagai alasan untuk menolak
kenyataan-kenyataan. Dia menuntut bukti yang dapat dilihat dan mere-mehkan bukti moral dan rohani. Kita tidak menyalahkan dia dalam hal bersikeras untuk melihat seperti orang lain sudah melihat, tetapi menyalahkan dia karena tidak menerima kesak-sian mereka. Jika seorang hakim melakukan seperti apa yang Tomas lakukan untuk mendapatkan suatu pengakuan, maka mereka tidak akan mampu untuk mengambil keputusan dalam kasus apapun. Bayangkan seorang hakim bersikeras untuk melihat dengan mata kepala sendiri apa yang sudah disaksikan oleh saksi mata di ruang pengadilan sehubungan dengan tun-tutan
yang dibawa kepadanya! Jika orang-orang percaya mengi-kuti contoh Tomas, semua khotbah akan berhenti dan Gereja Kristen akan segera lenyap sesudah kemunculannya yang pertama.

7.6. Kristus menampakkan diri kepada tujuh murid

Kemudian Yesus menampakkan diri lagi kepada murid-murid-Nya di pantai danau Tiberias dan Ia me-nampakkan diri sebagai berikut. Di pantai itu berkumpul Simon Petrus, Tomas yang disebut Didimus, Natanael dari Kana yang di Galilea, anak-anak Zebedeus, dan dua orang murid-Nya yang lain. Kata Simon Petrus kepada mereka: ”Aku pergi menangkap ikan.” Kata mereka kepadanya, “Kami pergi juga de-ngan engkau.” Mereka berangkat lalu naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa. Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus. Kata Yesus kepada mereka:”Hai anak-anak, adakah kamu

mempunyai lauk-pauk?” Jawab mereka: “Tidak ada.” Maka kata Yesus kepada mereka:

”Tebar-kanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh.” Lalu mereka menebarkannya dan me-reka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan. Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: “Itu Tuhan.” Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaian-nya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau. Murid-murid yang lain datang dengan perahu karena mereka tidak jauh dari darat, hanya kira-kira dua ratus hasta saja dan mereka menghela jala yang penuh ikan itu. Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti. Kata Yesus kepada mereka: “Bawalah beberapa ikan yang baru kamu tangkap itu.” Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sung-guhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak. Kata Yesus kepada mereka: “Marilah dan sarapanlah.” Tidak ada di antara murid-murid itu yang berani bertanya kepada-Nya: “Siapakah Engkau?” Sebab mereka tahu bahwa Dia adalah Tuhan. Yesus maju ke depan mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu. Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati (Yohanes 21:1-14).

Yesus memerintahkan kepada murid-murid-Nya untuk pergi mendahului Dia ke Galilea, ini adalah bijaksana, karena hampir semua orang percaya berada di sana, dan mereka perlu untuk mendengar dari murid-murid tentang penderitaan, kematian, dan kebangkitan Kristus. Sementara berada di Laut Galilea, Kristus menampakkan diri pada sekelompok orang yang
terdiri dari tujuh murid. Ini adalah penampakan-Nya yang ketujuh sesudah kebangkitan-Nya. Sebagaimana ayat yang mengatakan, ”Ini adalah yang ketiga kalinya Kristus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Dia dibangkitkan dari kematian,” yang dimaksudkan Yohanes di sini adalah untuk ketiga kalinya Kristus menampakkan diri pada satu kelompok yang terdiri dari murid-murid-Nya, belum termasuk kunju-ngan-kunjungan lainnya yang Dia lakukan kepada orang-orang secara pribadi.
Laut Galilea adalah salah satu tempat yang paling indah di Tanah Suci dan, pada saat khusus ini, Yesus menampakkan diri pada tujuh orang murid-Nya yang semuanya sedang
bersama-sama dalam satu perahu. Murid-murid ini, kebanyakan dari mereka adalah nelayan atau penangkap ikan, dan ketika Yesus memanggil mereka, mereka meninggalkan jala mereka dan ikut dalam pelayanan-Nya. Namun sesudah penyaliban Kristus, mereka
berlarut-larut berada dalam keputus-asaan, sehingga mereka kembali kepada pekerjaan semula, melupakan semua yang sudah mereka pelajari. Tetapi malam itu mereka tidak menangkap apapun. Penyediaan Ilahi menghalangi mereka untuk memperoleh ikan dengan maksud membukakan mereka pada sesuatu yang jauh lebih besar. Allah sering kali memben-tuk atau menyadarkan kita dalam cara ini.
Kristus tahu benar kerja keras dan susah payah mereka pada malam itu dan yang mengakibatkan mereka kelaparan. Di da-lam hikmat-Nya, pertama-tama Dia memperhatikan kebutuhan-kebutuhan sementara mereka, mengundang mereka untuk ma-kan. Sekali lagi, Dia yang melayani mereka.

7.7. Kristus menguji ketulusan hati Petrus

Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Eng-kau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau menga-sihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kata Yesus kepada-Nya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus

berkata untuk ketiga kalinya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia ber-kata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yohanes 21:15-17).

Sesudah melayani murid-murid-Nya makan pagi di tepi laut, Kristus memberikan perhatian khusus kepada Petrus dengan maksud meyakinkan dia dan murid-murid yang lain bahwa dia sudah diterima pertobatannya sesudah kejatuhannya yang me-nyedihkan, dan bahwa kedudukan kerasulannya masih tetap tidak berubah. Tetapi, ada suatu teguran lembut yang dituju-kan kepada setiap orang, khususnya Petrus, karena mening-galkan tugas untuk memelihara jiwa-jiwa agar dapat menangkap ikan.
Bagaikan seorang ahli bedah rohani, Kristus menyakiti Petrus dengan maksud untuk menyembuhkan dia, dengan mengajukan pertanyaan, “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari mereka ini?” Dalam kata lain, Kristus bertanya kepada Petrus, apakah dia mengasihi Dia lebih daripada kawan-kawan murid yang lain -- mereka yang meskipun sudah meninggalkan Dia karena ketakutan, tetapi tidak menyangkal Dia seperti yang dia pernah lakukan. Petrus menjawab, katanya: “Ya, Tuhan; Engkau tahu aku mengasihi Engkau”; tetapi dia tidak
menun-jukkan apakah dia mengasihi Kristus lebih dari yang lain-lain. Karena Yesus mencari tahu maksud tujuan atau motifasi dari semua yang kita perbuat, Dia tidak bertanya kepada Petrus tentang perbuatan-perbuatannya, pengetahuannya, atau tujuan-tujuannya, tetapi tentang keadaan hatinya -- bagaimana dia merasa secara batiniah. Kalau saja Yesus bertanya kepada Petrus tentang perbuatan-perbuatannya, maka ada alasan un-tuk malu, karena semua yang dia perbuat tidak mengesankan sama sekali akhir-akhir ini. Tetapi di balik
kejatuhannya, Petrus bukanlah seorang yang munafik, karena motifasi batinnya adalah benar. Dia hanya jatuh dalam perbuatan-perbuatannya. Orang-orang yang berusaha untuk menutupi keadaan batinnya yang sebenarnya dengan sikap atau tingkah-laku “yang baik”, itulah yang munafik. Tetapi karena adalah keinginan Kristus bahwa perbuatan-perbuatan yang kelihatan merefleksi hati yang benar, maka Dia tidak puas hanya dengan sekedar pengakuan kasih Petrus untuk Dia. Dia menghendaki adanya perbuatan-perbuatan sebagai contoh keteladanan dari dia juga. Adalah salah bagi Petrus meninggalkan perhatiannya terhadap jiwa-jiwa hanya untuk menangkap ikan, kembali melayani keinginan dan kepentingan diri sendiri dan bukannya memberikan perhatian kepada orang lain. Oleh karena itu, Kristus memberitahu
dia, “Berilah makan domba-domba-Ku,” memulihkan dia kembali pada fungsi kerasulan

yang sudah dia hilangkan sendiri melalui kejatuhannya. Dengan kata-kata ini, Kristus juga mengganti peranan Petrus dari “menjala jiwa-jiwa” menjadi “gembala jiwa-jiwa.” Dan di dalam tugas sehubungan dengan “domba-domba,” kita melihat tugas yang sebenarnya dari semua “gembala” rohani: memperhatikan domba-domba yang kekurangan, yang muda, yang lemah, yang sedih, dan yang patah semangatnya.
Kristus sekali lagi bertanya kepada Petrus apakah ia mengasihi Dia, dan sekali lagi Dia mendapatkan jawaban yang sama; tetapi kali ini Kristus berkata, “Peliharalah
domba-domba-Ku.” Menjelang Kristus ditangkap di Taman Getsema-ne, Petrus sudah memberitahu Dia tiga kali bahwa dia tidak akan mengkhianati Dia; namun kenyataannya, dia mengkhia-nati Dia sampai tiga kali. Kita sekarang melihat Kristus menga-jukan pertanyaan yang sangat menusuk sebanyak tiga kali, dan pertanyaan itu sungguh menyelidik hati Petrus sangat dalam. Petrus dikuasai oleh emosi dan menjawab dengan sedih, “Tuhan, Engkau mengetahui segala sesuatu; Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” Orang yang
benar-benar me-ngasihi Kristus tidak dapat dihindari lagi akan mematuhi Dia. Juga seseorang hanya dapat melakukan yang baik terhadap sesamanya jika dia mengasihi Kristus. Kasih
jenis ini dimung-kinkan karena Kristus pertama-tama mengasihi kita. Dia masih mengajukan pertanyaan yang sama, apakah kita mengasihi Dia. Apakah jawab kita?

7.8. Kristus menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus orang

Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya sudah meninggal (I Korintus

15:6).

Kitab Kisah Para Rasul memberitahu kepada kita bahwa Kristus menunjukkan diri-Nya sesudah penderitaan-Nya dengan bukti-bukti yang dapat dipercaya, sebagai yang dilihat selama empat puluh hari dan berbicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kerajaan Allah (Kisah Para Rasul 1:3). Pada awal dari pelayanan-Nya di hadapan umum, Dia mengadakan waktu selama empat puluh hari menyatakan ke-menangan-Nya yang gemilang atas Setan di padang gurun. Pada akhir dari pelayanan-Nya, Dia mengadakan waktu selama empat puluh hari menyatakan kemenangan-Nya atas Setan dan kuasa kegalapan. Dia melakukan ini untuk murid-murid-Nya, dengan maksud untuk menolong mereka menyadari bahwa ke-hadiran-Nya secara rohani akan beserta dengan mereka senan-tiasa.
Penampakkan diri Kristus yang paling utama sesudah ke-bangkitan adalah ini, yang kedelapan kalinya, yang juga merupakan penampakan kedua dan yang terakhir di negeri-Nya sendiri di Galilea. Di sinilah Dia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus orang sekaligus, kebanyakan dari mereka masih hidup ketika Rasul Paulus menulis suratnya kepada gereja di Korintus. Matius, sang Penginjil, mengatakan bahwa pada waktu mereka melihat Dia, mereka menyembah Dia; tetapi beberapa masih ragu-ragu (Matius 28:17).

Keragu-raguan mereka bisa dimengerti karena melihat pemuliaan Kristus secara total, yang membuat sulit bagi mereka untuk mengenali Dia atau bahkan mempercayai bahwa itu memang benar Dia.
Sebuah pertemuan yang terdiri dari lima ratus orang merupakan suatu hal yang luarbiasa! Kenyataan bahwa orang seba-nyak itu berkumpul bersama-sama menunjukkan bahwa sebe-lumnya sudah ada kesepakatan untuk bertemu. Berdasarkan pertemuan ini kita
mendapatkan bukti paling jelas yang dicatat sehubungan dengan kebangkitan Kristus. Kitab Suci menyebut-kan perkataan-perkataan yang Kristus tujukan kepada murid-murid-Nya -- perkataan-perkataan yang Dia tidak dapat sam-paikan, kalau Dia tidak sungguh-sungguh bangkit dari ke-matian. Beberapa dari pernyataan-pernyataan Kristus yang sangat luar biasa ini akan dibicarakan pada bagian-bagian berikut:
“Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” (Matius 28:18). Secara logika dapatkah seseorang menghubungkan klaim seperti itu pada orang yang baru saja disalibkan dan dipermalukan di hadapan banyak orang yang berkumpul dari banyak bagian dunia? Apa yang Kristus katakan kemudian juga sangat signifikan: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka da-lam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19). Sejak dahulu, tujuan utama dari orang-orang Yahudi adalah untuk tetap menjaga keberadaan mereka terpisah dari bangsa-bangsa lain, menegaskan pengajaran dan membina pergaulan yang mendatangkan manfaat bagi iman mereka dengan bangsa mereka sendiri, menolak orang lain dari prasangka keagamaan mereka. Lalu apakah masuk akal kalau murid-murid Kristus tiba-tiba saja melakukan suatu pengajaran penginjilan berda-sarkan pada pengetahuan tentang sifat triuni Allah, padahal konsep seperti itu tidak mereka pahami di dalam ajaran agama mereka sendiri?
Salah satu dari perkataan Kristus yang paling agung, yang membuktikan dengan paling jelas kebangkitan-Nya, adalah yang berikut ini: “ Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu
se-nantiasa sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20); Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Markus 16:16). Jika Kristus tidak benar-benar bangkit, Dia tidak mungkin bisa tetap ber-sama dengan mereka. Tetapi jika Dia benar-benar bangkita, dan akan terus menyertai mereka, maka tidak akan ada keragu-raguan lagi sehubungan dengan kebangkitan Kristus. Karena kehadiran-Nya bersama mereka adalah rohani, maka Dia me-nunjukkan hal itu melalui tanda-tanda, yang bisa dilihat panca indera, dalam tahun-tahun pertama sesudah kenaikan-Nya ke sorga; yaitu dengan memberi kuasa kepada mereka untuk mengerjakan berbagai mujizat. Pada waktu catatan mengenai tanda-tanda dan mujizat ini didokumentasikan, maka menjadi bukti-bukti yang memadai kepada dunia, dan kebutuhan untuk pengulangannya kembali dari satu generasi ke generasipun tidak diperlukan lagi.
Kristus menjanjikan kepada para rasul bahwa tanda-tanda tertentu akan menyertai
orang-orang percaya: :”Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya; mereka

akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara da-lam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh” (Markus 16:17,18). Mujizat-mujizat yang dilakukan oleh
sekumpulan rasul-rasul yang lemah di dalam nama Kristus merupakan penegasan yang cukup memadai terhadap perkataan ini, karena orang-orang ini menyebar-luaskan berita Kristen di banyak negara dalam jangka waktu yang sangat singkat, dan jutaan dari bangsa-bangsa kafir bergabung dengan Gereja sebagai hasilnya. Laporan yang otentik mengenai keberhasilan Gereja menunjukkan kenyataan dari kebangkitan Kristus, dan mem-buktikan bahwa pernyataan-pernyataan yang berwibawa itu disampaikan tidak lain dari Kristus sendiri.
Kata-kata perpisahan yang disampaikan Kristus kepada murid-murid-Nya di Galilea secara keseluruhan merupakan filsafat yang terpadu. Dia menyatakan bahwa Dia memiliki semua kuasa di sorga dan di bumi, dan Dia berjanji untuk me-ngerjakan tanda-tanda mujizat melalui mereka sebagai bukti dari hal ini. Pengakuan yang sedemikian itu sangat perlu sekali disertai dengan kehadiran-Nya yang secara terus menerus bersama mereka. Tiga kebenaran ini saling bergantung satu dan yang lain, masing-masing menegaskan yang lain. Lebih dari itu, Kristus tidak akan dapat mengatakan sebagai yang memi-liki kuasa sedemikian itu, ataupun memampukan rasul-rasul-Nya mengerjakan mujizat-mujizat, ataupun selalu menyertai mereka jika Dia tidak benar-benar naik ke sorga se-sudah kebangkitan-Nya, menempati tempat-Nya di sebelah kanan Yang Mahamulia di tempat tinggi.
Kristus memerintahkan murid-murid-Nya untuk memberi-takan Injil-Nya ke seluruh dunia, dan ini merupakan amanat atau perintah terakhir bagi semua pengikut-Nya. Semua ini bergantung pada janji-Nya untuk menyertai mereka pada waktu mereka melaksanakannya. Tidak ada kegiatan manusia yang paling luhur, mulia dan sangat menentukan daripada tugas memberitakan ini. Keberhasilan yang dijanjikan Kristus akan menyertai usaha-usaha ini bergantung pada kegiatan Roh Kudus, Pribadi Ketiga dari Satu Allah, yang diberikan sesudah Kristus sendiri, Pribadi Yang Berinkarnasi dari Trinitas, yang sudah naik ke sorga.
Kristus memerintahkan rasul-rasul-Nya untuk tidak mening-galkan Yerusalem tetapi menunggu Roh Kudus yang dijanjikan dari Bapa, Dia memberitahu mereka: “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menu-rut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:7,8).

7.9. Kristus menampakkan diri kepada Yakobus

“Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul” (I Korintus

15:7).

Penampakan diri Kristus yang kesembilan sesudah kebang-kitan adalah kepada Rasul Yakobus. Yang perlu untuk diperhatikan adalah bahwa semua penampakan diri Kristus sesudah kebangkitan ditujukan kepada pengikut-pengikut-Nya yang percaya. Ini wajar karena Kristus tahu bahwa Dia tidak dapat membawa para penentang-Nya ke dalam iman -- bahkan seandainyapun kalau Dia menampakkan diri kepada mereka. Dia sudah mengatakan
sebelumnya, “Jika mereka tidak mende-ngarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati” (Lukas 16:31). Jadi, bukti yang jelas dapat dilihat oleh pancaindera tidaklah cukup untuk menciptakan iman di dalam perkara-perkara rohani. Mendukung kenyataan ini, kita dapat menunjukkan bagaimana para pemimpin bangsa Yahudi menolak untuk percaya bahwa Kristus sudah bangkit dari kematian, di balik pengakuan-pengakuan yang sebaliknya dari para penjaga tentara Romawi yang ditempatkan di luar kubur.

7.10. Kristus menampakkan diri kepada Saul dari Tarsus

“Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya. Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah” (I Korintus 15:8,9).

Termasuk di antara penampakan-penampakan Kristus sesu-dah kebangkitan adalah kepada seorang yang sangat penting -- penampakan kepada seorang yang terjadi sesudah
kenaikan-Nya ke sorga; namanya Saulus dari Tarsus, seorang pengania-ya Gereja, yang secara mengejutkan dibawa kepada iman di dalam Dia. Penampakan terakhir dari Kristus yang bangkit ini sangat menentukan, karena membungkam pernyataan-pernyataan para pengkritik yang mengatakan bahwa catatan mengenai penampakan-penampakan Kristus sesudah kebang-kitan adalah tidak benar karena hanya merupakan angan-angan dari orang-orang yang sangat mengasihi Dia dan yang secara emosi tertarik pada Dia.

7.11. Kerajaan Rohani dari Kristus

Ia telah memberi perintah-Nya kepada oleh Roh Kudus kepada rasul-rasul yang dipilih-Nya. Kepada me-reka Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia ber-ulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah. Pada suatu hari ketika Ia makan

bersama-sama dengan mereka, Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa, yang demikian kata-Nya - “telah kamu dengar dari pada-Ku. Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.” Maka berta-nyalah mereka yang berkumpul di situ: “Tuhan, ma-ukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” Jawab-Nya: “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menu-rut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:2-8).

Kematian Kristus sudah menghentikan pengaharapan awal murid-murid sehubungan dengan kerajaan bangsa Yahudi secara politis di bumi. Namun, kebangkitan-Nya sudah
meng-hidupkan lagi pemikiran-pemikiran ini. Tetapi jawaban Kristus kepada mereka menunjukkan kekeliruan dari praduga mereka, sementara masih saja menyalakan harapan yang benar di dalam mereka -- itulah yang akan menjamin keberhasilan mereka di dalam pekerjaan mereka yang baru sebagai saksi-saksi bagi Kristus Juru selamat. Dia memberitahu mereka untuk memulai pemberitaan mereka di Yerusalem, tetapi tidak berhenti sampai di situ saja; mereka harus menjangkau sampai ke ujung bumi.

7.12. Cahaya terang dari pagi kebangkitan

Tidaklah sia-sia bahwa orang-orang Kristen yang berbicara dalam bahasa Arab menyebut Pagi Kebangkitan, Sabah Al-Nour. Ini berarti “Terang Pada Pagi Hari,” dan itu menjelas-kan cahaya terbesar yang bersinar yang pernah dilihat oleh dunia, ketika Kristus bangkit dari kubur. Dialah yang berkata, “Akulah terang dunia” (Yohanes 8:12). Sesungguhnyalah, kubur Kristus yang kosong merupakan sumber dari terang rohani yang sangat besar.
Cahaya pertama dari terang ini menegaskan bahwa Kristus datang dari sorga, dan hal itu merupakan saksi-saksi dari ke-sempurnaan karya keselamatan-Nya. Membuktikan kekuasa-an-Nya sebagai Anak Allah dan Anak Manusia. Oleh karena itu, Dia merupakan Juruselamat satu-satunya dan yang sangat memadai bagi umat manusia.
Cahaya kedua dari terang ini adalah cahaya yang menerangi kegelapan dari kubur, menyingkirkan keputus-asaan dan kele-lahan dari dalam hati orang-orang percaya. Kristus turun ke dalam kubur mendahului kita agar dengan demikian kita akan dilepaskan dari ketakutan untuk turun ke dalam kubur mengi-kuti Dia. Sejajar dengan kebenaran ini adalah perkataan yang Kristus sendiri ucapkan sebelumnya: “Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuan-nya” (Matius 10:24). Kita tidak perlu takut terhadap kematian karena Kristus sudah mengalahkan kematian itu demi kita.
Rasul Paulus menyatakan: “Hai Maut (Kematian), di mana-kah sengatmu? Hai Neraka, di manakah kemenanganmu?” (I Korintus 15:55). Kristus telah menjadi sama seperti kita dalam segi kemanusiaan-Nya agar dengan melalui kematian-Nya Dia dapat menghancurkan dia yang memegang kuasa kematian -- dia itu adalah Setan, Si Jahat itu -- dan memerdekakan, mem-bebaskan orang-orang yang diikat oleh ketakutan akan kema-tian di sepanjang kehidupan mereka (Ibrani 2:14,15).
Cahaya terang yang ketiga dari Kebangkitan adalah jaminan akan kebangkitan bagi
orang-orang percaya di dalam kemu-liaan, karena kebangkitan Kristus sendiri adalah satu model dan janji dari kebenaran ini. Kristus disebut sebagai “yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati” (Kolose 1:18), karena Dia adalah yang pertama mati dan

bangkit kembali, dan tidak akan pernah mati lagi.
Cahaya terang yang keempat dari Kebangkitan adalah awal atau permulaan dari kenaikan Kristus di dalam tubuh yang dimuliakan untuk duduk selamanya sebagai Anak Allah dan Anak Manusia di sebelah kanan Allah di sorga, menjalankan jabatan-Nya sebagai Perantara, dan menerangi tingkap-tingkap sorga dengan kemuliaan-Nya yang tiada tara. Tidaklah
meng-herankan kalau Rasul Paulus menulis kepada jemaat di Filipi mengatakan bahwa dia menganggap segala sesuatu yang dimilikinya dahulu sebagai yang tidak ada artinya sama sekali dibandingkan dengan pengenalannya akan Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya (Filipi

3:8).

Cahaya terang yang kelima adalah penghiburan bagi orang-orang yang kekasih-kekasihnya sudah mati mendahului mereka. Orang-orang percaya yang mati mendahului kita
men-dapatkan pujian yang mengatakan: “Berbahagialah orang-orang mati yang mati di dalam Tuhan, sejak sekarang ini.” “Sungguh,” kata Roh, supaya mereka boleh beristirahat dari jerih le-lah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka” (Wahyu 14:13). Orang-orang yang bersedih, berdukacita, juga mendapatkan kata-kata nasehat untuk
penghi-buran mereka: “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur”

(Matius 5:4).

Selama masa-masa dari para rasul dan bapa-bapa Gereja, orang-orang Kristen biasanya mengenakan pakaian putih bilamana seseorang yang mereka kasihi meninggal, sebagai
ke-saksian terhadap kebangkitan yang akan datang dari orang-orang yang sudah mati dalam kemuliaan. Mereka menganggap bahwa kematian orang percaya sebagai “hari kelahiran” nya. Di antara janji-janji Kristus yang penuh dengan kemuliaan ada satu yang mana Dia
menegaskan untuk membasuh segala air-mata dari mata orang-orang percaya (Wahyu 21:4). Jadi, setiap orang Kristen dapat berkata bersama-sama dengan Paulus bahwa “hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1:21). Orang-orang percaya akan bangkit sebagai akibat dari kebangkitan Kristus sendiri.

8. KENAIKAN KRISTUS KE SORGA

Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap ke-langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” Maka kembalilah rasul-rasul itu ke Yerusalem dari bukit yang disebut Bukit Zaitun, yang hanya seper-jalanan Sabat jauhnya dari Yerusalem (Kisah Para Rasul 1:9-12).

Sesudah menyelesaikan pekerjaan-Nya yang menuntut pe-nampakan-Nya yang kelihatan di antara orang-orang, Kristus mempersiapkan murid-murid-Nya untuk kepergiaan-Nya yang

terakhir secara jasmani. Sementara murid-murid kembali ke Yerusalem dalam ketaatan pada perintah-Nya, Kristus menam-pakkan diri kepada mereka dan membawa mereka ke Betani, ke suatu tempat di Bukit Zaitun. Sesudah memberkati mereka dengan mengedangkan tangan, Dia meninggalkan mereka dan naik ke sorga. Murid-murid menatap ke atas sampai
awan-awan menyembunyikan Dia dari pandangan mereka. Tetapi sementara Dia sudah meninggalkan mereka, dua malaikat menam-pakkan diri kepada mereka dalam bentuk manusia berpakaian putih berbicara kepada mereka, “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” Ini menumbuhkan dalam hati mereka kesan penyem-bahan yang sangat mendalam, dan keyakinan mereka di dalam kesatuan-Nya dengan Allah menjadi semakin kuat.
Murid-murid ini kembali ke kota dengan sukacita yang besar dan mereka berkumpul di Bait Suci menyembah Allah. Mereka bersukacita atas tugas yang menentukan yang sudah diselesaikan oleh Guru mereka, kendatipun mereka tidak bersama Dia lagi secara tubuh jasmani. Mereka diutus sebagai-mana Kristus sendiri sudah diutus oleh Bapa, dan mereka bersukacita karena diberi kepercayaan untuk menjalankan tu-gas yang akan menyebarluaskan dan mendukung pekerjaan-Nya. Mereka sangat meyakini bahwa kehadiran-Nya secara rohani akan terus menyertai mereka, dan mereka sangat ber-terima kasih pada janji-Nya untuk melengkapi mereka dengan kuasa yang memampukan mereka untuk menjadi saksi-Nya sampai ke seluruh dunia.
Murid-murid dipenuhi dengan sukacita ketika dua malaikat memberitahukan bahwa Guru mereka akan kembali lagi ke bumi pada suatu saat nanti. Kristus sendiri sering memberita-hu kepada mereka akan hal ini, tetapi sepertinya pengaruh dari perkataan-Nya dalam diri mereka pada waktu itu masih lemah. Oleh karena itu mereka perlu untuk mendengar berita yang disampaikan malaikat pada saat-saat perpisahan dengan Yesus. Tema dari kedatangan
Krtistus yang kedua kali yang penuh dengan kemuliaan merupakan salah satu pokok yang paling penting untuk Gereja dewasa ini. Ini merupakan pengharapan besar Geraja, kendatipun waktu dan saat yang tepat dari kedatangan-Nya tidak diketahui. Kita tidak dapat terlalu dogmatik dalam rincian mengenai Kedatangan Yang Kedua kali karena kata-kata harafiah tidak dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk gambaran di dalam nubuatan-nubuatan sehubungan dengan kedatangan-Nya kembali. Tetapi semua orang percaya yang setia, yang memperhatikan dengan penuh kesungguhan perintah-perintah dari Tuhan mereka dapat
mengulangi doa yang dinaikkan pada bagian akhir dari Perjanjian Baru: “Datanglah, Tuhan
Yesus!” (Wahyu 22:20).

8.1. Pemberitaan kepada murid

Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah. Merekapun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut

bekerja dan mene-guhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertai-nya. Amin (Markus

16:19-20).

Sesudah kenaikan Kristus, murid-murid memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan bekerja bersama mereka, meneguhkan perkataan-perkataan mereka dengan tanda-tanda dan mujizat-mujizat. Sang Guru dari takhta sorgawi menebar-kan atap atau naungan perlindungan atas mereka, dan Dia tidak akan mengijinkan musuh-musuh-Nya dan
musuh-musuh mereka untuk mengancam mereka dalam cara-cara apapun yang pernah mereka lakukan terhadap Dia. Sementara mereka terus menerus mengajar secara teratur di Bait Suci, kita tidak tahu ekpresi penyembahan Yahudi yang mana yang masih mereka pertahankan dan yang mana yang mereka tidak pergu-nakan lagi. Tetapi tidak diragukan lagi bahwa mereka memberikan korban-korban dan persembahan-persembahan yang lebih penting yang berkenan pada Allah; yaitu, berupa hati yang hancur, pujian dan ucapan syukur (Mazmur 51:17; Ibrani 13:15).
Agar jangan sampai kita mengira bahwa laporan-laporan ini adalah semua hal yang terjadi di dalam sejarah Kekristenan, kepada kita diberikan ayat-ayat berikut yang terdapat di dalam bagian akhir dari Injil Yohanes: “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu persatu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu. Amin” (Yohanes 21:25). Ini merupakan kesimpulan dari riwayat dan peristiwa dari Pribadi Ilahi yang unik ini selama kehadiran-Nya yang kelihatan di bumi.
Gelar atau sebutan yang melaluinya orang-orang mengenal Dia selama sekitar tiga tahun pelayanan-Nya adalah Guru, dan pengajaran-pengajaran-Nya lebih dari mujizat-mujizat-Nya merupakan bagian dari pekerjaan-Nya yang jauh lebih besar dan jauh lebih penting. Kristus mengajarkan bahwa Satu Allah, yang adalah Roh, adalah Bapa bagi semua orang, dan bahwa Dia mengasihi mereka di balik kelemahan-kelemahan mereka. Dia menekankan bahwa hal yang penting di dalam agama bukanlah apa yang dikerjakan manusia pada Allah tetapi apa yang Allah lakukan bagi manusia, dan apa yang Dia berikan karena kasih-Nya. Usaha, amal dan pekerjaan manusia, betapa-pun baiknya usaha, amal dan pekerjaan itu, tidak dapat
meng-hasilkan keselamatan karena keselamatan hanya diberikan melalui iman di dalam pengorbanan Kristus di Kayu Salib. Oleh karena itu, agama tidak terdiri dari upacara-upacara dan sakramen-sakramen lahiriah yang sebenarnya merupakan pakaian luar dari kepercayaan; intisari yang sebenarnya dari agama adalah batiniah (di dalam) dan rohaniah, dan sumbernya adalah hati -- bukan tubuh atau pikiran. Kristus menekankan bahaya dari kemunafikan,
karena menyesatkan. Dosa kemuna-fikan ini menyebabkan seseorang percaya bahwa dirinya adalah sesuatu padahal kenyataannya tidak, dan ini merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang sangat menjijikkan di peman-dangan Allah. Sehubungan dengan dosa kemunafikan ini, Kristus mengajarkan bahwa orang-orang berdosa lebih dekat pada kerajaan sorga daripada para pemimpin agama yang mu-nafik. Kristus juga mengajarkan bahwa kehormatan

diberikan pada orang-orang yang rendah hati, bahwa nilai dari dunia dan semua yang ada di dalamnya tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan kebenaran dan pujian Ilahi, bahwa pelayanan manusia terhadap orang lain merupakan dasar dari kebenaran yang sejati, bahwa penekanan Alkitab adalah roh atau sema-ngat dari ajaran-ajarannya dan bukan
huruf-hurufnya, dan bahwa tidak dijinkan untuk menambahkan tradisi-tradisi manusia pada ajaran-ajaran Ilahi dengan maksud untuk menenangkan hati nurani.

8.2. Kristus adalah hidup disini dan sekarang ini

Injil Yesus Kristus adalah untuk seluruh dunia dan untuk sepanjang waktu sampai pada akhir zaman. Injil Yesus Kristus bukan merupakan rekaman kejadian besar, sebuah catatan
me-ngenai tindakan-tindakan seseorang yang tidak lagi bersama-sama dengan kita, tetapi merupakan suatu proklamasi tentang Juruselamat yang senantiasa hadir dan tentang hal-hal yang sangat penting untuk masa kini bagi semua orang. Adalah Kristus yang memberikan janji-janji berikut ini bagi orang-orang percaya yang diombang-ambingkan di dalam badai topan kehidupan: “Jangan takut, Aku adalah yang awal dan yang akhir, Yang Hidup dahulu, sekarang ini dan yang akan datang.
Ketahuilah, Aku hidup selama-lamanya. Anakku, percayalah. Aku sudah mengalahkan dunia. Sesuai dengan imanmu jadilah itu kepadamu.” Kita dapat merasakan jamahan dari
tangan-Nya yang mampu, mengetahui bahwa jamahan tangan-Nya mendatangkan kesembuhan dan kehidupan. Dalam pengenalan akan Dia kita dapat menemukan kehidupan yang kekal. Di dalam Immanuel, sahabat kita, kita sebagai orang-orang percaya dapat menerima penghiburan dalan saat-saat kesepian, diberi kelegaan pada saat tertekan, dorongan semangat pada saat ketakutan, diberi peringatan pada saat menghadapi godaan, diperbaiki pada saat mengalami kegagalan, kesegaran selama bekerja, tuntunan dan petunjuk pada
saat-saat menga-lami keragu-raguan dan kekelahan, pengampunan pada saat pertobatan, dan pujian dalam saat-saat kemenangan.
Siapapun yang mempelajari kehidupan Kristus dapat mene-mukan bahwa banyak dari standar atau ukuran kehidupan duniawi yang ternyata adalah salah. Dia dapat sampai kepada pengertian bahwa meninggalkan standar atau ukuran yang se-perti itu adalah sebagai akibat dari sifat baru secara rohani yang ditanamkan di dalam dia melalui iman di dalam Kristus.
Dari keseluruhan studi kita tentang kehidupan Kristus, kita sudah menyaksikan nyanyian haleluya malaikat-malaikat pada saat kelahiran-Nya, bintang Betlehem yang meyakinkan orang-orang Majus tentang kebesaran-Nya, langit terbuka yang me-nyebabkan Roh Kudus turun atas Dia di Yordan, suara dari sorga menegaskan kedudukan-Nya dengan Allah, pelayanan dari malaikat-malaikatg sesudah kemenangan-Nya di padang gurun,
penampilan-Nya yang bercahaya-cahaya ketika Dia di-muliakan di atas gunung dan disertai dengan kunjungan dari Musa dan Elia -- belum lagi suara dari sorga yang mengatakan:

“Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, de-ngarkanlah Dia!” (Matius

17:5). Kita sudah memperhatikan suara ketiga dari langit di dalam Bait Suci selama Minggu Persiapan, yang mengatakan, “Aku telah memuliakan-Nya dan Aku akan memuliakan-Nya lagi” (Yohanes 12:28), pelayanan malaikat-malaikat terhadap Kristus di Taman Getsemane, matahari yang gelap, gempa bumi, kubur-kubur batu yang terbuka di Golgota, gempa bumi kedua kalinya yang membuat para penjaga Romawi sangat ketakutan pada kebangkitan Kristus, malaikat yang menggulingkan batu dari kubur, dan penampakan Kristus kepada murid-murid-Nya sesudah kebang-kitan. Kita masih ingat bagaimana Dia mengerjakan banyak tanda-tanda dan mujizat dan akibat-akibat besar yang meng-gembirakan karena itu, moral dan rohani-Nya yang sempurna, kenaikan-Nya ke sorga dalam kereta awan, dan dalam hal duduk di sebelah kanan Allah. Kita sangat takjub dan terheran-heran mendengar

ajaran-ajaran Kristus dan buah-buah dari ajaran-ajaran-Nya tersebut, kesabaran-Nya, kasih-Nya yang tidak tertandingi, sikap hidup-Nya yang penuh dengan kebena-ran,
teguran-teguran-Nya yang langsung dan terus-terang, keajaiban-Nya, kesabaran-Nya yang tidak terbatas baik terha-dap kawan dan orang-orang yang memusuhi-Nya, kemenangan-Nya yang menyeluruh atas semua siasat dan rencana dari musuh-musuh-Nya -- dan semua ini adalah demi untuk kesela-matan umat manusia! Melihat semuanya ini, kita dapat memahami bagian pembukaan dari Injil menurut Yohanes, di mana Murid Yang Dikasihi menulis: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah
Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yohanes 1:1,14).
Kita juga melihat dasar yang sangat kuat dan memadai untuk menegaskan kesimpulan dari kitab yang sama, di mana Yohanes menulis: “ Tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yohanes 20:31).

KEPADAKU TELAH DIBERIKAN SEGALA KUASA DI SORGA DAN DIBUMI KARENA ITU PERGILAH, JADIKANLAH SEMUA BANGSA MURID-KU DAN BAPTISLAH MEREKA DALAM NAMA BAPA DAN ANAK DAN ROH KUDUS DAN AJARLAH MEREKA MELAKUKAN SEGALA SESUATU YANG TELAH KUPERINTAHKAN KEPADAMU DAN KETAHUILAH, AKU MENYERTAI KAMU SENANTIASA SAMPAI KEPADA AKHIR ZAMAN (Matius 28:18,19)

9. Pertanyaan pertanyaan untuk menolong mengetahui pemahaman anda

Jika anda sudah mempelajari buku ini, maka anda akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan mudah.

1. Apakah arti dari “Getsemane?” Apa yang harus kita mengerti dari definisi ini dalam

hubungannya dengan apa yang terjadi di sana pada Kristus?

2. Bagaimana para penatua bangsa Yahudi dapat memastikan bahwa yang mereka tangkap adalah Kristus dan bukan orang lain?

3. Petrus memotong telinga Malkhus, tetapi Kristus menyembuhkan dia. Apa yang kita pelajari dari peristiwa ini?

4. Bagaimana Kristus menjelaskan kepada Pilatus bahwa Kerajaan-Nya adalah rohani?

5. Apakah yang dilihat di dalam Kristus oleh pencuri yang bertobat itu yang menyebabkan dia berkata, “Tuhan, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja”?

6. Mengapa Kristus berseru:”Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku”?

7. Siapakah orang pertama yang melihat Kristus sesudah Dia bangkit dari kematian?

8. Bagaimana Kristus menyingkirkan keragu-raguan dari Hati Thomas?

9. Apakah yang dikatakan oleh malaikat-malaikat kepada murid-murid sesudah kenaikan

Kristus?